Bab 55 : Kedatangan Tabita

751 85 31
                                    

Pagi itu Gala dan Kelana sudah berangkat ke kantor. Bulan sendiri memilih duduk di depan televisi sembari menunggu kedatangan Tabita. Tentu saja Bulan belum bercerita kalau istri sepupu Gala itu akan datang ke rumah. Hingga pembantu datang memberitahu bahwa istri sepupu Gala itu datang mencari, dan Bulan pun bergegas menuju ruang tamu.

"Bagaiman kabarmu?" tanya Bulan sambil membalas pelukan Tabita.

"Tidak terlalu baik."

Mendengar jawaban Tabita membuat Bulan menerka pasti ada sesuatu yang terjadi. Keduanya kemudian duduk di sofa bersisian. Tabita sendiri langsung menumpahkan isi hati.

"Aku bingung harus bagaimana sekarang. Jika bisa, aku ingin pergi saja jauh dari keluarga Altar."

"Aku tahu apa yang kamu rasakan, pasti tertekan," ujar Bulan. Diusapnya pundak Tabita untuk menenangkan.

Saat keduanya terdiam, Hana tiba-tiba datang dengan pakaian rapi, wanita paruh baya itu menenteng tas mewah di lengan.

"Tabita? Tumben ... "

Tabita yang mendengar namanya disebut menengok lantas segera berdiri. Meski sedikit canggung, tapi dia sadar pasti akan bertemu wanita itu saat berkunjung.

"Iya, Tante apa kabar?"

"Baik, kamu sendiri?"

"Baik."

Tabita memulas senyum tipis, sedangkan Bulan memilih buru-buru pergi ke dapur untuk mengecek apakah pembantu rumah sudah membuatkan minuman untuk sang tamu.

"Altar gimana? Sehat?" Tanya Hana.

"Sehat, kami tadi bahkan keluar rumah bersama saat Altar mau ke kantor."

Tabita menyematkan rambut ke belakang telinga, agak takut juga jika sampai Hana bertanya hal lainnya.

"Tumben main kesini, ada apa memangnya?"

Jantung Tabita berdetak lebih cepat, dia sudah bisa menebak pasti tidak akan bisa lepas dari pertanyaan itu.

"Nggak ada apa-apa kok, Tante. Cuma mau ketemu Bulan aja."

Hana mengangguk pertanda paham dan tak mau kepo mencari tahu alasan Tabita lebih dalam.

"Aduh, maaf! Tante ada arisan. Tante tinggal dulu."

Hana menepuk jidat lantaran hampir saja lupa dengan acaranya sendiri. Wanita itu menepuk lengan Tabita sebelum keluar menuju mobil yang sudah disiapkan sang sopir.

Sepeninggal Hana, Bulan masih belum kembali ke ruang tamu. Akhirnya, Tabita memilih duduk memainkan ponsel, tapi tak lama istri Altar itu berjengket kaget mendengar suara cempreng dari arah luar.

"Kak Tabita!"

Tsamara masuk sambil mengusap kening dengan handuk kecil yang melingkar di leher. Gadis itu baru saja selesai jogging di sekitar komplek perumahan. Aneh memang, padahal di rumahnya ada mini gym yang bisa dipakai kapanpun dia mau, tapi bungsu Hana-Kelana itu banyak alasan dengan berkata ingin cuci mata siapa tahu bertemu duda kaya.

Tsamara pun menghampiri Tabita sambil berusaha melepas sepatu running-nya.

"Eh, eh." Tabita kaget karena adik Gala itu oleng. "Astaga, Tsamara! Kamu ini, kalau lepas sepatu sambil duduk donk!"

Tsamara hanya nyengir kuda, setelah itu duduk bersama Tabita. Dia bertanya mulai dari kenapa istri kakak sepupunya itu berada di sana, sampai kabar artis, gosip kemudian membahas fashion dan make up.

"Entahlah, saat ini aku lagi suka gaya make up yang bling-bling kayak idol-idol Korea!"

"Kalau aku suka yang simpel aja dan nggak makan waktu lama, tapi sesuai karakter yang aku mainkan di sinetron atau film."

Tsamara dan Tabita masih asyik membahas gaya make up yang mereka sukai, sedangkan Bulan yang sudah berada di sana sejak lima menit yang lalu hanya bisa diam karena tidak paham dengan obrolan keduanya.

"Kalau fashion aku suka yang ala-ala cewek kue. Menurut aku itu lucu banget. Tapi mamba juga bagus, cool gitu." Tsamara berujar dengan semangat.

"Casual. Aku dari dulu suka banget gaya casual. Simpel dan elegan." Tabita tertawa. "Aku selalu ngerasa keren kalau pakai gaya casual."

"Ah... kakak sukanya emang yang simpel-simpel." Tsamara memajukan bibir, kemudian menoleh ke Bulan dan bertanya? "Kalau Kak Bulan suka gaya apa?"

"Aku tidak punya gaya tertentu yang aku sukai," ujar Bulan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia tersenyum canggung karena merasa tidak satu frekuensi dengan Tabita dan sang adik ipar.

"Nih, coba kakak lihat. Menurut kakak, yang bagus buat kakak yang mana?" Tsamara menunjukkan ponsel yang menampilkan beberapa gaya berbusana perempuan.

"Kakak lihat-lihat aja, nanti aku jelasin. Sekarang aku mau mandi dulu." Tsamara tertawa lantas berlari cepat menuju kamar.

Bulan sendiri memilih meletakkan ponsel sang adik ipar, dia sadar Tabita saat ini sedang memandangnya.

"Jadi, gimana soal rencana kita untuk membuat Tsamara menjadi pewaris harta nenek Gayung," tanya Tabita.

Wanita itu menahan pertanyaan sejak tadi, sambil berharap tidak ada lagi orang yang mengganggunya dan Bulan berbincang.

Bulan sendiri tidak langsung menjawab, awalnya dia setuju dengan ide Tabita, karena hubungannya dan Gala tidak seperti apa yang orang-orang kira. Namun, mengingat dirinya dan Gala sudah berbuat hal plus dua satu kemarin, Bulan pun bingung. Dia takut jika asal menjawab malah berakhir membuat Gala kecewa.

"Bagaimana kalau kita pikirkan lagi Kakak juga tidak boleh tergesa-gesa untuk mengambil keputusan, apalagi di kondisi emosi kakak yang lagi nggak stabil," ucap Bulan.

"Aku sudah memikirkan ini matang-matang. Aku tidak peduli dengan harta warisan itu akan jatuh ke tangan siapa yang penting aku tidak dipaksa untuk hamil," ucap Tabita. Dia dan Bulan kembali diam dan saling pandang, sampai sebuah suara menghardik dengan lantang.

"Tabita! Ngapain kamu disini?! Kamu disuruh Tata buat mata-matain keluarga saya?!" Dinar tiba-tiba bertanya dengan tatapan sinis dilengkapi wajah judes.

"Kak Tabita ke sini mau ketemu aku, Oma," jawab Bulan. Dia merasa tak enak hati ke Tabita karena Dinar menunjukkan jelas kebenciannya.

"Buat apa kamu deket-deket dia?! Kamu nggak tahu kalau suaminya itu saingan suami kamu?" Bentak Dinar.

Tsamara yang mandi kilat pun terlihat tergopoh-gopoh menuju ruang tamu saat mendengar suara Dinar.

"Oma, jangan ngomong gitu!" Larang Tsamara.

"Oma nggak ngomong sembarangan, tapi emang faktanya gitu," jawab Dinar dengan enteng.

"Buat apa sih Oma ributin harta kalau keluarga yang akan jadi korbannya?" Tsamara membantah, dia berhasil membuat Dinar diam lalu berkata lagi, "Keluarga itu lebih penting daripada harta yang nggak seberapa Oma!"

"Nggak bakalan ada yang ngaku keluarga kita kalau kita miskin. Kalau kita punya uang, semua orang yang bahkan nggak kita kenal juga bakalan ngaku kalau dia keluarga kita. Uang itu lebih segala-galanya daripada keluarga," ujar Dinar. "Kamu itu masih kecil belum tahu gimana cara dunia ini bekerja. Oma jauh lebih tahu dan berpengalaman daripada kamu!"

Tabita menahan tangan Tsamara yang hendak menyangkal ucapan Dinar lagi.

"Kedatanganku ke sini tidak ada maksud apa-apa, Oma Dinar. Aku hanya ingin ngobrol sebentar dengan Bulan," papar Tabita.

"Kalau Oma tidak nyaman dengan keberadaanku, Aku pamit pulang. Permisi!" Tabita mengambil tas selempangnya dan melangkah pergi meninggalkan kediaman Kelana.

"Oma apa-apaansih!" Tsamara kesal dan bergegas menyusul Tabita.

Bulan juga ingin melangkah mengejar, tapi tangannya ditahan oleh Dinar hingga dia harus mengurungkan niat.

"Kapan kamu mau ke dokter buat tes kesuburan?"

Pertanyaan yang kemarin Bulan hindari, kini bisa dengan mudah dia jawab, "Terserah Oma mau kapanpun waktunya."

Bulan akhirnya bebas dari cengkeraman Dinar lalu segera mengejar Tabita dan Tsamara.

"Kenapa tiba-tiba dia mau? Apa dia kesal?"

_
_
_

Like
KOMEN

Terjerat Cinta Istri BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang