Bab 56 : Skema Perkembangbiakan

561 84 30
                                    

Malam pun menjelang, setelah selesai makan malam semua orang kembali ke kamar, begitu pula dengan Bulan dan Gala.

Bulan awalnya bingung, haruskah bercerita ke Gala soal kejadian Tabita yang dibuat tidak nyaman oleh Dinar tadi. Namun, menyadari kalau hubungannya dan Gala berada pada fase yang lebih, dia pun akhirnya memberanikan diri membahas hal itu.

"Tadi Kak Tabita kesini," ujar Bulan. Dia mendekat ke Gala yang sedang mengecek ponsel di atas meja pajangan.

"Buat apa?"

"Ngobrol aja sama aku, tapi sikap oma sepertinya membuat kak Tabita sakit hati. Oma ngomong tanpa mikirin perasaan kak Tabita sampai dia memilih pulang begitu saja."

"Itu wajar, kamu harus mulai terbiasa karena keluarga kita dan keluarga suaminya memang nggak akur. Lagian si Karbitan itu juga aneh-aneh aja. Ngapain coba cari mati datang ke sini."

Bulan malah kesal mendengar jawaban sang suami. Dia melengos pergi. Di saat itu Gala baru menyadari dan langsung memeluk pinggang Bulan dari belakang. Gala menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu memintanya untuk tidak marah.

"Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan?" Rayu Gala.

"Kapan? Soalnya Oma bilang ingin membawaku ke dokter kandungan dan aku yakin itu akan dilakukan Oma besok."

Gala pun terkejut mendengar ucapan Bulan, dia melepas pelukannya lantas membalik tubuh sang istri agar mereka bisa saling berhadapan.

"Aku akan ikut, kita bisa jalan-jalan setelah menemui dokter kandungan atau terserah maumu kapan.”

Bulan memulas senyum manis, dia membalas memeluk Gala saat pria itu merengkuh tubuhnya ke dalam dekapan.

Hari berikutnya, Bulan terbangun dari tidurnya dan kaget mendapati dirinya berada sangat dekat dengan Gala. Bulan pun memilih untuk tak bergerak, dia diam memandangi wajah damai suaminya lantas mencurukkan kepala ke sisi badan Gala. Pria itu ternyata sudah bangun, memulas senyum kemudian memeluk Bulan.

"Masih pagi, kenapa sudah bangun?"

Bulan menjauhkan wajah dan menatap Gala dengan kening berkerut. "Kamu sendiri juga sudah bangun," balasnya.

Gala memandangi wajah Bulan, mencoba menebak apa yang sedang dipikirkan gadis itu. “Apa kamu takut karena Oma mungkin hari ini akan membawamu ke dokter kandungan?”

Bulan memilih untuk tak menjawab, dia memandangi wajah Gala dan tanpa kata-kata pun pria itu sudah tahu jawabannya.

“Apa Oma akan memaksamu meninggalkan aku jika sampai hasilnya tidak bagus?”

“Ck … Jangan berpikir seperti itu, aku bukan anak kecil yang bisa dipaksa-paksa,” balas Gala. "Apapun hasilnya aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Bulan terharu, entah kebaikan apa yang dilakukannya di masa lalu, sehingga dia bertemu pria seperti Gala.

Setelah puas saling memeluk dan bicara, Bulan pun bangun dari ranjang dan meminta Gala bergegas mandi. Satu jam kemudian Gala turun ke bawah sudah mengenakan kemeja rapi, tapi saat hampir sarapan Dinar datang dan benar-benar meminta Bulan bersiap karena mereka akan pergi ke rumah sakit menemui dokter kandungan.

Tidak butuh waktu lama bagi Bulan untuk bersiap, karena dia tidak suka berdandan berlebihan. Gala sendiri memilih untuk tidak jadi pergi ke kantor karena ingin menemani sang istri.

"Sudah siap?" tanya Dinar sambil berdiri saat Bulan berjalan mendekat.

"Sudah, Oma."

"Mama ikut juga?" tanya Gala yang mengira hanya Dinar saja yang akan mengantar istrinya.

"Harus dong! Ini 'kan tentang kesehatan menantu Mama," ujar Hana.

"Kayak rombongan sirkus aja cuma ke dokter seramai ini.” Gala melengos, dia bahkan tak peduli Bulan melotot karena ucapannya.

"Kenapa? Emang ada larangan?" sinis Dinar. "Kamu nggak suka kalau mamamu juga ikut?" imbuhnya.

"Aku nggak bilang gitu, Oma. Aku cuma bilang kita jadi kayak rombongan kalau berangkat barengan gini," papar Gala.

"Siapa yang berangkat bareng? Kamu sama Bulan satu mobil, Oma dan Mama kamu pakai mobil lain. Ayo cepat berangkat biar nggak kesiangan." Dinar menggerakkan tangan untuk mengusir sang cucu, tapi Gala sendiri malah bingung.

"Siapa yang mau nyetir? Jangan bilang Oma, mata Oma ‘kan sudah rabun!"

"Oma ‘kan punya sopir, Gala! Haduh, anak kamu itu kenapa sih, Hana? Kok jadi tulalit dan nyebelin." Dinar memegang kepala sambil berjalan cepat keluar rumah. Meskipun sudah tua, tapi Dinar masih saja energik.

Mereka akhirnya pergi ke rumah sakit menggunakan mobil yang berbeda. Keadaan mobil yang Gala kendarai bersama Bulan terlihat hening. Bulan meremas tangan di atas paha, dia gugup, karena baru pertama kali ini pergi menemui dokter kandungan.

"Kamu takut?" tanya Gala yang sejak tadi diam-diam mengamati tingkah sang istri.

“Sedikit. Aku takut kalau nanti hasilnya nggak sesuai harapan dan membuat kalian kecewa," ujar Bulan.

"Seharusnya kamu tolak saja kemauan Oma, kalau belum siap," balas Gala.

"Kalau aku nolak, Oma bakalan terus tanya dan aku sudah mulai capek dan bosan dengernya. Lebih baik aku turuti agar cepat selesai."

Kali ini Gala tidak bisa menjawab lagi, dia memilih meraih tangan Bulan, menggenggamnya erat berharap istrinya itu bisa mendapatkan kekuatan.

"Kamu tenang saja, ada aku di sini." Gala akhirnya hanya bisa mengatakan kalimat itu dengan tangan yang terus menggenggam tangan Bulan.

Beberapa menit berselang mereka pun tiba di rumah sakit yang cukup terkenal di kota ini. Rumah sakit itu ternyata juga milik teman baik Dinar, tapi meski Dinar kenal dengan pemiliknya, mereka tetap harus mendaftar dan menunggu antrian seperti pasien lain.

“Haduh … kelamaan, masa jam segini sudah dapat nomor dua puluh,” keluh Dinar.

“Karena pesien yang lain sudah mendaftar jauh-jauh hari, Ibu.” Perawat yang berjaga mencoba untuk menjelaskan ke Dinar. Ia jelas tidak ingin sampai terjadi keributan.

“Aku ini teman baik pemilik rumah sakitmu, aku akan menelepon dia. Kamu pikir apa gunanya orang dalam? Jangan polos-polos banget lah jadi orang. Ini negara Wakanda.” Dinar berpaling saambil merogoh ponsel dari dalam tasnya. Wanita tua itu benar-benar menghubungi temannya — yang langsung memberi perintah agar kemauan Dinar dituruti.

"Saya akan memanggil nama Ibu Bulan setelah nomor urut 5 selesai," ujar perawat setelah mendapat perintah dari petinggi rumah sakit.

“Nah … gitu donk! Makasih ya!” Dinar tersenyum lalu mencari kursi untuk duduk. Karena ramai, dia pun tidak bisa duduk dekat dengan Gala dan Bulan. Beruntung Hana sudah mencarikan satu kursi untuknya.

Gala sendiri menyadari kalau Bulan terus saja memandang ke para ibu hamil yang menunggu antrian periksa. Dia tersenyum, sebelum mendekat ke telinga Bulan dan berkata —

"Ibu-ibu hamil itu malah membuatku membanyangkan bagaimana bentukmu saat hamil nanti. Pasti lucu.”

Bulan menoleh, sehingga tatapannya pun bersirobok dengan Gala. "Tapi aku tidak berniat hamil dalam waktu dekat. Aku masih ingin kuliah dan aku takut jika aku memiliki anak akan kerepotan sendiri,” ucapnya.

"Aku tahu dan aku tidak akan memaksamu untuk hamil hanya karena warisan nenek Gayung." Gala mengusap lembut rambut Bulan, dia melukis senyum di wajah dan membuat Dinar sampai menyenggol kaki Hana.

“Lihat itu! Seharusnya Bulan bisa cepat hamil karena Gala sangat sayang padanya.”

“Ma, bukannya sayang saja yang membuat wanita bisa cepat hamil, tapi bibit kecebong lakinya dan sel telur yang diproduksi si wanita harus normal, tidak boleh terlalu mini dan tidak boleh terlalu gemoy.” Hana geleng-geleng kepala, merasa sang mertua kurang paham dengan skema perkembangbiakan manusia.

“Aduh aneh-aneh aja, zaman dulu nggak gitu. Sekali tancap gas aja bisa langsung kembung.”

_
_
_

Hai no hate komen ya
Aku bener² sibuk di RL dan kejar kata di Goodnovel

Harap maklum

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang