Aku terbangun karena aroma mie instan yang menggoda hidungku. Jam sudah menunjuk angka 9.32 pagi ketika ku buka layar handphoneku. Aku mencari Maya yang sudah tak ada di sisiku. Aku mencoba bangun untuk mencari celanaku yang semalam disembunyikan Maya. Aku cukup kaget melihat semuanya sudah kelihatan rapi.
"Udah bangun," Sapa Maya yang tampak sedang sibuk di dapur.
"Celana gue dimana ni?" Tanyaku yang masih mencoba mencari sambil mendekat ke arah Maya.
"Tu udah gue cuci sekalian gue jemur... Tadi pas bebersih ternyata liat ada mesin cuci portable di bawah meja dapur.. Sekalian deh bebersihnya sambil cuciin baju trus jemur."
"Wuih rajin bener baru mulai jadi slave sehari," Pujiku sambil menggodanya dengan memeluk dan mempermainkan putingnya.
"Kan biar disayang sama 'Sir' nya kan, tadi bangun langsung beberes. Ransel udah balik ke lemari, cemilan ditaro di meja trus sekalian ni masak mi instan buat sarapan. Tadinya mau bikin cup noodle tapi kok kayanya nanggung eh liat ada mi instan ya sekalian aj dibikin biar lebih kenyang, " Jelasnya lagi.
"Oh iya, tadi gue bingung nyari kain lap trus pas beberes lemari tadi ngeliat ada di tumpukan kain jadi taambil satu nih," Sambungnya lagi sambil menunjukkan serbet ditangannya yang dipakai untuk memegang gagang panci.
Aku yang mendengar itu langsung terkaget lebih lagi yang dipakainya adalah salah satu serbet favoritku yang berwarna merah dengan strip putih dan pink. Sontak saja tanganku merebut serbet itu dan tangan kiriku berusaha mematikan kompor. Kubalikkan tubuhnya menghadapku lalu kupaksa masuk serbet itu ke mulutnya.
"Siapa yang suruh ambil?!" Kataku sambil menampar pipinya.
"Kalo mau pake tu ijin dulu!!" Sekali lagi tanganku memerahkan pipinya.
"Kain lap tu disana!! Ini khusus buat scene!!" Hardikku sambil menunjuk ke arah laci yang ada di meja dapur. "Paham?!!" Sekali lagi suara tegasku meluncur padanya. Maya hanya menjawab dengan anggukan dengan muka yang nampak cemas.
"Kelarin masaknya, gue mandi dulu nanti kita lanjutin lagi," Lanjutku sambil beranjak pergi ke kamar mandi.
Selesai mandi aku melihat Maya sudah menungguku di depan televisi. Di dekatnya sudah terhidang dua porsi mie goreng. Melihatku keluar dari kamar mandi dan berpakaian, dia langsung menaruh bantal di dekatnya dan mempersilahkanku untuk duduk. Sial baginya serbet yang tadi kusumpalkan ke mulutnya sudah tidak berada ditempatnya tapi digenggam di tangannya.
"Siapa yang suruh lepas?" Tanyaku santai sambil menunjuk serbet yang digenggamnya. Begitu mendengar pertanyaanku dengan gelagapan dia langsung menggigit serbet merah yang digenggamnya.
"Masukin semua! Gue ga akan mulai makan kalo serbetnya belum masuk semua ke mulut!" Lanjutku lagi. Maya langsung saja berusaha menjejalkan serbet itu masuk kedalam mulutnya. Nampak Maya hampir tersedak dan seperti akan muntah tapi ditahannya demi bisa memasukkan serbet itu utuh. Tau sendiri kan kain yang diremas tak beraturan pasti akan semakin sesak dibanding dengan yang dilipat rapi.
"Sini simpuh di depan," Kataku lagi sambil menarik tangan Maya setelah melihat tugas pertamanya sukses dilakukan. Maya langsung duduk bersimpuh menghadapku dan langsung kusodori piring makanku dan kuisyaratkan untuk menyuapiku. Kuselonjorkan kaki kananku masuk diantara kedua kakinya lalu memainkan jempol kakiku ke liang senggamanya. Perlahan jempolku mulai terasa basah pertanda Maya yang mulai menikmatinya. Duduknya pun sudah mulai tak tenang dan tangannya sedikit bergetar ketika menyuapiku.
"Udah mandi?" tanyaku setelah selesai dengan makanku. Maya menjawab dengan gelengan kepalanya sambil menaruh piring setelah menyuapiku.
"Sarapan dulu," kataku sambil menarik sumpalan yang ada di mulutnya lalu membuka celanaku. Maya tersenyum melihat kode yang kuberikan. Langsung saja mulutnya menyambar batangku seperti ikan yang sangat lapar menyambar umpan pancingan. Tak butuh waktu lama maya mampu mencecap sarapan paginya. Aku menahan kepalanya ketika aku mencapai puncakku dan menggelontorkan sari-sariku masuk langsung ke tenggorokannya. Maya berusaha menyerap habis apa yang ia bisa. Selesai dari menu pertama sarapannya kulepas collar yang ada dilehernya lalu menyuruhnya untuk mandi dulu. Kujejalkan lagi serbet ke dalam mulutnya lalu memintanya untuk cuci dan jemur sekalian setelah dia mandi. Maya tersenyum dan mengangguk lalu bergegas untuk mandi.
Sembari menunggunya mandi, aku kembali mengambil ransel semalam yang tadi sudah dirapikan Maya lalu meletakkannya di kasur. Sejujurnya sejak hubunganku dengan Olive, aku enggan sekali melihat ransel ini setiap kubuka pintu lemari tapi sekarang Maya kembali membuatku bersemangat untuk membongkar semua isinya. Satu persatu tools kujajar rapi di tengah ranjang. Tak lama kemudian Maya selesai dengan mandinya lalu bergegas menjemur serbet dan juga handuk yang dipakainya. Dengan senyuman dia mendekatiku.
"Mau diapain lagi ini gue?" tanyanya dengan senyum antusias.
"Lu tau ga bdsm tu apaan?" tanyaku tenang.
"Ngewe sambil disiksa gitu-gitu kann??..." jawabannya malah jadi sebuah pertanyaan baru. Tangannya langsung dengan cekatan kembali memakai collar yang tadi kulepas dan dengan senyuman dia memandangiku seperti menunggu respon.
"Ngewe mulu yg lu pikir," jawabku sambil meraih tangannya lalu memborgolnya dengan posisi tangan di belakang.
"Bdsm jauh lebih rumit dari itu... bdsm bukan sekedar tentang ngewe dan siksa... tapi lebih ke hubungan personal antara dua pelakunya," imbuhku lagi.
"Dua doank?"
"Bisa lebih... tergantung bagaimana mereka memaknai dan menyepakati itu," jawabku sambil menutup matanya dengan bandana polkadot berwarna merah.
"Buat gue, bdsm itu adalah tentang hubungan dua orang yang sepakat dan saling melengkapi untuk saling berbagi perannya. Satu di sisi dominan... dan yang lain di sisi submisif... di semua ruang lingkup yang disepakati," lanjutku lagi.
"Disepakati?"
"Iya, disepakati secara sadar oleh kedua belah pihak. Submisif berhak untuk menolak.. pun si dominan untuk mencapai kesepakatan. Itu yang menandakan kalau kami para pelaku bdsm itu waras," jawabku lagi. Maya sepertinya mencoba mencerna penjelasanku.
"Masih ada yang mau ditanyain lagi?" tanyaku yang dijawabnya dengan gelengan kepala.
"Hari ini gue pengen menikmatimu dengan semua yang ada di Kasur ini, lu setuju atau nolak?" lanjutku lagi.
"Trus ngewenya?..."
"Ngewe mulu," aku menghentikan pertanyaannya dengan menjejalkan ballgag merah ukuran medium yang langsung memenuhi mulutnya.
"Pertanyaannya cuma setuju atau nolak!! Ga usah ngalihin topiknya. Cuma tinggal jawab doank susah amat," hardikku sambil menarik collarnya ke arahku.
"Setuju gak?" anggukan kepala kuanggap sebagai tanda persetujuan darinya.
"Kalo lu bisa bikin gue puas kali ini, lu boleh minta reward apapun nanti," sebuah kalimat yang meluncur dari mulutku sebelum memulai semuanya.
Kupasangkan leash pendek ke collar yang melingkar di lehernya lalu menariknya untuk menuju area depan tv yang lebih luas. Dengan sebuah hentakan kecil di leash kupaksa Maya untuk bersimpuh. Perlahan-lahan salivanya menetes keluar tak bisa dibendung karena mulutnya yang penuh terganjal oleh ballgag merah. Aku meraih clover clamp lalu tanpa ba bi bu langsung menjepit kedua putingnya. Maya yang kaget langsung berteriak kesakitan dan dengan reflek aku langsung membekap mulutnya.
"Kalo ga kuat, mending brenti aja sekarang," kataku sambil pelan-pelan membuka bekapan tanganku. Maya yang tampak masih terus berusaha menahan rasa sakitnya perlahan kembali berusaha bersimpuh dan menggelengkan kepalanya berharap aku tak menghentikan semuanya.
"Beneran mau lanjut?"
Lagi-lagi Maya menganggukkan kepala pertanda ia masih menyetujuinya.
"Oke.. Kita mulai belajarnya... " ujarku sambil tersenyum sinis dan masuk ke mode dominanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
He(ll)aven
Non-Fictionini yang namanya surga dunia? atau malah neraka? harus berusaha bertahan atau malah harus segera pergi?