Bab 7

12 7 4
                                    

Duk!

Sebuah benda menyandung langkah kaki Cloe. Dengan segera, ia jatuh diatas sofa. Dalam pangkuan Az. Az terperangah. Degup jantungnya tak normal. Begitu juga dengan Cloe. Ia merasakan sesuatu yang janggal. Keduanya bertatapan.

Ada sesuatu yang menggelora dalam dada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada sesuatu yang menggelora dalam dada. Semburat merah menghiasi telinga Az.

"Tidak, Az. Kamu tidak seharusnya merasakan ini,"

Jantung Cloe berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Rasa ini, seperti saat aku melihat Jack. Tidak. Tidak boleh, Cloe. Dia hanya keponakanmu,"

Sedetik, Cloe menjauh dari Az. Keduanya dalam kecanggungan yang luar biasa. Berusaha mengatur kembali kestabilan jantung masing-masing.

"M-maaf," katanya. Ia menunduk di samping Az. Seperti ada yang tidak beres dengan dirinya. Dengan gemetar, ia meminta ponselnya kembali. Az terdiam. Telinganya merah padam dibuatnya. Ia tidak berani menatap Cloe.

"Berat banget bibi! Berat badan bibi berapa sih!" Gumam Az, berusaha memecah kecanggungan yang ada di antara mereka. Cloe yang mendengar terperangah.

"Heh, sudah merebut hape, ngatain berat lagi,"

"Yang ngatain siapa? Orang aku cuma tanya beratnya berapa. Astagaaaa..."

Cloe membentuk muka datar. Tangannya memukul bahu milik Az.

I guess I'm just a playdate to you...

Az membuat mimik wajah datar. Telinganya gatal mendengar lagu itu. Lagu sewaktu ibunya gemar jogat - joget selama kejadian na'as beberapa tahun lalu, saat ibunya masih Sekolah Menengah Atas.

Cloe meraih gawainya.

"Jangan!" Cegah Az. Cloe menatap Az dengan tatapan heran.

"Jangan diangkat. Please...."

"Kenapa nggak boleh diangkat? Ini udah panggilan ke dua kali lho," Cloe mengeryitkan dahinya. Az menggeleng.

"Memang itu siapa? Penting sekali," cibir Az. Cloe memasang muka datar. Baginya, Az hanya membuang waktunya Saja. Segera saja ia mengangkat panggilan itu.

"Eh!" Az berusaha merebut gawai itu. Cloe terkejut. "Az, jangan lagi!"

Az menatap Cloe intens.

"Tolong. Az tidak ingin melihat Bibi menangis lagi," ucapnya. Cloe terenyak. Az serius akan perkataannya.

"Kenapa?" Tanya Cloe.

"Sahabat Bibi menyukai Jack," ujar Az yang mengundang kerutan pada dahi Cloe. "Bukankah kalian sempat saling terbuka untuk menyebutkan orang yang disukai tadi di sekolah?"

Cloe memutar bola matanya.

"Kalau tidak salah, aku memang mengatakan nama orang yang kusukai kepadanya tadi pagi,"

Az mengangguk.

"Jadi, itu alasan aku akan menangis setelah mengangkat telefon itu? Karena kami bertengkar perihal aku menyukai Jack?"

"Kurang lebih begitu. Tapi aku tidak tahu alasan spesifiknya," jelas Az. "Payah, Az. Seharusnya kau lebih tahu banyak tentang Cloe,"

Cloe mengangguk-angguk pelan tanda mengerti.

"Yang penting, Bibi harus mengingat satu hal," Az menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ditatapnya Cloe serius.

"Apa itu?"

"Memilih-milih teman itu harus, perlu, dan wajib. Tapi membeda-bedakan teman itu tidak baik, tidak boleh, dan jangan pernah!" Ucap Az--yang memancing senyuman kikuk pada wajah Cloe.

"Baik, akan kuingat pesan darimu," jawab Cloe sambil tersenyum. Lekukan indah ikut terlukis di wajah Az.

"Manis,"

Cloe melipat kedua tangannya di depan dada lantas memasang wajah kesal.

"Omong-omong aku sangat kesal dengan perilakumu tadi. Bisa beritahu siapa yang mengajarkanmu seperti itu?!"

Senyuman kematian kembali tergambar di wajah Cloe. Az menelan ludah. Nyengir.

"Ahaha... Tentu saja, tentu saja Paman Jack yang mengajariku," Az mencari-cari alasan.

"Jack?!" Cloe mengernyitkan dahinya.

"Iya, Paman Jack!" Az meyakinkan Cloe lagi. Tatapannya nampak yakin seolah-olah memang Jack yang mengajarinya. "Dia selalu bilang seperti ini, ehem,"

Az berdeham.

"Tidak apa-apa menjahili bibi, Az. Bagaimanapun dia bibimu. Tidak ada yang melarang,"

Cloe mendengus. Mengepalkan tangan kanannya lantas memukul-mukulkannya ke tangan kirinya.

"Oh begitu, dasar Jack! Aku akan memukulnya kelak!"

Az tersenyum licik. Matanya menatap atas. Membayangkan bagaimana Jack akan dihajar habis oleh Cloe.

"HAHAHAH! RASAKAN ITU, JACK!"

Netra hazel Close melirik Az yang kini tersenyum licik. Alisnya berkerut. Az seperti sedang merencanakan sesuatu yang tidak ia ketahui.

"Wajahmu kenapa licik seperti itu?" Celetuk Cloe. Az tersentak, berusaha memperbaiki raut wajah. Ia berdeham. Cloe memasang tatapan menyelidik.

"Aku jadi curiga. Ada hal yang kamu rencanakan?"

"A-ah, tidak. Merencanakan apa? Aku tidak mengerti," ucap Az kikuk. "Payah, seharusnya kau bisa lebih menjaga ekspresi wajahmu, Az!"

Cloe menghela napas panjang lantas menyibak rambutnya ke belakang.

"Baiklah, tapi jangan pikir kau bisa lolos..." Cloe memasang senyuman miringnya. Az menaikkan satu alisnya. Apa yang akan Cloe lakukan?

"Setelah membuatku kesal tadi!"

Sebuah bantal melayang menimpuk wajah Az. Cloe terbahak. Disusul lemparan bantal berikutnya. Az terperangah.

"Apakah, dia baru saja mengajakku bermain?"

"Rasakan itu!" Seru Cloe.

"Weh," Az menghindari serangan dadakan tersebut. Alhasil, mereka bermain perang bantal. Az tertawa lebar. Dua tahun lamanya, ia belum pernah merasa sebahagia ini bersama Cloe. Ya, meski ini Cloe di masa lalu.

"Kamu seperti anak kecil, Cloe. Padahal di masa depan kita tidak pernah melakukan ini," Az tergelak. Balas melempar.

"Tentu saja! Aku kan bibimu di masa depan!" Cloe tak mau kalah. Ia melempar lebih banyak bantal ke arah Az yang masih tergelak.

"Sudah lama sekali aku tidak merasakan kebahagiaan seperti ini. Rasanya aku tak rela jika harus memberikan Cloe kepada Jack," pikiran itu terbesit dalam benak Az seketika. Namun dengan segera ia menepis pikiran itu.

"Tidak. Aku tidak boleh egois. Cloe mencintainya,"

Cloe terus melempari Az dengan bantal.

"Mengapa aku merasa ada yang janggal dengan perkataan Az barusan? Tidak pernah melakukan hal seperti ini denganku di masa depan? Dia menyebut namaku langsung,"

Perang mereka terhenti dengan engahan keduanya.

"Az, apakah kamu benar-benar keponakanku di masa depan?"

Karena Kau Tak Ada [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang