"Az?" Tanya Cloe lirih. Memastikan bahwa Az sudah selesai dari tangisnya. Az tersentak.
"Sial, aku terbawa suasana,"
Az melepaskan dekapan Cloe. Ia mengusap wajahnya sendiri. Panas. Hembusan napas keluar begitu saja. Cloe tersenyum lebar sampai matanya menutup.
"Kau bukan lagi bayi, kan?" Ledeknya kemudian. Az mendengus. Baru saja ia merasa tenang dari tangisnya.
"Apa-apaan bayi? Kau ini tidak bisa ya melihatku tenang?" Gerutu Az.
Cloe memandangi pakaiannya yang basah karena air mata Az. Kembali ia merasa iba. Tapi ia tahu Az tidak suka dikasihani.
"Kau ini menangisi apa, sih? Tidak jelas sekali,"
Az tenggelam dalam rasa malunya. Bodohnya dia. Seharusnya dia tidak menangis di depan wanitanya. Itu membuatnya terlihat lemah.
Ia memalingkan wajahnya dari Cloe. Semburat merah kembali menghiasi telinganya.
"Bukan urusanmu," tukas Az dengan nada datarnya. Ia masih mengatur emosinya agar stabil. Kecemburuan bukan hal yang bisa dimaklumi baginya. Misi ini pun sangat berat baginya.
Cloe mendengus, tersenyum jengkel. Bisa-bisanya lelaki yang baru saja di dekapnya menjawab dengan ketus.
"Hei, kasar sekali," gumamnya sebal. "Aku sudah meminjamkan bahuku untuk bersandar. Setidaknya kamu berterima kasih kepadaku, bukan memalingkan muka,"
Az menghela napas. Ia tidak menggubris.
"Tidak bereaksi. Sebenarnya apa yang membuatnya teramat sedih?"
Cloe kembali menatap khawatir kepada Az. Ia masih bertanya-tanya apa yang menjadi alasan Az menangis. Tidak mungkin seorang lelaki menangis tanpa sebab. Sangat tidak masuk di akal. Pasti ada sesuatu yang membuatnya teramat sesak sehingga membuatnya tanpa sadar menangis. Atau, dia memang ingin menangis?
"Benar, seharusnya aku berterima kasih,"
Az menghela napas. Ia menyibak rambutnya ke belakang, menghirup udara segar yang lewat menerpanya.
"Kali ini jangan memalingkan muka. Meskipun wajahmu memerah, Az,"
Cloe menyilangkan kedua tangannya. Ia mendengus, meniup-niup poninya yang kini terbang karenanya.
"Dasar tidak tahu berterima-"
"Terima kasih," sahut Az lirih. "Mungkin tanpa bahumu aku tidak tahu akan membuang tangisanku kemana,"
Cloe tersentak. Ia menyadari sesuatu. Wajah Az, sempurna berwarna merah padam. Seperti kepiting rebus. Entah sehabis menangis atau karena apa. Hal itu spontan membuat Cloe memalingkan muka. Salah tingkah.
"Sial, wajahnya sangat merah. Dia seperti... Seperti orang aneh,"
Jerit Cloe dalam hati. Dia benar-benar dibuat salah tingkah dengan wajah merah Az. Seharusnya itu bukan apa-apa baginya. Tapi detak jantungnya benar-benar dibuat tidak stabil. Padahal itu bukan apa-apa. Bukan hal yang bisa diambil alasan untuk salah tingkah.
"Y-ya, bukan apa-apa," jawab Cloe lirih.
Tatapan Az kosong menatap langit yang mulai gelap dengan tenggelamnya matahari senja. Pikirnya mulai menjelajah menuju masanya di masa depan. Benar, dia lupa untuk kembali ke masanya sendiri.
Sudah terlalu larut untuk kembali ke masa depan. Tetapi dia harus kembali.
"Cloe, maksudku, Bibi," panggil Az lagi. Cloe menoleh, ber-hm panjang.
"Sudah waktuku untuk kembali ke masa depan,"
Cloe mengangguk-angguk pelan. Tidak menjawab dengan sepatah kata pun. Az tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Kau Tak Ada [END]
Science FictionSudah dua tahun rumah tangga Az dan Cloe berjalan. Tetapi tidak menambah baik malah keadaanya memburuk. Alih-alih melupakan Jack, sang kekasih, Cloe malah larut ke dalam cinta yang tak seharusnya. Segala cara sudah dilakukan oleh Az agar Cloe menci...