Ego 2. Salsabila

32 9 8
                                    

Alter ego kedua yang ditemui di tubuh Kastaman bernama Salsabila, ia adalah seorang gadis berumur dua puluh tahun dengan profesi sebagai pramugari

-ooo-

Masalembo, 02 Januari 2007
Pulau Masalembo Pasca Jatuhnya Pesawat Adam Air 574

Salsabila masih mencoba menggerakkan tubuhnya yang kaku tertimpa sepenggal besi puing pesawat. Lebih parah lagi ketika dirinya mendapati bahwa kaki sebelah kiri sudah terpisah dari tubuhnya. Salsabila hanya bisa menangis menjerit atas keadaan yang menimpanya.

Ia berteriak sekuat tenaga dengan sisa-sisa energi yang dia punya, meminta tolong, tetapi jelas hasilnya nihil. Sudah sampir sehari sejak jatuhnya pesawat, tim evakuasi masih belum sampai ke titik lokasi.

Salsabila mengedarkan pandangannya berharap masih terdapat setidaknya satu orang yang bernapas sama seperti dirinya. Namun, naas ketika pemandangan-pemandangan mengerikan justru harus ia saksikan.

Seorang ibu yang wajahnya terbelah dengan bayi yang masih erat dalam gendongannya. Seorang pemuda gosong dengan lelehan kulit tercium seperti aroma sapi panggang. Sampai sekiranya satu meter di samping Salsabila, rekan pramugarinya yang remuk sudah tidak bisa diidentifikasi bentuknya.

Sejak saat siuman, Salsabila tidak berhenti menangis. Rasa perutnya yang terus berbunyi karena lapas, menjadikannya mau tidak mau harus memakan apa pun yang ada di dekatnya. Ya, seorang gadis remuk tadi yang bertuliskan Ayu dalam name tag-nya menjadi sarapan pagi Salsabila.

Karena memang tidak bisa bergerak, Salsabila hanya menunggu pasrah. Antara dirinya akan diselamatkan atau dirinya akan menjadi bangkai bau yang siap di lahap oleh belatung seperti yang lain.

Keadaan hutan Masalembo sangat gelap. Tumbuhan tinggi yang lebat membuat cahaya matahari tidak bisa menembus sela-sela dengan baik. Namun, Salsabila yakin, saat ini adalah siang hari.

Sampai beberapa saat kemudian, Salsabila mendengar suatu pergerakan mendekat ke arah dirinya. Ia memejamkan matanya, ketakutan jika itu adalah binatang buas yang akan memangsanya. Gadis itu berusaha setenang mungkin.

"Semuanya mati."

Salsabila menjadi lebih tenang karena suara langkah kaki itu berasal dari manusia juga. Ia langsung membuka matanya dan berteriak. "Di-di  sini, aku ... hidup."

Hening. Salsabila yang keheranan pun menoleh ke sana-ke mari mencari sumber suara yang tadi.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar seseorang yang berusaha mengangkat puing pesawat yang menimpa kaki Salsabila. Mereka tidak sendiri, terdapat lima orang perempuan mengenakan terusan panjang dengan rambut yang diikat senada.

"Kau tidak apa-apa, Nona?" tanya salah satu dari mereka.

Sudah lihat kalau kakiku hilang, huh? Salsabila menggerutu dalam hati.

"Kita bawa nona ini ke rumah."

Saat setelah mendengar kalimat yang melegakan itu, Salsabila pun pingsan. Ia senang akhirnya dirinya bisa ditemukan oleh seseorang yang menolongnya.

Salsabila terbangun mendengar samar-samar suara lantunan musik dari luar ruangan. Ia mencoba duduk. Ajaibnya tubuh Salsabila terasa ringan dan sama sekali tidak sakit lagi. Sesekali gadis itu menggerakkan tangannya memutar, lehernya ke kanan-kiri. Salsabila benar-benar tidak merasakan sakit sedikit pun.

Puncaknya adalah ketika ia menoleh ke arah bawah. Kaki kanan yang ia yakini sudah terlepas dari tubuhnya dengan diluar nalar sudah kembali utuh dan bisa digerakkan.

"Sudah bangun, Nona?" tanya seseorang yang tiba-tiba masuk dengan anggun ke dalam ruangan. "Saya Bertha, salah satu yang membawamu ke sini. Bagaimana? Kau merasa prima?" sambungnya.

Salsa yang terpana melihat seorang wanita di hadapannya itu pun mengangguk pelan. Bagaimana tidak, Bertha berpenampilan sangat cantik dengan gaun putih bercorak keramik biru. Bibirnya yang merah Salsabila yakini bahwa itu adalah lipstik termerona yang ia pernah lihat. Matanya sayu menyejukkan, sampai kulitnya yang putih bersih membuat Salsabila tidak berhenti memandangi Bertha. Tidak hanya itu, wewangian yang dikenakan Bertha pun tercium sewangi bunga kasturi.

"Eh, bagaimana kakiku bisa kembali?" Ini adalah pertanyaan yang sudah Salsabila simpan sejak tadi.

"Kembali? Kakimu utuh dan tidak ada masalah, kok. Kami hanya mengobatimu dengan beberapa minyak dan herbal ciptaan sesepuh kami di sini." Bertha menjelaskan dengan tata krama yang sangat sopan.

"Bertha, ayo, kau akan melewatkan bagian paling serunya." Seorang gadis lain masuk ke dalam ruangan dengan terburu-buru.

"Sukma, bisa jaga kesopananmu di hadapan tamu?" omel Bertha tentu dengan nada yang masih lembut.

"Oh, maaf. Salam kenal, saya Sukma." Gadis yang ditaksir berumur tujuh belas tahun itu menyapa Salsabila.

"Aku Salsabila." Senyuman dibalas dan ditujukan pada Sukma.

"Ayo, kau mau ikut? Kami sedang mengadakan festival mingguan," ajak Sukma.

Salsabila melirik ke arah Bertha dan mendapati satu anggukan yakin membuat dirinya merasa direstui untuk ikut. Salsabila awalnya berpikir ia akan kaku berjalan, tetapi ternyata tidak. Dirinya bisa berjalan dengan normal dan bahkan tanpa disadari Salsabila sudah mengenakan gaun putih yang sama dengan wanita yang lainnya.

Saat ketiganya keluar ruangan, di sana sudah terdapat hampir tiga lusin perempuan muda dan tua sedang bersenandung diiringi musik yang mendayu-dayu. Di tengah kerumunan itu, terdapat empat orang yang menari membentuk lingkaran dengan lincah. Salsabila melihat itu tergugah rasanya untuk ikut menari.

"Ayo, ikut aku." Sukma menarik tangan Salsabila ke tengah kerumunan dan mengajaknya menari.

Salsabila yang notabenenya tidak bisa menari pun di sana dengan keheranan ia dapat mengikuti seluruh gerakan yang lakukan oleh perempuan muda lainnya. Setelah dia menangis dan memakan bangkai temannya sendiri selama sehari, ia tidak berekspektasi bahwa dirinya akan berkumpul dengan gadis-gadis ini di tempat antah berantah.

-ooo-

"Inspektur Dimas, lapor. Kami menemukan satu mayat lagi di bawah pohon beringin besar." Seorang pria dari tim Pencarian dan Pertolongan (SAR/Search and Research) melaporkan temuannya lewat HT.

"Apakah ada yang bisa dideskripsikan? Mungkin kita butuh beberapa orang untuk mengevakuasinya, Evan," ujar Inspektur Dimas di seberang.

"Benar, mayat ini terlihat sudah tidak utuh, badannya penuh luka cabik seperti terkaman makhluk buas. Satu-satunya yang bisa diidentifikasi adalah papan namanya." Evan mendekat ke arah mayat tersebut untuk melihat papan dadanya.

"Siapa? Aku kerahkan dua orang membawa tandu dari sini." Terdengar Inspektur Dimas memerintah beberapa orang untuk mengevakuasi ke tempat Evan.

"Di sini bertuliskan, Salsabila Manohara."

[END] Kastaman: The Untold StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang