Keesokkan harinya, friska dan chaterin datang untuk menjenguk devina. Friska tidak tega melihat devina yang terbaring tak berdaya dirumah sakit seperti ini. Ia kembali meneteskan air matanya, sebagai seorang ibu ia sangat merasakan hatinya tersayat melihat devina tumbuh penuh dengan luka.
Friska selalu menyalahkan dirinya sendiri karena gagal menjadi ibu yang baik untuk devina."Kamuu... lebih baik kamu pergi dari sini!!". Ujar friska yang melihat arsen berdiri dan menyandarkan tubuhnya di tembok rumah sakit.
"Aku tidak sudi melihat kamu lagi disini, lebih baik mulai sekarang kamu jauhi devina!!".
"Bu friska tenang dulu bu, mengapa ibu jadi menyalahkan putra saya?. Dia salah apa sama bu friska?". Ujar yoga menengahi.
"Asal bapak tau, saya tidak sudi melihat anak dari seorang perempuan yang telah menghancurkan rumah tangga saya!!. Saya jijik melihat dia ada disini!!".
"Jaga bicara anda bu friska!!".
"Bun, bunda ini bicara apa. Tenangin diri bunda dulu. Arsen gak tau apa - apa, jadi bunda jangan main hakim sendiri buat nyalahin arsen". Ujar angga menarik lengan ibunya untuk sedikit menjauh dari hadapan arsen.
"Bunda tidak peduli, siapapun yang masih berkaitan dengan berlin maupun andre, bunda tidak sudi untuk membiarkan mereka dekat - dekat dengan keluarga kita!".
"Yaudah tan, kalau gitu yang tante inginkan. Mulai sekarang arsen bakal jauhin devina. Makasih buat semuanya bang angga, bang rio. Udah baik sama arsen. Makasih buat tante yang udah sempat menerima arsen dengan baik. Arsen pamit pulang ya. Ayo pa kita pulang sekarang". Ujar arsen lalu ia pergi begitu saja bersama dengan yoga.
Rasa sakit yang arsen rasakan saat ini tak pernah ia rasakan sebelumnya. Selama di perjalanan pun arsen hanya berdiam diri dan menatap kosong jalanan. Yoga sama sekali tidak menggubris anaknya tersebut. Ia membiarkan arsen meluangkan waktunya untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
"Panggilan untuk keluarga atas nama pasien devina cantika?". Teriak perawat yang baru saja keluar dari ruangan kamar devina di rawat.
"Iyaa saya sus ibunya devina. Gimana kondisi devina sekarang?". Ujar friska dengan raut wajah yang panik.
"Mohon maaf ibu, devina perlu donor darah lagi. Karena kondisi devina masih belum stabil dan sekarang kondisi devina sedang kritis. Disini ada yang golongan darahnya sama dengan devina?".
"Saya sus, saya ibunya. Barangkali donor darah saya cocok dengan putri saya".
"Baik bu, mari silakan ikut saya untuk cek golongan darah terlebih dahulu".
Setelah menunggu beberapa saat, cek golongan darah tersebut telah keluar. Namun golongan darah devina dengan friska tidak cocok. Satu - satunya yang cocok dengan golongan darah devina adalah andre.
Semua ikut panik, karena pihak rumah sakit pun juga sudah berusaha mencari donor darah untuk devina namun belum ada sama sekali yang cocok dengan golongan darah devina.
"Halo paa. Kenapa lama banget sih angkatnya".
"Maaf rio, papa baru saja selesai rapat meeting. Ada apa?".
"Devina butuh donor darah lagi pa. Secepatnya, sekarang kondisi devina sedang kritis".
"Astaga, baik rio papa akan segera kesana".
"Iya paa".
"Gimana ri? Kamu udah telfon papa?". Tanya angga kepada rio.
"Udah bang, sekarang dia otw kesini".
"Keluarga pasien atas nama devina?". Tanya dokter yang baru saja keluar dari ruangan kamar devina di rawat.
"Iya dok kami keluarganya. Gimana dok?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceOrang yang menyembunyikan tentang banyak hal dengan senyumannya, entah itu rasa sedih, trumatis atau bahkan depresi. Mereka berusaha merasa baik - baik saja di depan banyak orang. Meskipun hatinya benar - benar sangat terluka. Bukan berarti mereka...