Let Me in

652 12 0
                                    

"Belajar sesuatu hari ini?" ucapku sambil memeluk tubuh Maya yang Nampak banyak memar. Maya hanya mengangguk lemas membiarkanku mengusap-usap tubuhnya dengan kain yang basah dengan air hangat. Aku menyisir seluruh tubuhnya dan menemukan banyak sekali lecet yang kutimbulkan. Hari yang cukup menyakitkan untuknya sudah terlewati. Salah satu wanita vanilla yang cukup kuat walaupun aku sendiri cukup menahan diri.

"Kapok nggak?" tanyaku dengan nada mengejek sambil tersenyum.

"iih..." tangan kanannya langsung memeluk leherku lalu berusaha mencecap bibirku.

"Bakalan dapet reward kan ini?" giliran Maya yang menggodaku.

"Mau apaan emang?" tanyaku sambil menggendongnya menuju tempat tidur. Tanganku lalu menyerahkan sebungkus kondom padanya.

"Nggak dulu ahh.. masi nyeri banget ini, dengkul juga masi geter rasanya."

"Kirain minta rewardnya ngewe... pagi tadi ngewe mulu yg ditanyain," ejekku lagi.

"Emang minta itu tapi bukan sekaraaannnnggg.... Minta rewardnya unlimited ngeweeee!!!"

"He?!!" aku sampai tersedak mendengar reward yang diminta oleh Maya. "Asal sama-sama puas sih oke aja, siap digebukin aja ya tiap minta rewardnya," sambungku lagi yang disambut dengan mulut yang manyun.

Aku mencoba meraih handphone dan memesan sesuatu untuk makan siang walaupun sebentar lagi pun sudah bisa dibilang sore. Dari pagi perut kami hanya diganjal oleh mi instan dan bonus spermaku untuk jatah si Maya. Maya hanya tergolek kecapekan dan mungkin juga menahan rasa perih dari beberapa luka di tubuhnya. Kupikir dia akan menyerah di awal tadi, tapi nyatanya dia benar-benar melewatinya bahkan mungkin menikmatinya. Berulangkali orgasme walaupun didera rasa sakit entah itu dari clover clamp, whipp bahkan dari tamparan atau pukulan yang kulayangkan. Tangannya asik mengulik handphone yang entah apa yang dia cari. Setengah jam berselang ada notif dari delivery order yang membawa pesanan makanan kami. Aku bergegas memakai baju lalu turun untuk mengambil pesanan makanan.

Ketika aku kembali ke kamar, Maya sudah tak ada di tempat tidur. Sedikit kebingungan aku segera meletakkan makanan lalu mencoba mencarinya.

"Gue di kamar mandiii, guyuran biar agak seger badannya," kudengar suara Maya yang sedikit melegakanku. Sambil menunggunya mandi, kusiapkan makanan yang tadi kupesan lalu menatanya diatas piring yang kuletakkan diatas tempat tidur.

"Sini duduk sini," panggilku ketika melihat Maya keluar dari kamar mandi. Dengan tersenyum dia segera mendekat lalu duduk diatas tempat tidur. Matanya membelalak dengan penuh senyuman ketika melihat apa yang kupesan. Aku memesan seafood asam manis untuk menu kami kali ini. Didalamnya ada udang, cumi, kerang dan juga kepiting yang cukup menggoda perut.

"Banyak banget pesennya?" tanya Maya sambil tersenyum ketika aku menyuapinya dengan sepotong udang.

"Biar elunya kenyang," jawabku sambil melanjutkan suapanku padanya. Kulihat dia sangat menikmati setiap suapan yang kuberikan padanya.

"Tiap kali abis digebukin, Olive dibeliin kek gini ya?" tanya Maya sambil terus mengunyah.

"Ga selalu sih, tapi ini salah satu dari aftercare yang harus selalu dilakuin after scene."

"Aftercare?"

"Yepp... salah satu bagian terpenting dari sebuah scene... sesi pendinginan... sesi mengembalikan kewarasan masing-masing... waktu dimana setiap personelnya saling 'care' satu sama lain," jawabku.

"Saling ya...

So...

What can I do for you sir?"

"Lu dah berusaha yang terbaik kok... temenin gue aja semalam lagi sekalian istirahat," jawabku datar. Maya yang tersenyum langsung menciumku yang membuatku tersedak karena kaget.

Kami menghabiskan siang ini dengan bermalas-malasan diatas tempat tidur. Kami juga banyak mengobrolkan segala hal dari hal yang remeh hingga bercerita tentang masa lalu dan keluarga. Tak sekali dua kali Maya bertanya tentang Olive. Dia pun bercerita tentang mantan-mantannya dan apa saja yang pernah dilakukannya dengan mereka. Saking asiknya kami bercerita, kami tak sadar kalau hari sudah menuju senja.

"Bisa anter gue balik ke kos dulu bentar sir?"

"Mau balik aja ni?" tanyaku yang kaget mendengar pertanyaannya.

"Bukan gitu, gue ga bawa baju kerja buat besok... masak iya tuan Gusti tega ngeliat gue balik sendiri buat ambil baju sambil jalan gemeteran," goda Maya sambil memeluk tanganku.

"Kan bisa naek ojol," aku balik menggodanya.

"Aaaaa... ayolah sirrrr," Maya yang manyun kini mulai merengek.

"Oke, tapi syarat dan ketentuan berlaku," jawabku sambil tersenyum jahat.

"Duhh... syarat apa lagi ini."

"Mau nggak??"

"iya iya mau... pokoknya dianterin," jawab Maya dengan senyum kecutnya.

Dan kini kami berkendara menuju kos Maya. Dengan motor bututku kami berboncengan tanpa obrolan sama sekali. Ya... tanpa obrolan... karena Maya yang sibuk bertahan dari gempuran vibrator yang bersarang pada lubang senggamanya. Untuk membantunya menahan itu, kujejalkan sebuah saputangan kedalam mulutnya yang kukunci dengan sebuah ballgag dan kemudian kututup dengan otn mask saputangan 2 lapis supaya salivanya tak begitu kentara ketika menembus masker saputangannya. Kuborgol kedua tangannya memelukku supaya dia bisa mempertahankan posisi duduknya. Getaran maksimal sepanjang perjalanan dan baru kuhentikan setelah sampai depan kosnya.

"Waktumu lima menit," ucapku yang membuat Maya kaget tapi tak bisa protes. Dengan kaki yang sedikit gemetar dia langsung mempercepat langkahnya masuk menuju kamar kosnya. Dia tak mungkin bertegur sapa karena penuhnya isi dalam mulutnya belum lagi waktu yang kuberikan cuma lima menit.

Dengan tergesa-gesa dia keluar dari kamar dengan membawa totebag. Dia sudah melebihi batas waktunya dan ketika dia sedang berusaha mempercepat langkahnya keluar dari pintu kos, langsung kupencet lagi tombol dari remote vibrator yang membuat Maya tersentak kaget dan hampir berteriak. Dia langsung menutup mulutnya dan berusaha berjalan sekuatnya ke arahku. Begitu bisa meraih tubuhku tangannya sontak memukul punggungku. Mungkin dia bete dengan apa yang kulakukan tapi dia harus menerima "deal" kami sebelum berangkat tadi. Sekarang kami meluncur kembali ke apartemenku.

Tak berselang lama kami kembali ke apartemen dengan Maya yang sudah sangat sempoyongan. Begitu masuk ke kamar dia langsung ambruk karena memang tak kumatikan vibratornya ketika kami sampai ke parkiran apartemen. Sengaja kukecilkan getarnya supaya dia bisa berusaha berjalan masuk menuju kamar. Kubuka masker dan semua sumpalan yang sudah basah kuyup dengan saliva bahkan sampai membasahi kerah tshirtnya. Dari parkiran tangannya sengaja kuborgol kebelakang lalu kututupi dengan jaketku supaya Maya tak berusaha melepas vibrator yang sudah tertanam.

"Tuu.. aannhh.. to.. o.. loo..nghh.. maat..tiin... to..loongh..." pintanya pelan karena kelelahan. Aku cuma tersenyum melihatnya dan dengan nakal sekali lagi kumaksimalkan getarannya yang membuatnya langsung kejang menggelinjang. Mulutnya berusaha menggigit saputangan yang tadi kulepas sebelum akhirnya menggelepar dan membasahi lantai dengan parahnya.

Kumatikan vibra itu setelah aku puas melihat Maya yang sudah sangat kepayahan menahan siksaan dari sebuah vibrasi.

"Udah kapok belum?" tanyaku sambil dengan santai menelanjanginya lalu melepas vibrator dan borgol yang sedari tadi menyiksanya.

"No," jawabnya pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Boleh aku nagih rewardnya sekarang?" lanjutnya lagi.

"Ngewe? Masih kuat?" tanyaku sambil menggendongnya menuju kamarmandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah terlalu basah oleh semua saliva dan cairan yang keluar dari mulut dan liang senggamanya.

"Trus mau apa?" tanyaku lagi.

"Let me in... I wanna be yours," jawabnya sambil memelukku dan membuatku ikut basah karenanya.


He(ll)avenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang