bab 5

110 64 108
                                    

Kediaman keluarga Sanjaya semakin memanas, sebab Dirga memilih tinggal di apartemen ketimbang di rumahnya. Dia memutuskan untuk memperjuangkan cintanya lagi pula menurutnya cinta tidak boleh disalahkan meskipun dirinya tahu kalau tidak satu pun berpihak atau memberikan dukungan.

Mata Dirga memancar ambisi yang begitu berat saat melihat foto Dinda, senyuman yang manis hanya terpancar untuk gadisnya. Ya. Dia telah memastikan bahkan Dinda akan kelak menjadi pendampingnya.

Kevin langsung masuk ke apartemen sahabatnya membawa map, dia langsung disuguhkan pemandangan yang langkah di mana dia melihat Dirga tersenyum puluhan tahun dia bersahabat baru kali senyuman itu terpancar.

“Bahagia banget sih,” ledek Kevin.

“Sudah dapat laporan itu?” tanya Dirga tanpa meladeni ucapan Kevin.

“Tentu saja selama ini dia kuliah di  DS universitas yang paling penting itu milikmu,” jelas Kevin.

“Baiklah sekarang aku tahu bagaimana caranya bisa dekat dengan gadisku. Kevin siapkan semuanya lusa aku akan bekerja di sana sebagai dosen,” tutur Dirga.

“Tidak bisa seperti itu. Bagaimana dengan perusahaan?” Kevin benar-benar tidak habis pikir.

“Aku akan tetap memimpin perusahaan tenang saja semuanya bisa diatur laksanakan saja semuanya dan pastikan semuanya lancar.” Dirga langsung pergi dari sana.

Kevin terus meneriaki Dirga yang pergi begitu saja, tidak habis pikir dengan sahabatnya itu, cinta bisa membuat orang dingin seperti itu menjadi orang gila. Sejak dulu mereka kenal Dirga ada sosok yang begitu perhitungan saat mengambil keputusan, lalu mengapa sosok itu seorang begitu lenyap seketika.

***

Rizal masih memikirkan ucapan Robert, dia kenal betul kepribadian anak sahabatnya itu. Jika saja Dirga bukan putra tinggal Robert mungkin sekarang dirinya tinggal nama mengingat dengan berani mencintai permatanya bahkan hidupnya, Dinda adalah hidupnya sejak dulu dirinya mengingkan anak perempuan namun, harapannya pupus saat mendiang istrinya mengalami pendarahan hebat saat melahirkan Mikail sehingga rahimnya harus diangkat.

“Ada apa, Pah?” tanya Mikail.

“Ada yang ingin papa bahas.” Rizal menatap putranya dengan tatapan datar.

Mereka sedang berada di kantor setelah pertemuannya dengan Robert rasanya untuk tidur pun sulit, jadi dia memutuskan menemui Mikail di kantor karena tidak mungkin dia membahas langsung hal itu di rumah bisa-bisa akan ada masalah besar.

Rizal langsung menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutup raut wajah Mikail langsung berubah drastis tangan mengepal bertanda bahwa dirinya begitu marah dan tentu saja tidak terima begitu saja.

“Apakah dia tidak tahu diri, berani-beraninya mencintai putriku sampai kapan pun aku tidak akan ikhlas dengan itu!” Marah Mikail.

“Bukan cuma kamu yang tidak setuju papa pun sama tapi kita jangan gegabah mengambil tinggalkan, jika kita salah melangkah bisa-bisa Dinda yang menjadi korbannya,” jelas Rizal.

“Aku akan berusaha melindungi putriku darinya.” Mikail menatap wajah Rizal dengan tatapan sulit diartikan.

***

Dinda sedang berada di kampus bersama Laras, mereka menyalangkan tugasnya sebagai mahasiswa yang baik, meskipun mereka dari keluarga sikap ramahnya membuatnya disukai banyak orang.

“Ras, mereka kenapa kok dari tadi bahas tentang dosen?” tanya Dinda.

“Katanya ada dosen baru,” jawab Laras.

“Baru dosen saja sudah heboh kaya pembagian sembako,” tutur Dinda.

“Katanya dosen itu pemilik kampus ini, ayo kita ke kelas.” Laras langsung mengajak Dinda pergi.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di kelas, akan tetapi teman-temannya terus saja membahas tentang dosen baru sampai satu universitas heboh membuat Dinda sedikit penasaran sosok pemilik kampus ini.

“Sehebat apa sih dosen itu?” tanya Dinda jengah dengan semua itu.

“Din, katanya tuh pemilik kampus kita itu belum menikah ya walaupun umurnya sudah tidak muda lagi tapi masih gagah loh,” jelas Devi.

“Betul banget nih, kaya sugar daddy loh,” kata Desi.

“Berhenti ghibah mending belajar yang benar,” kata Laras dingin.

Mereka semuanya diam jika Laras sudah angkat bicara maka berarti tanda alarm bahaya. Beberapa menit kemudian, dosen datang dan memberikan bimbingan semua jadi fokus menyimak tanpa ada suara sedikit pun.

  ***

Dirga sedang sibuk di kantor untuk mempersiapkan semuanya sebab menjadi dosen bukannya hal yang mudah apalagi jabatannya sebagai CEO. Namun, semuanya dia lakukan untuk membuktikan keseriusan cintanya, dengan harapan semuanya akan baik-baik saja.

“Bagaimana semuanya sudah beres?” tanya Dirga saat melihat Kevin masuk ke ruangannya.

“Tinggal beberapa pertemuan lagi dan ada beberapa jadwal yang harus kita undur mengingat besok anda sudah memulai mengajar,” jelas Kevin profesional.

“Bagus pastikan tidak yang ketinggalan dan semuanya beres.” Dirga menatap Kevin sebentar lalu kembali fokus kepada berkas yang sedari tadi di tangannya.

Kevin keluar setelah berpamitan, meninggalkan Dirga berkutat dengan beberapa tumpukan meja di mejanya. Dirga rasanya begitu stres melihat semuanya demi kebahagiaannya dan masa depannya ini semuanya harus terjadi.

Berbeda dengan Dirga yang sibuk Wina malah khawatir sudah beberapa hari putranya tidak pulang membuat kesehatan menurun sehingga jatuh sakit di usianya yang tergolong tidak muda lagi.

 “Ma, Dirga pasti baik-baik saja dia sudah dewasa,” bujuk Robert.

“Bagaimana aku tidak khawatir dia itu putra tunggalku, tidak bisakah kita bantu dia mewujudkan keinginannya atau setidaknya memberikan dukungan?” tangis Wina.

“Untuk saat ini kita tidak bisa berbuat apa-apa, kita tahu bagaimana sikap Rizal. Mereka itu keluarga tidak pantas dianggap remeh jika kita mendukung keputusan Dirga sama halnya mengantar anak kita ke jurang kehancuran.” Robert memeluk sang istri untuk memberikan kekuatan.

***

Dinda pulang ke rumah saat sang mama meneleponnya mengatakan kalau kakeknya datang, bukan menjadi rahasia bahwa dirinya begitu dekat Rizal. Beberapa menit kemudian sampailah di kediamannya dan benar mobil biasanya kakeknya pakai sudah terparkir rapi di halaman.

“Assalamuaikum, Putri cantik kalian telah pulang!” teriak Dinda.

“Waalaikumsalam,” jawab mereka serentak.

“Kakek!” Dinda langsung memeluk Rizal.

“Sepertinya ada yang begitu merindukan kakek tua ini.” Rizal membalas pelukan cucunya.

Dinda tidak menjawab tapi jujur rasa rindunya begitu dalam mengingat Rizal beberapa minggu ini sering keluar kota sehingga dirinya merasa kesepian.

“Baru juga beberapa minggu belum satu tahun udah kangen aja,” ledek Dika.

“Kakek liat kak Dika selalu jahili Dinda,” adu Dinda.

“Dika berhenti jangan ganggu adikmu jika masih sayang mobilmu!” Tegur Rizal.

Dika langsung diam mana berani melawan Rizal dan tolong ingatkan dia kalau kakeknya berada di sini aduan Dinda sama halnya malah petaka. Dimas yang melihat hal itu hanya tersenyum tipis, dia dasar bahwa sebenarnya kebahagiaan terletak pada adik bungsunya.

'Jangan harap pernah bermimpi mendapatkan permata kami,' batin Dimas.

Ya, Rizal sudah menceritakan semuanya kepada anggota keluarga yang memancing kemarahan Dimas dan Dika, jika bukan karena Mikail mungkin Dimas langsung menghabis Dirga saat itu juga.

'Pria tua tunggu tanggal mainnya.’ Dika menatap adiknya sambil terus menyumpah serapah Dirga dalam hati.

Milik CEO Tua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang