Bab 66 : Tsamara Ngamuk

779 40 1
                                    

Setelah kejadian memalukan itu, kini Tsamara tampak memasang muka masam seraya bersidekap dada. Dia menatap Dinar yang duduk berhadapan dengannya tapi membuang muka.

“Ini semua salah Oma, aku jadi malu setengah mati.” Tsamara mulai menyalahkan sang nenek atas kejadian yang menimpanya tadi.

“Lho, salah kamulah. Siapa yang suruh kamu naik-naik pagar? Kamu pikir kamu itu titisan Sun Go Kong bisa naik-naik terus loncat-loncat!” Dinar mengibaskan kipas kemudian mengipasi wajahnya. Wanita itu tidak mau disalahkan.

“Salah Oma, kenapa pakai acara nyuruh satpam nutup gerbang. Kalau ga ditutup, aku ga bakal manjat-manjat!” balas Tsamara lagi.

Dinar mendengkus mendengar Tsamara yang terus membantah, hingga kemudian membalas lagi.

“Itu karma. Makanya jangan melawan orang tua, jadinya kayak tadi, manjat nyangkut, turun pun nimpa orang. Untung saja orangnya sabar dan ga marah-marah,” cerocos Dinar.

Tsamara langsung kicep mendengar Dinar membahas om-om yang pernah ditemuinya di toko tas. Dia kembali malu setengah mati jika ingat tadi jatuh menimpa pria itu. Tsamara sampai tidak tahu, mau disembunyikan di mana mukanya jika kelak bertemu lagi.

“Pokoknya ini semua salah Oma dan Mama, kalian ga sayang sama aku. Aku tu merasa seperti anak pungut, cucu pungut.” Tsamara berdiri dan hendak pergi lagi.

“Mau ke mana lagi kamu? Mau nyangkut di pagar lagi? Kamu tidak diizinkan pergi, sebelum mama dan papamu datang!” Dinar memperingatkan. Jangan sampai ada kejadian aneh-aneh setelah ini.

“Nanti kalau Mama dan Papa pulang, aku minta mereka balikin aja aku ke panti asuhan,” ucap Tsamara.

Tsamara awalnya ingin pergi ke pintu depan, tapi kemudian memilih berbalik menuju kamarnya dengan ekspresi wajah kesal.

Dinar geleng-geleng kepala, benar-benar tak habis pikir dengan tingkah cucu ke duanya itu.

“Hampir saja aku balas, ya kalau kamu dipungut dari panti asuhan, bagaimana kalau dari tempat sampah,” cicit Dinar.

 

***

Hari berikutnya Hana dan Kelana pun sampai di rumah. Dinar terpaksa menahan Tsamara untuk tidak kembali ke asrama, karena takut gadis itu melakukan hal yang tidak-tidak karena frustasi.

“Mama dan Papa memang keterlaluan. Pulang kalau aku mau mati saja, coba ga. Kalian pasti ga bakal pulang.” Tsamara langsung menyembur kedua orang tuanya karena kesal.

“Hust … kamu ini ngomong apa sih, Sa? Mama dan Papa pulang karena cemas,” balas Hana.

“Cemas apa? Kalau cemas, seharusnya Mama pulang sejak kemarin,” balas Tsamara sambil memalingkan muka.

“Sudah rencana dari kemarin. Tapi ‘kan harus nunggu jadwal pesawat juga.” Kini Kelana ikut menimpali.

Papa sama Mama banyak alasan. Bilang saja kalau memang sebenarnya kalian ini ga peduli. Sepertinya benar, aku ini anak angkat. Kalian adopsi karena kasihan saja, iyakan? Ngaku aja!” Tsamara meluapkan emosinya yang meledak.

“Ya Tuhan, Sa. Ngomongnya kok gitu.” Hana mencoba membujuk. Dia pun mencoba bicara baik-baik ke Tsamara, tak ingin jika putrinya berburuk sangka. Namun, meski demikian, Tsamara tetap masih marah dan tidak terima karena Hana hanya memikirkan Gala saja.

“Kalau Papa dan Mama sayang juga sama aku, harusnya adil. Jangan apa-apa Kak Gala, apa-apa Kak Gala. Dipikir si Galatron saja anak kalian!” sungut Tsamara dengan amarah yang berapi-api.

Hana dan Kelana saling tatap. Keduanya hanya bisa menghela napas kasar menghadapi Tsamara yang mengamuk seperti ini.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang