Maya

551 8 10
                                    

"Nanti aja" ucap Maya sambil menikmati kecupanku. "Masih kangen-kangenan sama saputangan plus orangnya," imbuhnya lagi. Tak kupungkiri memang terkadang ada rasa rindu yang terselip ke orang yang sedang kucumbu sekarang, terlebih lagi ketika kutemukan saputangan yang sekarang jadi cleave gagnya terlipat rapi di lemari. Sejenak pikiranku terlempar ke masa dimana awal aku bertemu Maya.

Pagi yang cukup panas buatku kala itu. Baru saja menjejakkan kaki di Jakarta aku sudah langsung harus bersiap untuk kerasnya ibu kota. Berkemeja putih lengan panjang dan celana panjang kain aku duduk di ruang tamu kantor untuk bersiap interview pekerjaan. Semua bawaanku dari Jogja kutitipkan di hotel transit lalu bergegas menuju tempatku duduk sekarang hanya berbekalkan nekat. Entah beruntung atau memang kantor ini kurang terkenal karena yang duduk menanti interview hanya aku dan satu orang lain yang sibuk dengan gadgetnya.

Jam di dinding menunjukkan pukul Sembilan pagi ketika ada seorang perempuan datang dan bertanya kepadaku.

"Mau interview juga ya?" kalimat itu menyapaku bersama sebuah senyuman yang menarik. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman dan anggukan mengiyakan. Sebuah keramahan yang diluar ekspektasi buatku kala itu.

"Oke blangko ini tolong diisi dulu sambil menunggu satu orang lagi yang tadi masih diluar," lanjut perempuan dengan senyum manisnya itu. Dan itu adalah kali pertama aku bertemu dengan Mami Lisa. Tak lama setelah itu ada lagi satu orang datang dengan sedikit terburu-buru dan langsung duduk di sebelahku.

"Maaf Bu saya tadi ke toilet dulu setelah ketemu Ibu di bawah," katanya sambil memohon maaf sambil merapikan bajunya yang agak sedikit berantakan mungkin karena terburu-buru.

"Nggak papa, ini isi dulu blangkonya sama kaya yang lain, waktunya lima belas menit ya abis itu nanti ketemu saya satu-satu," jawab Bu Lisa masih dengan keramahannya lalu meninggalkan kami yang mulai sibuk dengan blangko dan beranjak ke satu orang lain yang dari tadi sibuk dengan gadgetnya lalu mengajaknya masuk.

"Masnya daftar di bagian apa mas?" tiba-tiba orang yang disebelahku mencoba mengajak ngobrol ketika aku sedang fokus mengisi blangko milikku.

"Marketing support, kalo mbaknya apa?"

"Orang Jawa ya mas?" tiba-tiba sebuah pertanyaan diluar konteks meluncur.

"Jogja mbak," jawabku yang mulai risih.

"Iya itu maksudku mas, o iya saya Maya," lanjutnya lagi sambil menengok ke arahku. Aku yang sejujurnya nggak peduli akhirnya menoleh dan dengan senyum standar menjawab.

"Gusti" kataku sambil mengangguk pelan meladeni perkenalan darinya. Bahkan pertanyaanku di awal belum juga dia jawab.

Lima belas menit berselang namaku lebih dulu di panggil oleh bu Lisa untuk interview. Dengan sikap seadanya aku pamit ke Maya untuk berjalan masuk ke ruang interview.

"Semangat mas Gusti," lagi-lagi aku terkaget ada orang yang baru saja ku kenal memberiku semangat bahkan walaupun bisa jadi kami berkompetisi untuk kursi yang sama di kantor ini nantinya.

"Makasih mbak Maya."

Sebuah kepalan tangan tanda memberi semangat dari Maya mengiringi langkahku menuju ruang interview. Walaupun sederhana nyatanya hal itu malah bisa membuatku lebih tenang ketika menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh interviewer. Canggung pasti ada tapi entah kenapa semua bisa mengalir dengan lebih nyaman. Sekeluarku dari ruang interview kini giliran Maya yang dipanggil masuk dan dengan santainya dia menitipkan tasnya padaku. Mau tak mau aku harus menunggunya selesai interview.

Sebuah perkenalan dadakan yang mungkin saja terlupakan andai saja hanya salah satu dari kami yang diterima. Dan yang menurutku cukup konyol adalah kami diterima, ditempatkan di divisi yang sama walaupun jobdesk kami berbeda bahkan harus berbagi cubical di fase training kami. Canggung? Pastilah... apalagi aku masih harus juga bisa membaur dengan suasana kantor baru. Hari pertamaku berjalan biasa-biasa saja karena memang aku masih harus banyak memahami jobdesk yang kedepannya harus aku lakukan dan sialnya job yang sekarang harus kukerjakan sudah ditinggalkan cukup lama oleh pekerja sebelumnya. Sebagai IT support yang baru, banyak sekali pr yang harus kuselesaikan diluar job utama sebagai support marketing. Tak banyak obrolan atau apapun yang bisa kuingat di hari pertama bekerja bersama Maya kecuali tentang saputangan handuk kecil warna pink yang dia bawa ke kantor dan diletakkan di meja. Kenapa aku mengingatnya? Karena saputangan itu tidak berpindah dari posisinya selama seharian selain ketika Maya mau ke kamar mandi.

Di sore harinya Maya memintaku untuk mengantarkannya mencari kamar kos di dekat kantor. Karena sungkan menolak akhirnya kuantar dia berkeliling walaupun aku sendiri pun tidak terlalu paham area wilayah kantor. Dengan motor yang kupinjam dari ayah untuk kendaraan sementaraku selama aku belum bisa membeli kendaraan sendiri selama di Jakarta, kuantar Maya mencari kamar kos. Di waktu itulah kami akhirnya mulai banyak mengobrol dan saling memperkenalkan diri. Di Jakarta Maya menumpang di rumah tantenya sambil menunggu kepastian mendapatkan pekerjaan dank arena rumah tantenya lumayan jauh dari kantor maka ia memutuskan untuk ngekos supaya lebih dekat dan juga lebih bebas. Dia sungkan berlama-lama menumpang karena sudah hampir sebulan dia tak juga kunjung diterima dan akhirnya hari ini dia mulai bekerja dikantor baru kami. Setelah singgah di beberapa kos-kosan akhirnya dia memilih kamar kost yang paling dekat dengan kantor.

"Makasih ya, ketemu lagi besok pagi," sebuah kalimat yang meluncur dari mulutnya ketika kami berpisah untuk hari ini di depan stasiun commuter. Maya bergegas masuk untuk bersiap naik krl sedangkan aku melanjutkan membelah jalan menuju kosanku yang sementara ini masih disubsidi ayah. Malam hari kuhabiskan sisa waktuku sambil sleepcall dengan Olive sampai kami tertidur karena lelah. Jujur terkadang masih merasa menyesal kembali ke Jakarta karena aku merasa sangat kesepian di sini. Walaupun aku pernah tinggal di kota ini tapi lebih dari separuh memori yang ada adalah memori buruk yang memuakkan. Dan beruntungnya masih ada Olive yang menemaniku tiap malam walaupun hanya via udara.

Pagi hari begitu sampai ke cubicalku di kantor, kulihat ada sekotak kotak susu coklat di mejaku dengan tempelan sticky note bertuliskan 'buat mas Gusti' dan ada nama Maya tertulis di ujung kanan bawah. Tak lama setelah itu ada tangan yang menyentuh punggungku.

"Pagi, makasih ya dah dianterin kemaren," Maya menyapaku sambil menaruh tasnya dan juga saputangan handuk pink di meja cubical.

"Ini buat gue?" aku mencoba bertanya sambil menunjukkan susu coklat yang ada di mejaku. Maya mengangguk sambil tersenyum mengiyakan. "kok ini bisa dating duluan dari orangnya?" tanyaku lagi.

"Tadi ke toilet dulu, kebelet," jawabnya pendek lalu kami mulai menyibukkan diri dengan pekerjaan kami masing-masing.


He(ll)avenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang