Bab 7 : Dinar VS Tata

901 131 50
                                    


Hari itu Tata terlihat gelisah karena mengetahui jika Gala akan menikah. Belum lagi Dinar - sang kakak sengaja pamer dengan mengirimkan foto pertunangan Gala dengan Bulan di Jogja, hal ini membuat Tata semakin bingung memikirkan nasib Altar.

“Tidak bisa dibiarkan. Aku harus melakukan sesuatu,” gumamnya.

Tata pun menghubungi Dinar, dia meminta untuk bertemu dengan wanita itu.

“Aku ingin bertemu denganmu,” kata Tata begitu panggilannya dijawab Dinar.

“Mau apa? Kamu pasti sedang kebakaran jenggot karena Gala akan menikah,” ujar Dinar dari seberang panggilan.

Tentu saja hal itu membuat Tata semakin sebal, sebelum akhirnya berkata, "Sudah pokoknya ini penting, aku tunggu di tempat biasa.”

Setelah Dinar setuju bertemu, Tata pun mengakhiri panggilan dan bersiap pergi menemui sang kakak.

Tiga puluh menit kemudian, Tata dan Dinar bertemu di sebuah restoran. Keduanya duduk berhadapan dan terdiam cukup lama, bahkan makanan dan minuman yang dipesan pun hampir dingin.

“Mau apa kamu ngajak ketemu?” tanya Dinar yang akhirnya membuka percakapan.

“Aku mau membahas soal warisan mama. Bagaimana kalau warisan yang didapat, kita bagi rata saja antara Gala dan Altar, agar tidak ada perebutan atau perselisihan.”

Dinar tertawa mendengar ucapan Tata, hingga kemudian menghentikan tawa dan menatap tajam ke adiknya itu.

“T-I ti, D-A da, K! TIDAK!"

Dinar menolak mentah-mentah ajakan Tata, hingga membuat Tata langsung melotot saat mendengar penolakan yang menyesakkan dada itu.

“Kenapa tidak?” tanya Tata tidak terima.

Dinar malah tersenyum mencibir, lantas menjawab, “Dulu saat Gala dan Altar masih orok, aku sudah mengajakmu bekerjasama, tapi kamu tidak mau. Lalu, sekarang Gala sudah siap menikah dan punya calon istri yang janda bersertifikat resmi pengadilan agama, kamu seenak jidat mau ngajak kerjasama. Kamu pikir aku bodoh!”

Dinar melipat kedua tangan di depan dada sambil menatap sinis ke Tata.

“Itu … ya namanya juga manusia, bisa saja pikiran berubah, termasuk aku.” Tata mencoba membela diri.

Dinar tertawa seolah menghina ucapan sang adik, hingga kemudian berkata, “Kamu ini memang nenek-nenek licik. Mau enaknya setelah dapat celah, aku ga bodoh, ya.”

“Eh, yang licik itu Gala. Dia pasti merencanakan ini untuk bisa dapat warisan. Dia saja tidak punya pacar, bagaimana bisa mendadak mau nikah. Apalagi setahuku pacarnya ‘kan pergi ke luar negeri, ninggalin dia. Bagaimana bisa cepet banget berpindah lain hati, bahkan sudah melamar dan terkesan terburu-buru.” Tata pun menyerang karena tidak mau kalah dari Dinar.

Dinar sewot dan geram mendengar tuduhan Tata, hingga kemudian membalas, “Emangnya ga boleh pindah hati dengan cepat? Itu namanya move on. Suka-suka dia dong mau bagaimana, dia juga manusia yang ga sempurna, yang bisa jatuh cinta kapan saja, sesuai dengan hatinya. Ga zaman juga bucin-bucinan. Hello!"

Tata kesal karena ucapan Dinar, entah kenapa si koin Arab itu selalu bisa menjawab ucapannya.

“Udah, kamu daripada pusing merayuku, lebih baik kamu legowo, nerima kalau cucuku yang bakal nikah duluan,” ujar Dinar dengan sombongnya.

Tentu saja Tata semakin kesal, tapi dia tidak bisa berbuat banyak.

**

Di sisi lain Altar mendatangi Tabita setelah mengetahui tentang rencana pernikahan Gala. Dia tentunya tidak ingin kalah dari sepupunya itu.

“Aku tidak mau tahu, kita pokoknya harus menikah!”

Tabita terkejut mendengar ucapan Altar, hingga membalas, “Ga bisa.”

“Kenapa?” Altar terlihat terkejut mendengar penolakan Tabita.

“Ya, pokoknya ga bisa,” ucap Tabita.

“Aku akan bayar kompensasi kontrak kerjamu, asal kamu mau menikah denganku.” Altar masih terus berusaha membujuk.

“Ga bisa, Al.” Tabita kembali menolak, kemudian menjelaskan. “Citraku dulu buruk di publik karena skandal video porno itu, jadi sekarang aku harus menjaga perilaku.”

Altar ingin sekali mengacak-acak rambutnya karena Tabita terus menolak, hingga dia pun kembali membujuk. “Kamu pikirkan dengan baik tawaranku ini. Karena jika kita nikah, maka warisan yang aku dapat pun tidak akan habis sepuluh turunan untuk dibagi denganmu."

Altar masih terus berusaha, dia tidak mau kalah dari Gala dan membiarkan begitu saja sepupunya itu mendapatkan warisan sang buyut.

Tabita langsung memegangi kepala yang terasa pusing karena Altar terus memaksa. Hingga dia pun kemudian berkata, “Seharusnya dari awal warisan itu dibagi rata, jadi kamu ga bingung kayak gini.”

“Nggak! Aku ga mau berbagi sama Gala!” tolak Altar.

Tabita hanya bisa mengembuskan napas kasar, dia tidak bisa berkata-kata karena Altar menolak, tapi juga tidak bisa memberi keputusan akan tawaran pria itu tanpa berpikir lebih dulu.

Di sisi lain, ternyata Gala dan Bulan juga sedang bicara berdua membahas tentang warisan dan perjanjian pernikahan mereka.

“Bukankah lebih baik jika warisan itu dibagi rata saja, jadi kalian tidak perlu berselisih, sampai melakukan perjanjian nikah seperti ini,” ucap Bulan sambil membaca file PDF di ponsel yang berisi poin-poin perjanjian dengan Gala.

"Ga, aku ga bakal berbagi warisan dengan si saus Tartar!” tolak Gala mentah-mentah, di mana jawaban Gala sama dengan Altar.

Bulan mengatupkan bibir mendengar penolakan Gala, hingga akhirnya memilih diam daripada terkena sembur. Dia pun melanjutkan membaca file di ponselnya.

“Oh ya, kenapa pakai materai tempel terus discan? ‘Kan zaman sekarang sudah ada materai digital?” tanya Bulan setelah membaca isi surat perjanjian itu.

“Itu yang buat masmu Suga. Jadi udahlah, itu aja,” jawab Gala.

“Hem … apa mas Suga dikasih uang tutup mulut? Takutnya nanti dia koar-koar soal perjanjian ini,” kata Bulan lagi.

“Sudah, tenang saja,” jawab Gala enteng.

Bulan pun mengangguk-angguk, hingga kemudian berkata jika ingin membaca ulang, sebelum akhirnya dia mencocokkan poin pembayaran di perjanjian itu.

“Di atas tadi sudah dijelaskan jika saya akan mendapat uang untuk biaya kuliah, tapi kenapa di sini masih diberi jatah bulanan?” tanya Bulan sambil menunjukkan poin yang dimaksud.

“Itu karena ga mungkin aku biarin kamu tetap kerja di warung bakmi. Kita harus profesional dalam menjalankan perjanjian ini agar tidak ada yang curiga. Setelah menikah kerjaan kamu hanya kuliah dan menjadi IRT seperti Mama,” jawab Gala.

Bulan terlihat berpikir mendengar jawaban Gala, hingga kemudian kembali bicara. “Apa itu artinya saya harus ngepel, nyapu, masak, dan melakukan pekerjaan lainnya di rumah?” tanya Bulan dengan polosnya.

Gala langsung melotot mendengar pertanyaan Bulan, lantas dia pun menjawab, “Mana ada istri CEO nyapu ngepel! Satu hal lagi, mulai sekarang jangan bicara terlalu formal!"

_
_

Boom bintang dan komen ya geng

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang