Lima belas

96 7 0
                                    

"aku sangat benci dengan kegelapan"

🌱🌱🌱


N

abila menatap tajam sekaligus benci ke arah Vanilla, kedua tangan nya terkepal erat.

"Saat kemah nanti, buat anak itu tersesat di hutan. Dia mempunyai trauma dengan kegelapan," ucap seorang wanita paruh baya kepada anaknya.

Rencana sudah Nabila siapkan, dengan langkah pelan dirinya menghampiri Vanilla.

"boleh minta tolong enggak? Anterin gue cari kayu bakar, ini kelompok gue kurang kayu bakar nya." ujar Nabila.

Vanilla yang sedang duduk sambil melihat-lihat agenda langsung melirik. "Boleh kok, ayo gue temenin."

Vanilla tak tahu saja sebuah masalah akan datang menghampiri nya. Semua orang tidak ada yang mengetahui kepergian kedua nya.

Nabila membawa Vanilla hingga cukup jauh dari perkemahan, posisinya Vanilla berada di depan.
dengan senyum seringai nya, perlahan Nabila pergi meninggalkan Vanilla sendirian tanpa dia ketahui.

"Nabila, kayanya ini udah jauh dengan sama perkemahan? Apa kita balik aja?" Tanya Vanilla, namun tak ada jawaban. Dirinya pun menoleh dan tak menemukan keberadaan Nabila.

"NABILA?! LO DI MANA?"

tubuh Vanilla bergetar hebat, kayu yang tadi dirinya pegang pun terjatuh begitu saja. Sekelebat bayangan masa lalu pun kembali berputar.

"Kita mau kemana, Tante?" Tanya seorang anak kecil perempuan kepada wanita di samping nya.

Namun wanita itu hanya diam, keduanya berjalan memasuki gudang yang sudah lama di tinggal kan. Suasana gudang sangat gelap dan banyak sekali debu hanya di terangi oleh satu lampu saja, sehingga anak itu tampak ketakutan. Hingga tubuh mungilnya di dorong oleh wanita tadi, tanpa rasa bersalah wanita tersebut langsung pergi.

Bruk

"Vanilla!" Sahut seorang anak laki-laki yang seumuran dengan nya. Dengan berusaha anak itu menghampiri Vanilla.

"Aiden, hikss kita di mana?" Isakan Vanilla kecil tampak memilukan.

"Kita ada di gudang Tua, jauh dengan rumah kita." Jawab Aiden berusaha menenangkan Vanilla.

"Hikss takut... gelap di sini... Aku mau pulang..."

Kedua tangan Aiden langsung menghapus jejak air mata Vanilla. "Jangan takut, ada aku di sini!" Meskipun Aiden Baru menginjak usia 9 tahun tetapi sudah memiliki sifat dewasa dan banyak di sukai orang karena paras nya.

"Aiden udah lama sini?" tanya Vanilla pelan.

"Enggak, aku datang sebelum kamu. Kita sedang di culik." jawab Aiden dengan tenang.

"Mau pulang, hikss..."

"Liat sini, aku punya permen susu kesukaan kamu." Tangan nya merogoh saku celananya. Lalu Aiden memberikan sebuah permen kepada Vanilla.

Setelah Vanilla tenang, Aiden pun berdiri menatap sekeliling. "Vanilla, ayo kita pergi dari sini."

"Tapi..."

"Ayo, jangan takut."

Keduanya berjalan menuju jalan keluar, Vanilla berjalan di belakang tubuh Aiden.

Hingga keduanya di kejutkan oleh kedatangan wanita tadi dengan menembakan pistol nya. Vanilla berusaha untuk tidak menangis, dengan tubuh bergerak hebat. Namun berbeda dengan Aiden, anak itu tampak menatap tajam wanita di depannya.

"Wah ternyata kau tampak seperti ayah mu tak takut dengan semuanya."

"Lepaskan kita,"

"Haha itu tak akan terjadi, sebelum kalian berdua mati di tangan ku!" Teriak wanita itu.

"Gila," gumam Aiden. Tangan nya yang berada di saku pun berusaha mengeluarkan sebuah pistol kecil.

Dor

Dor

Wanita tersebut berusaha menembaki Aiden dan Vanilla. Gadis malang itu hanya mampu menutup kedua telinganya saat mendengar suara tembakan, Aiden sudah mengeluarkan pistol milik nya .

Dor

Tembakan Aiden tepat mendarat di kaki wanita itu, hingga wanita tersebut jatuh tersungkur.

"Vanilla, ayo!" Aiden mengajak Vanilla agar segera pergi.

Suara tembakan masih terdengar dari wanita tersebut, namun kedua nya sudah berada di depan pintu gudang. Pertama kali mereka liat adalah beberapa mobil polisi dan mobil orang suruhan kakek Aiden. hingga tiba-tiba saja, tubuh Vanilla ambruk terjatuh.

"VANILLA!!"

Vanilla berusaha tenang, namun bayangan itu terus berputar.

"Hikss... Tolongin gue... Aiden gue takut...

Gelap di sini..."

🌱🌱🌱

Aiden merasakan sesuatu tak enak dari tadi, dirinya merasa resah.

"Lo liat Vanilla enggak?" Tanya Aurel dengan nafas memburu.

"Emang Vanilla kemana?"

"Vanilla enggak kelihatan dari tadi, udah tanyain ke semua orang tapi pada enggak liat."

Aiden tanpa mengucapkan apa-apa langsung pergi begitu saja. "Pasti Vanilla tersesat di hutan."

Dengan membawa senter, Aiden memberanikan dirinya untuk mencari Vanilla. Tadi ia juga sudah bilang kepada temannya agar membantu mencari keberadaan Vanilla.

"Gue harap, trauma lo enggak datang lagi."

Aiden Terus mencari keberadaan Vanilla.

"VANILLA! LO BISA DENGER SUARA GUE KAN?!"

Vanilla yang tampak duduk sambil memeluk tubuh nya sendiri pun langsung berdiri saat mendengar suara Aiden.

"Aiden..." Lirih Vanilla, tampak tak kuat untuk berteriak.

"VANILLA!!" Aiden mengarahkan senter ke semua arah.

Dengan tenaga yang masih ada, Vanilla berusaha mengangkat senter agar bisa Aiden lihat.

Mata tajam Aiden melihat sebuah cahaya yang tak jauh dari ia berdiri. "Vanilla?"

Aiden menemukan Vanilla dengan keadaan acak-acakan, laki-laki itu langsung saja memeluk tubuh Vanilla. Sedangkan gadis di dekapannya menangis kembali.

"Maaf gue ceroboh, harusnya gue jagain lo. gue udah ingkar janji ke Mama lo buat jagain lo selama kemah," Aiden berucap sambil memeluk Vanilla.

"Ini bukan salah lo.... Salah gue... Aiden gue takut di sini gelap hikss."

"Ayo kita keluar dari sini, biar gue gendong lo di belakang." Lalu laki-laki itu pun berjongkok.

Selama di jalan, keduanya hanya diam. Vanilla menatap bahu Aiden dari belakang.

"Makasih Aiden."

🥀🥀🥀

TBC

Hayo siapa yang nungguin cerita ini?😹 Mianhamnida author sibuk banget 😭

Ayoo ramein cerita ini

Next part selanjutnya??

Friendzone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang