Alter ego kelima belas yang ditemui di tubuh Kastaman bernama Ani, ia adalah seorang ibu rumah tangga berumur empat puluh tahun
-ooo-
Bandung, 01 Januari 1999
Gua Jepang, Taman Hutan Raya Ir. H. DjuandaAni akhirnya bisa merasakan liburan tahun baru lengkap bersama dengan keluarganya. Ia, sang suami, dan kelima anaknya pergi ke sebuah tempat wisata alam yang cukup terkenal di daerah Cimenyan, Bandung. Alasan destinasi ini dipilih oleh Ani dan keluarga adalah karena anak-anak Ani memang sangat menyukai tempat-tempat alam seperti hutan raya.
Pada awalnya, Ani hanya ingin berkunjung dan berjalan-jalan di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda nya saja. Namun, setelah sampai di sana, hati Ani mulai tertarik akibat tawaran dari pemandu wisata terkait satu gua yang menjadi destinasi favorit orang-orang yang datang ke sana.
Gua tersebut bernama Gua Jepang. Konon katanya, gua ini dibangun oleh para romusha (orang Indonesia yang menjadi pekerja paksa) sejak tahun 1942 hingga Jepang kalah pada Perang Dunia II di tahun 1945. Di sini adalah tempat tentara Jepang membunuh romusha sekaligus tempat tentara Jepang terbunuh oleh sekutu di saat kekalahannya. Maka itu, Gua Jepang ini dijuluki sebagai tempat wisata mistis sekaligus bersejarah bagi orang-orang.
Ani yang tertarik pun mengajak semua keluarganya untuk ikut dan masuk ke dalam gua tersebut. Namun, sayangnya tidak satu pun dari mereka yang setuju dan mau ikut. Beberapa saat terjadi juga perdebatan antara Ani dan sang suami yang melarangnya untuk ke sana.
Ani memang seorang Sarjana Humaniora dengan jurusan Ilmu Sejarah di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Namun, karena sudah lama tidak bergelut di bidang tersebut sebab sibuk mengurusi anak dan suami, Ani merasa rindu kembali ke masa-masa dirinya kuliah dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Indonesia.
Memang pada saat itu Ani tidak sempat pergi ke Gua Jepang ini, sehingga baru tersadar kembali bahwa ini adalah kesempatan dirinya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan jauh datang dari Surabaya ke Bandung.
Singkat cerita, setelah perdebatan yang cukup alot Ani akhirnya mendapatkan izin dari sang suami dengan syarat anak sulung Ani harus ikut untuk menemani dirinya. Suami Ani adalah orang yang penakut, jadi tidak heran jika dirinya tidak mau ikut masuk ke tempat-tempat bersejarah apalagi tempat tersebut mengandung cerita mistis. Ani pun setuju, ia dengan anak pertamanya yang bernama Farhan pun pergi bersama satu pemandu.
Perjalanan menuju Gua Jepang cukup sulit dan licin. Saat itu, masih banyak sekali pepohonan besar rindang yang menutupi area jalan. Rerumputan yang tinggi tidak jarang menjadi hambatan bagi mereka saat berjalan.
Letak Gua Jepang dari gerbang utama Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda sekitar lima ratus meter. Sesampainya mereka di depan gua, pemandu kembali bertanya pada Ani apakah dirinya mau masuk atau tidak. Jelas Ani menjawab dengan perasaan yakin jika dirinya ingin masuk. Untungnya Farhan adalah anak yang pemberani, jadi dirinya mau mau saja jika diajak masuk ke dalam gua.
Begitu memasuki gua, Ani merasakan udara dingin yang sangat berbeda dari udara di luar gua. Udara dingin tersebut seolah masuk dan menghantam tubuh Ani. Sebenarnya sejak saat itu, Ani sudah merasakan ketidak nyamanan berbalut rasa penasaran terhadap gua tersebut.
Kondisi gua tersebut cukup gelap gulita, untungnya Ani dan Farhan sempat menyewa senter yang memang dibawa oleh sang pemandu. Gua Jepang ini memiliki empat pintu masuk dan lubang penjagaan yang semuanya menyambung menjadi satu jalan pada akhirnya. Terdapat empat kamar dan bunker-bunker terbengkalai di dalamnya.
Dinding gua tidak disemen atau ditembok, tidak ada yang direnovasi sehingga masih sama seperti aslinya yakni berupa batu-batuan kecil dan tidak dialiri listrik. Ada satu pohon kecil yang terdapat di dalam gua yang sebenarnya itu hanyalah rumput liar yang belum dicabut, tetapi Ani yang penasaran malah menghampiri pohon tersebut.
"Pak, ini pohon lada, ya?" tanya Ani seraya berjongkok dan memegang daunnya. "Eh, merica?" Karena takut tidak paham, Ani mengoreksi kalimatnya.
Mendengar hal itu, pemandu sekaligus juru kunci tersebut hanya terdiam. Ia memelotot ke arah Ani, dan langsung mengatakan. "Istigfar, cepat. Ayo kita keluar dari tempat ini!"
Ani yang kaget karena dibentak oleh juru kunci pun kebingungan, "Hah? Kenapa, Pak? Ada apa?" tanyanya seraya berdiri dan mendekat.
"Sudah, ayo kita pergi dari sini, cepat," ujar pemandu tersebut langsung berbalik badan dan pergi dari sana.
Ani pun menyusul dari belakang. Sesampainya di mulut gua dan akhirnya mereka keluar dari gua tersebut, baru lah sang pemandu menjelaskan. Salah satu pantangan atau larangan di Gua Jepang tersebut adalah mengucapkan kata "lada" di dalam gua.
Konon katanya, ini berasal dari Ki Lada Wisesa, seorang nama tokoh masyarakat sekitar yang benar-benar diagungkan dan dihormati. Ki Lada Wisesa memiliki ilmu yang sangat sakti sehingga meskipun keberadaannya sudah tiada, sisa-sisa dari arwahnya masih menghuni di sekitar Gua Jepang tersebut. Menurut kepercayaan, jika mengucapkan kata tersebut, pengunjung akan mengalami hal-hal mistis atau bahkan kesurupan.
Ani mendengar penjelasan dari juru kunci seraya berjalan kembali ke tempat suaminya berada pun mengangguk-angguk sambil memahami. Sesampainya di sana, mata suami Ani tertuju tajam kepada Ani dan bertanya.
"Di mana Farhan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Kastaman: The Untold Story
Mystery / ThrillerIstilah yang sudah marak dipakai sejak awal abad ke-19 lagi-lagi menjadi sebuah malapetaka. Istilah ini dicetuskan oleh seorang psikolog saat dirinya meneliti terkait gangguan identitas disosiatif. Alter ego .... Banyak orang yang mengklaim gangguan...