Aditya putra biasa dipanggil adit si dingin dan tidak tersentuh, berprofesi sebagai dosen, dan CEO. Seperti sekarang ini ia sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kampus, sudah jam 07:02 pagi istirnya itu masih belum siap-siap untuk berangkat, lebih tepatnya sedang bersiap-siap.
"Lelet" kesal adiya membantu dira memasukan buku pelajarannya.
Dira tidak menyahut ia sudah terbiasa dengan dengan sikap dingin suaminya, terkadang ia menanyakan pada dirinya sendiri kenapa sikap suaminya seperti ini. Padahal dulu Aditya tidak seperti ini. "Lain kali siapin dari malam" bentak adiya.
Dira mengangguk kecil ia tidak mau awal paginya berdebat dengan suaminya. Dira keluar kamar ia membanting pintu keluar rumah dengan perasaan kesal, campur aduk. Ia memberhentikan taksi yang lewat rumahnya.
Aditya yang melihat itu semakin kesal, kenapa dira tidak bilang dari tadi kalau dia mau naik taksi saja, kalau seperti ini ia jadi telat. Buru-buru keluar rumah dengan perasaan kesal.
Aditya putra pria yang disiplin dalam segala hal, termasuk waktu. Aditya sampai di kampus ia buru-buru masuk ruangannya dengan perasaan jengkel. "Gara-gara dira, jadi telat gini" dengus aditya keluar ruangan buru-buru sambil menenteng tas ransel laptop dan beberapa buku.
Dira duduk di kursi samping Rere "sumpah gue kesal banget sama suami gue" kesal dira memukul buku sebagai pelampiasannya.
Rere yang sudah biasa ia hanya mengelus punggung dira "sabar, dir, mungkin dia masih kehilangan, secara dia ingin banget punya anak" ucap Rere prihatin.
Dira menatap rere "gue juga sama, re, dia pikir gue enggak sedih apa, gue juga sedih, tapi gue enggak mau berlarut-larut dalam kesedihan" kesal dira. Air matanya mengalir membasahi kedua pipinya "hiks, kalau dia enggak cinta sama gue lagi, kita cerai, enggak usah cuekin gue terus, gue juga manusia biasa" isak dira.
"Sab---"
"Pagi, maaf saya telat" ucap Aditya langsung membuka laptopnya.
Dira menghapus air matanya ia tidak mau terlihat lemah di hadapan suaminya.
Kurang lebih dua jam materi yang disampaikan Aditya selesai, dira bernapas lega ia buru-buru kantin, perutnya sudah keroncongan minta diisi.
"Woi dira! Tungguin" pekik Rere yang tidak dihiraukan dira.
Sambil berjalan ia memainkan ponselnya, saking fokusnya dengan pinsel digenggamnya ia sampai tidak menyadari ada lubang, kakinya menginjak lubang itu dan....
Happ
Tubuh dira terhuyung ke belakang yang langsung ditangkap seseorang. "Lain kali hati-hati" ucap seseorang menatap diri yang masih syok.
Dira mengangguk kecil "m-makasih k-kak" ucap dira gugup.
"Kenalin gue Wildan" ucap seseorang iru bernama wilan, sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman dengan dira.
Dira menatap tangan wilan ia menerima jabatan tangan wildan "dira melati, b-biasa disebut d-dira" ucap dira gugup.
Wilan tersenyum tipis "dira melati, jurusan bisnis, ayok, kamtin bareng" ajak wilan memarik tangan dira yang masih belum lepas.
Dira panik sendiri "eh-eh. Kak mau ngapain?" Tanya dira panik sekaligus takut.
Wilan duduk di salah satu kursi kosong menatap diri yang masih berdiri "duduk, kenapa masih bengong?, Bisulan?" Kekeh wildan.
Dira melotot ia duduk menatap wildan "k-kita mau ngapain?" Tanya dira polos.
"Maling. Makan lah, pake nanya lagi" sahut wildan sambil membolak-balik menu makanan, menyodorkan ponselnya kehadapan dira "ketik nomor lo" suruh wilan.
Dira mengerutkan keningnya "n-nomor aku?, Buat apa?" Tanya dira, sambil mengambil ponsel Wildan walaupun dirinya tidak tau harus apa.
"Buat daftar pinjol!" Sahut wildan kesal.
Reflek dira mendorong ponsel wildan ke meja "enak aja buat daftar pinjol" seowt diria.
Wildan geleng-geleng kepala "oon, buat gue simpan lah, masa buat daftar pinjol" kesal wildan. "Cepat ketik, gue mau pesan makan dulu---"
"Nasi goreng, es teh mela---"
"Udah tau" potong wildan beranjak dari duduknya. "Apa sih yang enggak tau tentang lo, dir" batin wildan.
***
Dira menatap parkiran dosen ia mencari-cari mobil suaminya tapi tidak ada, sepertinya sudah pulang lebih dulu, pikirnya kesal. "Sial! Kenapa ponsel aku habis baterai" kesal dira. "Rere udah pulang duluan lagi" lirihnya bingung.
Hari sudah semakin gelap, hujan deras mengguyur kota Jakarta, dira memeluk dirinya rasa dingin menusuk tulangnya. Menatap arloji ditangannya, sudah jam enam malam.
"Dingin banget" cicit dira berlari di guyuran hujan deras, petir bersahutan. Ia menguatkan dirinya untuk kuat sampai rumah. Masuk kedalam rumah dengan pakaian yang basah kuyup, wajahnya sudah pucat menahan dingin di sekujur tubuhnya.
Aditya turun dari lantai dua sambil membawa teh hangat yang tadi ia buat, melirik dira sekilas ia melewati Dira begitu saja.
Dira yang melihat tatapan suaminya seperti tidak merasa bersalah semakin sakit hati, ia berjalan masuk kamar. Baru satu langkah masuk kamar langkahnya berhenti mendengar suara tegas suaminya.
"Jangan masuk kamar pakaian kamu basah" tahan Aditya menutup kembali pintu yang baru setengah dibuka.
Dira mengangguk kecil menahan tangis yang akan keluar, ia masuk kamar tamu menguncinya dari dalam. ia menangis di guyuran shower menahan sesak dihatinya. "Aku salah apa sama kamu, kak, kenapa kamu jadi seperti ini" teriak dira nemukul tembok meluapkan emosinya. "Aku enggak mau seperti ini terus, aku mau berubah, Ya, aku mau berubah menjadi dira seperti dulu, yang tidak mengenal apa sakit hati karena cowok, termasuk suami aku sendiri." Ucap dira dalam hati.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
my cold husband
Teen FictionSemenjak dira keguguran adiya putra berubah sikapnya menjadi dingin, cuek. Terkadang sikap Aditya membuat dira merasa kesepian padahal ia sedang bersama suaminya. Aditya putra CEO sekaligus dosen di kampus dira, sikapnya membuat dira tidak betah ber...