bab 6

101 64 109
                                    


Hari ditunggu-tunggu untuk Dirga telah tiba di mana dia akan mengajar di kampus, suasana hatinya begitu baik kali ini sebentar lagi dia akan semakin dekat dengan pujaan hatinya. Beberapa menit kemudian, dia akhirnya sampai di kampus banyak jeritan mahasiswi saat Dirga turun.

“Capek tuh, walaupun sudah tiap muda lagi.”

“Masya Allah harus rajin-rajin ke kampus ini.”

“Calon istrimu di sini, Pak.”

Masih banyak pujian-pujian yang tersemat untuknya. Namun, semua itu tidak ada gunakan sebab hatinya milik orang lain. Dia langsung disambut hangat oleh para dosen, yang dibalas dengan tatapan datar.

“Selamat datang, Pak,” sambut Darma—dosen yang terlihat lebih tua dari yang lain.

“Terima kasih, sebaiknya tunjukan ruangan saya.” Dirga masih mempertahankan wajah datarnya.

Mereka langsung bubar dan Darma langsung menunjuk ruangan yang sudah didesain sedemikian rupa tentu saja berbeda dengan ruangan lainnya. Darma memutuskan untuk pergi setelah mengantar Dirga ke depan pintu ruangannya sebab tidak mau berlama-lama berada di dekat pemilik kampus ini saat merasa aura yang menyeramkan.

***

Dinda masih berada di rumahnya sebab tiba-tiba saja dia demam yang menghebohkan seluruh penghuni mansion Wijaya, semua orang khawatir bahkan Ayu sudah menangis, dia tidak bisa melihat putrinya seperti yang biasa ceria selalu mengundang tawa kini terbaring lemah. Mikail sampai harus membatalkan rencananya ke luar kota saat mengetahui itu.

“Kalian sudah menghubungi dokter?” tanya Rizal khawatir.

“Sudah, Kek mungkin dia dalam perjalanan,” jawab Dika.

“Kenapa lama sekali? Jika sampai adikku kenapa-kenapa aku pasti dia kembali hanya dengan nama!” Dimas tidak dapat berpikir jernih.

Ini bukan kali pertamanya Dinda jatuh sakit, tetapi jika dia sakit matanya selalu tertutup membuat semua orang khawatir. Tiba-tiba kejadian beberapa tahun lagi terbayang.

Flashback on

Dinda masih berumur 7 tahun selalu suka dengan pantai sehingga setiap akhir pekan Mikail memboyong keluarganya pergi ke pantai. Mereka selalu suka dengan air dan bermain pasir. Mereka sama seperti keluarga lainnya yang hidup bahagia.

“Ma, Dinda mau main pasir sama kakak.” Dinda kecil langsung menarik kedua tangan sang kakak.

Dimas dan Dika hanya mengikutinya saja senyuman Dinda adalah segalanya bagi mereka jadi menolak adalah hal yang paling sulit. Mereka asik bermain tanpa mengenal waktu dan cuaca akan menudung kala itu. Ayu langsung memanggil mereka saat sudah mulai gerimis bukannya menurut Dinda malah semakin asik bermain hujan.

Dinda akhirnya puas dan memutuskan mengajak orang tuanya pulang sebab Kapalanya mulai terasa berat di dalam perjalanan pulang dia hanya diam membuat anggota keluarganya menjadi heran.

“Adek kenapa?” tanya Dimas.

“Tidak,” balas Dinda dengan lemas.

“Adek kenapa kok diam?” Dika langsung memegang tangan Dinda sebab Dinda berada di tengah antara Dika dan Dimas. “Pah, tangan adek panas!”.

Mikail langsung merem mobilnya secara tiba-tiba dan berbalik memegang dahi putrinya dan ternyata memang panas, sedangkan Dinda sudah mulai menangis menambah khawatir mereka. Mikail langsung mengarahkan mobilnya ke rumah sakit, saat di jalan Dinda sempat muntah-muntah dan pingsan membuat khawatir menjadi-jadi bahkan Ayu sudah menangis histeris.

Beberapa menit kemudian mereka sampai dan langsung ditangani oleh dokter dan ternyata Dinda kelelahan dan terlalu lama bermain hujan membuatnya seperti itu. Bahkan Rizal langsung datang ke rumah sakit dan memarahi Mikail habis-habisan karena keteledorannya bahkan mengancam akan membawa Dinda pergi. Padahal itu hanya masalah sepele tapi jika menyangkut pertama Wijaya sepele pun dianggap besar.

Saat itu pun Mikail berjanji akan mengulangi kesalahannya dan sejak saat itu keluarga Wijaya tidak pernah membiarkan Dinda ke pantai dan selalu berada di sampingnya melindungi dan menghadapi segala sesuatu yang mengusik ketenangan putrinya.

Butuh waktu 1 Minggu Dinda dirawat sampai sembuh selama itu tidak ada canda tawa menghiasi keluarga Wijaya hanya tatapan datar. Ayu yang selalu menjaga putrinya 24 jam bisa melihat bagaimana tersiksanya Dinda saat sakit.

Flashback of

***

Dirga masuk ke kelas dengan wibawa yang kelas awal ricuh seketika hening saat melihat siapa yang datang. Saat sampai di dalam kelas Dirga orang yang menjadi alasannya ke sini.

“Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Dirga Putra Sanjaya, mulai hari saya akan menjadi dosen pembimbing kalian yang tidak suka dengan kelas saya silakan keluar!” Perkenalkan yang cukup membuat beberapa mahasiswa keringat dingin.

“Selamat pagi, Pak,” jawab mereka serempak.

“Sebelum saja mulai apakah ada yang tidak hadir?” tanya Dirga.

“Dinda, Pak, dia sakit,” jawab Desi.

Deg!

Jantung Dirga berdetak kencang mengetahui kekasihnya sakit, rasa khawatir menyelimuti hatinya. Seketika mood mengajarnya hancur, tanpa mengucapkan kata-kata apa pun dia langsung pergi membuat mahasiswa yang ada di kelas menjadi heran.

“Kenapa tuh dosen?” tanya Devi.

“Aneh banget sifatnya, ganteng sih kaya hot daddy tapi sikapnya aneh,” ujar Desi.

“Benar banget enggak jelas tidak ada angin tidak ada hujan main cabut aja dia kira kita di sini apaan.” Komentar Jono dibalas angkuhan yang lain.

'Aneh,' batin Seseorang.

'Tunggu tanggal mainnya tuan Sanjaya.” Orang di pojok sana tersenyum misterius.

Orang itu langsung mengambil ponselnya di saku dan seperti telah mengirim pesan ke seseorang beberapa menit kemudian menyimpan kembali ke sakunya. Senyuman miris terpancar di wajahnya.

***

Ting!

Bunyi notifikasi pertanda ada pesan masuk pria itu langsung mengambil dan membacanya seketika rautnya begitu datar tangannya mengepal erat untuk melampiaskan amarahnya. Dia langsung meninggalkan ruangan yang serba gelap itu.

“Terus pantau jangan ada terlewatkan!” Perintah Pria itu pada bodyguard.

“Baik, Tuan.” Bodyguard itu langsung pergi tanpa diperintah dua kalinya.

Pria itu langsung pergi dan menjauh, dia hanya perlu menerima laporan dari bawahannya sebaiknya dia tinggal di rumah memantau semuanya sebentar lagi kehancuran akan segera datang dan itulah yang dia tunggu selama ini.

“Sebentar lagi dia akan menjadi milikku dan akan aku pastikan cuma milikku.” Dia tertawa yang begitu mengerikan.

***

Dirga memutuskan ke kantor untuk menenangkan dirinya, dia sudah disambut Kevin di sana yang sudah menyiapkan mental sebab bisa jadi pelampiasan Dirga.

“Maaf, seharusnya aku mencari tahu apakah Dinda ke kampus atau tidak,” ucap Kevin memelas.

“Seharusnya ini tidak terjadi bagaimana bisa hal sekecil itu tidak kamu ketahui!” sentak Dirga

Kevin cuma bisa diam jika menjawab bisa-bisa nyawanya melayang meskipun mereka bersahabat, tapi jika Dirga sudah marah di tidak bisa berpikir jernih itulah alasannya dia yang menjadi sekretarisnya selama ini meskipun sebenarnya dia juga mempunyai perusahaan walaupun perusahaan Dirga lebih besar.

“Pergi aku ingin sendiri!” usir Dirga.

Kevin langsung pergi mengerjakan tugas-tugasnya yang menumbuk jika sampai melakukan kesalahan seperti hidupnya akan berantakan. Sedangkan Dirga berpikir keras sepertinya ada keganjilan dalam ini.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Sepertinya ini tidak kebetulan tapi apa?” Dirga bertanya pada dirinya sendiri.

Milik CEO Tua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang