TL : 24. Look For

475 86 34
                                        

"Praharsini, kau hendak kemana? Dan, ada apa dengan wajahmu?" Rara Santang datang bersama dengan Walangsungsang dan Surawisesa menatap bingung pada tabib muda itu yang terlihat tak tenang.

Pertanyaan tersebut sontak membuat langkah Praharsini terhenti, kemudian menghadap pada ketiga anak Siliwangi itu.
"Mohon ampun, Gusti Prabu, Raden, Nyimas. Saat ini hamba sedang mencari Raden Kian Santang untuk memberikan obat penambah daya tahan tubuh ini padanya."

Mendengar jawabannya, sontak membuat ketiga anak Siliwangi itu mengerutkan alis tajam.

"Untuk apa kau mencarinya kesana-kemari? Bukankah Rayi Kian Santang sedang beristirahat di wismanya?" Walangsungsang bertanya dengan perasaan bertanya-tanya.

"Justru penyebab hamba mencarinya kesana-kemari karena Raden Kian Santang tak ada di wismanya, Raden. Prajurit-prajurit yang berjaga di sana sama sekali tak mendapati Raden Kian Santang keluar." Praharsini memberitahu informasi itu pada mereka, yang tentu saja membuat ketiganya terkejut dengan mata yang membulat.

"Keadaan Raka saat ini tidak memungkinkan untuk menggunakan kekuatannya secara bebas dulu sebelum pulih total. Lalu bagaimana mungkin, prajurit-prajurit itu sama sekali tak melihat Raka Kian Santang keluar? Tubuh sebesar itu tak bisa mereka lihat?" Dengan kening yang berkerut tajam, Surawisesa menyahut lantang. Namun itu tak menutupi kekhawatirannya yang sangat kentara melalui ekspresi wajahnya.

"Itu juga yang menjadi pertanyaan hamba, Gusti Prabu." Balas Praharsini dengan kebingungan yang melanda. Berbagai perkiraan muncul di benak mereka tentang hilangnya Kian Santang.

"Baiklah. Sekarang, kita cari Raka Kian Santang! Sebelum terjadi sesuatu padanya." Titah sudah di berikan. Membuat Walangsungsang, Rara Santang dan Praharsini mengangguk tegas. Mereka mengikuti langkah Surawisesa yang sudah berjalan terlebih dahulu di posisi terdepan.

..........

Gagak Ngampar yang saat itu tengah mengasah kemampuan pedang miliknya di tempat berlatih, dibuat heran oleh para prajurit yang berlalu lalang dengan langkah setengah berlari.

Membuat putra tunggal Ambet Kasih itu penasaran dengan apa yang terjadi. Gagak Ngampar memutuskan untuk menghampiri salah satu prajurit yang juga melintasi tempat itu.
"Prajurit, ada apa ini? Kenapa kalian berlarian seperti itu?"

"Mohon maaf, Raden. Kami semua di perintahkan oleh Gusti Prabu Surawisesa untuk mencari Raden Kian Santang."

Gagak Ngampar menatap prajurit itu dengan penuh kebingungan,
"Untuk apa kalian mencarinya? Temui saja Rayi Kian Santang di wismanya. Tidak ada gunanya kalian mencarinya ke setiap sudut istana ini."

"Kami mencarinya karena Raden Kian Santang tak ada di wismanya, Raden." Tentu saja Gagak Ngampar terkejut mendengar kabar itu.

Maka tanpa mengatakan apapun, putra sulung Siliwangi itu langsung meninggalkan prajurit tersebut dan bergegas mencari keberadaan adiknya.

Dia takut kejadian dua hari lalu, kembali terjadi. Wajah memerahnya, ekspresi sakit disertai oleh suara erangan Kian Santang menjadi mimpi buruk baginya. Sesuatu yang terus menerus menghantuinya, hingga membuat Gagak Ngampar menjadi tak tenang.

"Aku mohon jangan terluka, Rayi." Di tengah pencariannya di istana Pajajaran, Gagak Ngampar berharap dengan suara lirih dan tatapan takut.

Putra tunggal Ambet Kasih itu berusaha berkomunikasi melalui sebuah penghubung yang telah dia fokuskan agar bisa berbicara pada adiknya itu. Tapi tak berhasil.

Namun itu tak membuat Gagak Ngampar menyerah, dia terus mencoba menghubungi sang adik hingga berulang-ulang dan hasilnya tetap sama. Gagak Ngampar frustasi di buatnya.

Raden Kian Santang -Two Lives-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang