10. jadian

900 8 0
                                    

Aditya menatap istrinya yang fokus dengan ponsel digenggam, tanpa memperdulikan keberadaannya. Aditya duduk di samping dira, menatap dira lekat. "Aku mau peluk boleh?" Tanya Aditya hati-hati.

Dira menoleh ia menatap Aditya sinis. "Enggak!. Aku enggak mau dipeluk kamu" tolak dira mentah-mentah.

Aditya kekeuh ia memeluk istrinya erat, menyembunyikan wajahnya dileher dira, menghirup aroma tubuh dira. "Baikan, ya, aku turutin kemauan kamu, janji" ucap aditya lirih.

Dira menatap aditya ia tersenyum miring. "Mau nilai yang bagus, Dimata pelajaran kamu"

Aditya menatap lekat dira. "Kalau gitu kamu harus belajar lebih keras lagi, biar dapat nilai bagus di setiap mata pelajaran yang lain juga"

Dira mendengus kesal. "Aku malas belajar, aku mau dapat nilai bagus tanpa belajar"

Aditya menyentil pelan dahi dira "mana ada kaya gitu, harus belajar lah, yang lain aja kalau gitu" tolak aditya, ia harus profesional.

Dira menatap sinis aditya. "Aku mau jalan-jalan nanti malam minggu" pinta dira menatap wajah aditya penuh harap.

Aditya berpikir sebentar ia menatap istrinya. "Kayanya enggak bisa, soalnya aku ada rapat dosen, aku juga harus kerja di kantor lagi banyak kerjaan, gimana kalau Minggu depan aja aku janji aku bak---"

"Enggak usah kalau gitu, lain kali aja" potong dira malas, ia ingin seperti orang-orang yang bisa dinner berdua, menghabiskan waktunya bersama diluar.

Aditya menatap istrinya lekat. "Kamu ngertiin aku, ya, sayang, aku kerja buat kita buat masa depan kita sel---"

"Ya, aku ngertiin ko, dari dulu aku selalu ngertiin kamu, aku selalu mengalah" ucap dira malas.

Aditya mengusap rambut dira. "Ko ngomong gitu sih?" Tanya aditya sedikit tersinggung.

"Kenyataan, mendingan kamu siap-siap, aku juga mau siap-siap kampus" dira langsung beranjak dari tempat duduknya.

***

Dira duduk di bangku kelas ia menatap lurus depan, hari ini hari Sabtu ia ingin jalan-jalan tapi tidak tahu dengan siapa, rere tidak masuk kuliah katanya dia sakit.

"Dira" panggil wildan mengangetkan Dira yang sedang melamun.

Dira menoleh kaget, ia menatap kesal wildan. "Wildan ish, gue kaget taux kesal dira memukul lengan wildan kesal.

Wildan terkekeh kecil ia duduk di samping dira. "Ngelamun mulu" ledek wildan.

"Gue pengen ke pasar malam nanti malam, rere enggak masuk kuliah" ucap dira lirih.

Wildan menatap dira. "Kalau gitu sama gue aja kebetulan ada pameran seni, seru tau" ajak wildan penuh harap.

Mata dira berbinar-binar ia menanggung cepat. "Boleh, aku mau banget arghhh wildan kamu tau aja" reflek dira memeluk tubuh wildan. Membuat sang empu mematung kaget.

"I-iya" sahut wildan gugup.

Dira melepaskan pelukannya ia menatap wildan tidak enak. "Eh, sorry, gue enggak maksud ko" tidak enak dira.

Wildan mengangguk. "Selow aja, gue masuk kelas dulu, nanti malam gue kabarin lagi" ucap wildan sebelum beranjak ia mengusap-usap rambut dira membuat jantung dira berdetak kencang.

"Anjir kayanya gue suka dia" cicit dira.

Setelah jam pelajaran selesai dira langsung pulang, ia harus siap-siap untuk nanti malam nanti, ia masuk kedalam rumah tatapannya langsung tertuju pada aditya yang sedang mengetik laptop.

"Udah pulang, cepat amat?" Tanya aditya tanpa mengalihkan tatapannya dari laptop.

Dira melirik sinis suaminya. "Satu mata pelajaran doang" sahut dira is langsung masuk kamar. Ia membuka lemarinya mencari pakaian yang bagus untuk mapak nanti, rasanya ia tidak sabar. "Mau pakai baju apa, ya" tanyanya pada diri sendiri.

Cklek..

Dira menoleh ia melihat suaminya yang tersenyum kearahnya. dira kembali memilih baju yang cocok untuk nanti malam, ia harus tampil ke perfeck mungkin.

"Sibuk banget, lagi cari apa?" Tanya aditya sambil mengambil tas dira yang dilantai. Menaruhnya di tempatnya.

"Baju, aku mau jalan nanti malam" jawab dira tanpa menoleh.

Aditya mengangguk ia duduk di sofa ia mulai mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda, tanpa memperdulikan dira yang menatap aditya dengan tatapan sulit diartikan.

"Kalau kaya gini terus aku bosan, buat apa tadi nanya kalau ujung-ujungnya di cuekin lagi, sekalian aja jangan nanya biar gue enggak terlalu berharap kalau dia peduli, dan dia masih cinta sama gue, nyesek banget, harusnya gue sadar kalau dia udah enggak cinta, dia hanya tidak ingin menjadi duda" batin dira.

***

Dira keluar taksi ia langsung menghampiri wildan yang sedang mengobrol di warung kopi bersama temannya yang dira tidak tahu. "Sorry lama, tadi macet" ucap dira tidak enak.

Wildan menoleh ia tersenyum tipis. "Enggak papa, macet ganggu kita malam mingguan aja, ya" ucap wildan pura-pura kesal.

Dira terkekeh kecil. "Tau nih, pukul coba macetnya biar dia kapok kalau kita keluar enggak ada lagi macet-macetan" kekeh dira. Mereka tertawa bareng-bareng.

Teman wildan yang sedari tadi diam menatap mereka heran, termasuk temannya sendiri, wildan. "Kalian pacaran?" Tanya temannya menatap mereka berdua.

Dira langsung menatap sumber suara. "E-engg---"

"Bentar lagi pacaran, calon, doain aja" potong wildan. Ia menatap dira yang menatapnya kaget. "Ayok, nanti kamu pulang kemalaman" ajak wildan memasangkan helm ke kepala dira, yang lagi-lagi membuat jantung dira berdenyut keras.

Wildan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, sesekali ia melirik dira yang tersenyum manis menatap jalanan yang ramai. "Tenang banget, ya, padahal ramai" ucap wildan sedikit berteriak takut dira tidak mendengar.

Dira mengangguk. "Iya, yang awalnya gue kesal sekarang jadi senang gini" sahut dira.

Mereka sampai di pasar malam, wildan kembali membantu Dira melepaskan helm, menggenggam tangan dira untuk kesekian kalinya jantung dira berdenyut keras. "Takut hilang nanti carinya susah, nanti gue sedih kalau lo hilang" bisik wildan.

Dag-dig-dug.

Jantung dira berdenyut, ia bisa merasakan aroma parfum wildan yang menenangkan. "Ya tuhan, aku enggak kuat, aku baper" teriak dira dalam hati.

Mereka duduk di kursi sambil minum es kelapa muda. Wildan menoleh ia menatap dira lekat, dira yang ditatap ia langsung menunduk malu, wildan terkekeh kecil ia mengangkat dagu dira agar menatapnya. "Gue mau bilang sesuatu sama lo, boleh?" Tanya wildan.

Dira mengangguk pelan "b-boleh" jawab dira gugup.

Wildan menggenggam tangan dira, mengelusnya lembut. "Lo mau enggak jadi p-pacar gue?, Mungkin ini terlalu cepat untuk lo, tapi jujur gue punya perasaan lebih dari sekadar teman, gue ngerasa saat dekat sama lo kaya gini, gue jadi tenang, jadi nyaman, dan jantung gue berdetak kencang, padahal gue enggak punya riwayat jantung, hehe" kekehnya di akahir kalimat.

Dira menatap wildan kaget, satu sisi ia bahagia, disisi lain ia sedih, mana mungkin ia bisa menerima wildan disaat ia sudah bersuami, tapi yang wildan rasakan, ia sendiri merasakannya ia nyaman di dekat wildan, ia suka dengan tingkat wildan yang selalu menanyakan hal yang mulai penting jadi tidak penting sekalipun, menurutnya itu sangat bagus.

Dira menarik tangan wildan. "G-gue---"

"Gue mohon, gue bakal nerima lo apa adanya, gue bakal selalu support lo" ucap wildan kembali menarik tangan dira.

"Ya tuhan bagaimana ini, disatu sisi aku juga nyaman, disisi lain aku sudah bersuami kalau aku terima kak wildan, aku berarti selingkuh mengkhianati pernikahan aku, tapi jujur aku bosan dengan sikap adit yang selalu cuek, bahkan sekarang aja dia enggak ada niatan buat nanya aku ada dimana, sama siapa" batin dira.

"Dir---"

"Gue mau, gue mau jadi pacar kakak" potong dira cepat.

Entah setan dari mana yang merasuki dira, sampai-sampai ia menerima pria lain di rumah tangganya yang sudah satu tahun lebih lamanya, ia menerima Wildan karena ia nyaman, dia selalu membuat ia ketawa, beda dengan aditya yang setiap harinya cuek.

***

my cold husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang