bab 8

83 50 34
                                    

Seperti mahasiswa lainnya Dinda datang pagi-pagi sebab ada kelas pagi, namun saat di perjalanan ke kampus dia melihat seseorang yang mengalami kesusahan akhirnya dia menepikan mobilnya lalu turun.

“Maaf ada yang bisa saya bantu?” tanya Dinda.

“Iya, ini mobil saja mogok tolong hubungi montir kesini ponsel saja habis baterainya.” Pria itu langsung berbalik membuat lawan bicaranya gugup.

Dinda langsung kaget ternyata orang itu dosennya, andai waktu dapat terulang kembali mungkin dia akan mengulanginya sebab dia tidak mau berurusan dengan dosen misterius ini. Dia mengutuk dirinya sendiri.

“Eh. Bapak saya sudah telepon montir jadi saya harus pergi sebab ada kelas pagi takut telat dan dosen marah,” ucap Dinda.

“Tunggu, bagaimana bisa kamu ada kelas pagi kalau dosen yang mengajarmu masih di sini dan siapa yang akan memarahimu jika kamu telat karena menolong saya?” Dirga tidak habis pikir dengan pemikiran Dinda.

Dinda mengerutuki kebodohannya saking gugup dia lupa kalau yang mengajar pagi ini adalah Dirga dan tidak mungkin dia terlambat sedangkan dosennya masih di sini yang ada kemungkinan jam kosong.

“Eh, maaf Pak. Ya sudah saya ke kampus lalu bilang ke mahasiswa lain kalau bapak telat sebab mobil bapak mogok atau saya chat ya supaya mereka tidak ke kampus,” ucap Dinda, polos.

Dirga melotot mendengarnya harusnya mahasiswanya ini menawarkan dia tumpangan bukan malah ke kampus tanpa dirinya, Dirga ini mengurung Dinda saat melihat wajah polosnya seolah-olah dia tidak berdosa.

“Seharusnya kamu memberikan tumpangan bukan malah bawel seperti itu,” ketus Dirga.

“Oh, bapak minta tumbang bilang dong dari tadi,” tutur Dinda.

“Seharusnya kamu mengerti itu,” kesal Dirga.

“Baiklah karena saya baik dan suka menabung maka bapak tidak boleh menumpang, bapak kira mobil saya apaan, tadi saya sudah pesankan taksi online tapi ingat ya pak harus bayar nanti uang jajan saya kurang jangan kaya orang susah deh.” Dinda langsung meninggalkan Dirga melongo mendengar semuanya itu.

Saat sadar mobil Dinda sudah mulai jauh mendengar jawaban itu Dirga ingin memakan hidup-hidup gadisnya baru kali ini ada yang berlaku kurang ajar padanya dan baru pertama kali ini juga dia tidak marah malah sangat gemas. Padahal dia sudah menyumpah serapah Kevin sebab tidak memeriksa mobilnya terlebih dahulu dan seperti Kevin harus diberi bonus yang besar kali ini.

'Gadis nakal.’ Dirga membatin.

***

Dinda mengemudi mobil dengan senang saat melihat ekspresi wajah dosennya itu, tentu saja dia tidak mau memberikan tumbang bisa-bisa keenakan dosen itu pikirnya.

Beberapa menit kemudian Dinda datang sampai ke kampus ternyata di belakangnya sudah ada Dirga keluar dari taksi sedang menatapnya tajam. Dinda yang merinding memutuskan lari ke kelas takut diamuk macan tutul. Ternyata Laras sudah ada di depan kelas menunggu dengan raut khawatir.

“Dari mana saja kamu, Din? Jika 5 menit kamu belum sampai mungkin akan aku hubungi om Mikail.” Ucapan Laras mampu membuat Dinda melotot jika papanya tahu bisa ini akan menjadi masalah besar.

Dinda langsung menarik tangan Laras masuk saat melihat Dirga berjalan ke arah kelas mereka.

***

Mikail berada di kantor pikirannya sedikit pusing sebab beberapa hari ini pekerjaannya begitu menumpuk dan dia harus keluar negeri dalam jangak waktu 1 bulan sedangkan anak-anaknya kecuali Dinda harus mengurus kantor cabang yang berada di luar kota, sedangkan Rizal tadi pagi sudah pergi ke Jerman bertemu dengan rekan bisnisnya yang menjadi pikirannya putrinya tidak ada yang menemaninya sebab Ayu harus ikut dengannya mengurus keperluannya.

Mikail tidak mau kecolongan seperti sebelumnya tidak mungkin dia menitipkan Dinda pada Laras sebab dirinya tahu kalau Laras tinggal sendiri di apartemen itu begitu berbahaya.

Tok! Tok! Tok!

Ketukan pintu mengalihkan perhatiannya lalu menatap asal suara lalu berkata, “ masuk,” pintanya.

Ceklek!

Pintu terbuka dan ternyata di sana Dimas bersama dengan Dika, tanpa meminta persetujuan mereka langsung duduk dengan santai.

“Pah, bagaimana siapa yang akan menjaga Dinda selama kita tidak ada apalagi keluarga kita tidak ada di sini?” tanya Dika.

“Papa masih bingung apa kita bawa dia saja?” Kalut Mikail.

“Itu tidak mungkin pah, Dinda pasti menolak untuk ikut kita semua tahu wataknya jika kita paksa dia akan marah,” jelas Dimas.

“Apa kita titipkan dia pada keluarga Sanjaya saja?” usul Dika.

“Tidak!” Sentak Mikail dan Dimas bersamaan.

“Pah, kita tidak ada pilihan lain sekarang, apalagi orang itu masih berkeliaran di sekitar kita, keluarga Sanjaya juga kuat apalagi lelaki tua itu pasti mau melindungi Dinda dengan sepenuh hati cuma 10 hari setelah itu aku dan Dimas akan kembali dan semuanya akan baik-baik saja,” jelas Dika panjang lebar.

“Tapi papa takut kalau Dirga akan nekat,” ucap Mikail, khawatir.

“Yang dikatakan Dika seperti ada benar, Pah. Aku lebih takut pada orang itu dibandingkan Dirga tua itu lagi pula tuan Robert pasti tidak akan tinggal diam jika anaknya macam-macam, sebelum kita menangkap orang itu Dinda harus dijaga dengan ketat. Dimas tidak mau ambil resiko dalam hal ini.” Dimas mengucapkan itu sebab tidak ada yang bisa membantunya selain keluarga Sanjaya.

Dimas tahu dengan ini dia memberikannya jalan mendekati adiknya, tetapi pilihan ini begitu sulit jika saja perusahaan di cabang tidak mengalami masalah serius mungkin saja cuma dia yang akan pergi dan memberikan Dika yang menjaga Dinda.

“Baiklah, papa akan menghubungi Tuan Robert dan kalian jemput Dinda di kampus sekarang ini nanti malam kita akan berangkat dan usahakan menyelesaikan pekerjaan kalian dengan cepat jangan sampai pria tua itu mengganggu putriku!” Mikail langsung memerintahkan anak-anaknya.

***

Robert berada di kantornya tidak handphonenya berdering pertanda ada panggilan masuk saat dia melihat nama penelepon dia langsung was-was takut putranya melakukan kesalahan.

“Halo.”

 “....”

“Aku ada di kantor baiklah aku akan menunggumu.”

“....”

“Tidak perlu minta maaf lagi pula aku tidak sibuk.”

Panggilan pun terputus entah apa yang terjadi sehingga Mikail ingin bertemunya, tetapi nada bicaranya tidak ada amarah di sana. Robert tidak mau hubungan kekeluargaan mereka hancur begitu saja selama ini Mikail sopan padanya bahkan menganggapnya sepertinya ayahnya sendiri.

Beberapa menit kemudian Mikail datang dengan berwibawa membuat perempuan histeris, tetapi yang menjadi alasan perempuan histeris bersikap bodoh amat. Mikail langsung mengetuk pintu dan saat dipersilahkan masuk oleh Robert, dia langsung masuk dengan sopan dan duduk saat dipersilahkan.

“Maaf mengganggu waktu luang anda,” kata Mikail tidak enak.

“Tidak masalah ada apa tumben datang ke sini secara dadakan?” tanya Robert penasaran.

 Mikail langsung mengutarakan kepentingannya datang ke sana dan sedikit menceritakan alasannya menitipkan putrinya, sedangkan Robert mengangguk paham dan tentu saja mengiyakan apalagi dia juga tahu tentang masalah itu.

Milik CEO Tua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang