Ego 3. Eggi

29 8 4
                                    

Alter ego ketiga yang ditemui di tubuh Kastaman bernama Eggi, ia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir jurusan seni teater

-ooo-

Palembang, 10 November 2006
Delta Kecil di Sungai Musi, Pulau Kemaro

Eggi bersama kedua temannya memutuskan untuk pergi ke Palembang guna memenuhi rangkaian tugas akhir di kampusnya. Sebagai seorang mahasiswa dari jurusan seni teater, Eggi mendapatkan ide penelitian terkait suatu opera lawas yang ada di Sumatera Selatan, Tunil. Alasan dirinya jauh-jauh dari Jakarta pergi ke Palembang adalah selain dirinya suka dengan hal-hal nyentrik, dia juga berpikiran untuk mengerjakan tugas akhir ini sembari jalan-jalan.

Singkat cerita, Eggi akhirnya sampai di Palembang. Berbekal informasi yang ia ulik dari internet, Opera Tunel ini beberapa kali masih suka diadakan di sebuah pulau kecil di Sungai Musi. Meski demikian, informasi internet pada tahun 2006 masih terbilang minim.

Perkiraan awal Eggi dan teman-teman ke Pulau Kemaro menggunakan perahu ketek akan menempuh waktu kurang lebih tiga puluh menit dengan jarak perjalanan enam kilometer. Namun, tunggu punya tunggu, kapal yang mereka tumpangi tidak kunjung sampai ke pulau yang dimaksud.

Sampai satu teman Eggi yang bernama Yusuf berkata mengeluh, "Ini yakin kita bakalan pulang pergi setiap hari seperti ini? Nanti lelah di jalan, sih. Aku yakin."

"Ya, coba aja nanti siapa tahu ada rumah penduduk atau mesjid di sana bisa kita ikut tinggal untuk beberapa hari," ujar Eggi.

Memang target awal Eggi di Pulau Kemaro ini berkisar tiga hari saja. Namun, biasanya jika mereka melakukan riset seperti ini, waktu yang dihabiskan akan lebih panjang dari rencana awal.

Sampai sekiranya sudah tiga jam mereka terombang-ambing di perairan akhirnya mereka sampai di suatu pulau. Eggi mengedarkan pandangannya, ia berkutat dengan pikirannya sendiri.

"Gi, ini apa tidak salah?" tanya Yusuf. "Bukannya Pulau Kemaro itu tempat wisata, ya?"

"Iya, dari internet sih begitu, coba aku cek lagi sekali." Eggi kembali mengeluarkan ponselnya dan mulai menelusuri lagi pencarian terkait Pulau Kemaro. "Di internet seperti ini? Harusnya benar, sih."

"Eh, Pak. Ini benar Pulau Kemaro?" Yusuf yang masih ragu pun menanyakan pada pengemudi kapal tadi.

"Iya benar, Dek. Tapi ini bagian belakangnya, kalian masih harus jalan mengitari pulau ini untuk sampai ke tempat wisata," ujar sang pengemudi yang kemudian bersiap pamit untuk pulang kembali.

"Oh, iya, Pak." Yusuf membalas dengan senyuman pasi. "Ada gila-gilanya kita diantarkan ke bagian belakang pulau." Yusuf mulai kesal dengan situasi ini.

Melihat temannya sedang dalam suasana hati yang buruk, Eggi pun mencoba menenangkan Yusuf. Ia berkata bahwa dirinya akan mentraktir makan kedua temannya selama mereka berada di Pulau Kemaro ini.

Mendengar hal itu, Yusuf dan satu orang lagi yang bernama Rinto pun kegirangan. Bagaimana tidak, makan gratis adalah salah satu hal yang dicari-cari oleh setiap mahasiswa.

"Ya sudah, ayo kita jalan dan cari penginapan terlebih dahulu," ajak Eggi.

Semua sepakat dan mulai menyusuri pulau yang penuh dengan pepohonan rindang. Tidak lama mereka berjalan, ketiganya melihat ada kerumunan ramai di dekat sebuah bangunan tinggi yang letaknya hampir masuk ke dalam hutan pulau. Eggi, Yusuf, dan Rinto bergegas mendekat.

Banyak sekali orang di sana, beberapa mereka yakini adalah warga asing yang berkunjung ke pulau itu sama halnya dengan Eggi dan kedua temannya.

"Ini, sedang ada pertunjukan apa, ya?" Eggi yang memiliki sifat sok kenal sok dekat pun mencoba melipir bertanya pada dua orang bapak-bapak.

"Sedang ada Opera Tunil, Dek. Kebetulan sebentar lagi mulai, makanya rame masih pada di luar." Eggi melihat kumis bapak gemuk itu berkedut seiring dengan perkataannya.

"Oh, apakah kami bisa ikut masuk, Pak?" Secara antusias Eggi menjelaskan rinci terkait tujuan dirinya datang ke pulau ini untuk apa.

"Lebih baik kalian simpan barang bawaan kalian di rumah saya terlebih dahulu, karena ini akan berlangsung lama dan panitia biasanya tidak mengizinkan orang masuk membawa barang bawaan yang sangat banyak," jelas bapak kumis yang ternyata bernama Ugik. "Rumah saya dekat, mari," sambungnya.

Kesimpulan dari perbincangan Eggi dan Pak Ugik memang mengarah ke mana-mana. Jelas Eggi bertujuan untuk mencari informasi terkait tempat yang bisa mereka tinggali. Untungnya Pak Ugik adalah sesosok pria yang baik hati. Rumahnya memang seringkali dipakai sebagai tempat tinggal turis yang datang ke Pulau Kemaro.

"Eh, tapi sudah mau mulai, ya? Dek Eggi, mau masuk duluan gak apa, biar saya dan dua temanmu yang simpan barang-barangnya." Pak Ugik menawarkan bantuan sekali lagi kepada Eggi.

"Eh, tidak apa-apa, Pak?" tanya Eggi. "Gimana, nih?" lanjutnya pada kedua temannya.

"Iya, tidak apa. Kamu kan yang harus mengambil data, kami di sini hanya temani kamu. Jadi, tidak masalah jika kami melewatkan beberapa adegan." Rinto yang masih kaku dalam berbahasa Indonesia baku pun mencoba meyakinkan Eggi.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Eggi mengiyakan dan sepakat untuk masuk ke dalam teater terlebih dahulu dengan syarat Yusuf dan Rinto harus menyusul dirinya juga. Acungan jempol tertanda setuju dari keduanya.

Eggi berterima kasih pada Pak Ugik dan langsung bergegas memasuki antrian teater. Tunil atau yang akrab disebut dengan Opera Van Basemah adalah sebuah teater tradisional Suku Basemah, Sumatera Selatan. Biasanya Tunil diadakan sebagai hiburan semata dengan lawakan-lawakan yang bisa mengocok perut penonton.

Para Penonton biasanya akan tertawa terbahak-bahak setelah melihat seorang Kasim berjalan perlahan setengah berjinjit memasuki panggung utama. Penyebab penonton tertawa adalah karena tampilan Kasim yang aneh.

Wujudnya bisa dibilang perempuan, bisa juga dibilang laki-laki. Kostum yang dikenakan Kasim berupa baju kurung plus kerudung di kepala membuat penampilannya mirip seorang kerbai atau ibu-ibu. Namun, kostum ini tak dapat menutupi jenggot panjang yang sudah memutih menggantung di dagu Kasim plus kumis tebal di atas bibirnya.

Pada awalnya berjalan dengan sangat mulus. Seluruh penonton sesuai harapan terhibur. Eggi yang baru pertama kali menyaksikan secara langsung pun tidak kalah terhiburnya. Ia beberapa kali tertawa terbahak-bahak.

Hingga pada satu momen, sang Kasim naik ke atas semacam balkon, berlagak seperti melemparkan sebuah benda bulat ke arah penonton dan boom! Ruangan teater tempat Eggi menonton Opera Tunil meledak sejadi-jadinya.

[END] Kastaman: The Untold StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang