02 | Benjamin : My Dangerous Boyfriend - Benjamin and his Madness

7.8K 384 7
                                    

Kamala mengerang pelan ketika merasakan pusing yang sangat luar biasa pada kepalannya. Jemari mungil itu mengusap pelan dahi sempitnya, berharap bisa sedikit mengobati rasa pusing yang dialaminya ini.

Sebuah lengan kekar turut ikut mengelus kepala Kamala, membuat Kamala terkesep seketika. Saat mendongak kedua netranya bertemu dengan netra Benjamin yang menatapnya tajam, membuat Kamala menjadi tidak nyaman. Apalagi saat menyadari dirinya tengah duduk di pangkuan Benjamin dengan posisi kaki yang menyamping.

Kamala berniat untuk beranjak dari posisi duduknya, namun pinggangnya benar-benar di cengkram erat oleh lengan kokoh Benjamin. Kamala mengerang lirih—menatap Benjamin. "Kak, lepas," gumamnya. Bukannya melepaskan Kamala, Benjamin semakin merapatkan tubuh mereka — mengubah posisi duduk Kamala menjadi kearah depan dengan masih berada di atas pangkuannya.

Benjamin mengelus pelan surai panjang milik Kamala, "Kamu lihat, pesta nya akan segera dimulai," gumam Benjamin lirih. Kamala membelalakkan kedua matanya, saat ini mereka tengah berada di tempat yang tidak lagi asing untuk Kamala. Sebuah rumah mewah yang berada di pingiran kota Jakarta dengan penjagaan yang super ketat oleh orang-orang Benjamin. Tempat dimana Benjamin dan teman-temannya melakukan hal yang di sebut dengan 'pesta'.

Tempat ini tidak hanya ada mereka berdua, namun—beberapa pria dengan stelan hitam yang tengah duduk rapi di masing-masing kursi yang telah di sediakan. Juga terdapat seorang pria asing yang duduk bersimpuh di tengah-tengah mereka dengan keadaan yang bisa dibilang mengenaskan. Tubuhnya bersimbah darah, dengan kedua lengan terikat ke belakang.

"Wah, Princess kita sudah bangun rupanya."

Kepala Kamala menoleh ke arah sumber suara, disana sudah terdapat ketiga teman Benjamin yang juga tengah menatapnya. Masing-masing dari mereka sudah memakai stelan jas formal, dengan pin berlambang kepala naga yang terpasang di dada mereka. Kamala mengalihkan pandangannya, tidak sudi menatap mereka yang tengah menatap Kamala dengan tatapan meremehkan. Kamala benar-benar dibuat tidak berdaya.

Mereka benar-benar sekumpulan manusia gila, yang tersenyum bahagia di atas kesakitan orang lain.

"Kelihatannya, Princess kita tidak tertarik dengan pesta kali ini," seru Seno sembari tertawa jenaka.

"Bagaimana jika kita tambah personilnya, satu orang memang benar-benar membosankan," kali ini Natan yang memberikan saran.

Kamala mendongak kan kepalanya agar bisa melihat respon yang akan Benjamin berikan, Benjamin tampak berpikir—sebelum kemudian menganggukkan kepalanya perlahan. Kamala mencengkram lengan Benjamin yang menjadi peganggannya, tubuhnya benar-benar gemetar sekarang, meskipun Kamala tidak tahu personil apa yang mereka maksudkan tapi Kamala yakin itu bukan merupakan suatu hal yang bagus dan normal.

Saat melihat persetujuan Benjamin, Seno berjalan menuju salah satu pria seram yang berjaga di pojok-pojok ruangan—memberikan perintah. Kamala semakin gelisah, "Kak, mau pulang," gumam Kamala lirih, kedua matanya berkaca-kaca—mencoba peruntungannya untuk menarik simpati Benjamin.

Benjamin mengelus pelan punggung kecil Kamala, mengabaikan rengekan yang gadis itu berikan.

Belum sempat Kamala kembali berbicara, terdengar riuh yang Kamala yakini berasal dari pria-pria dengan jas hitam. Kamala menolehkan kepalanya, sedikit berjengit kaget—air matanya mendadak tumpah begitu saja. Bagaimana tidak, pria-pria seram yang berjaga itu menyeret satu bahkan lima lainnya manusia dengan keadaan yang mengenaskan, sama dengan pria pertama yang Kamala lihat tadi setelah bangun.

"Kak, nggak mau," gumam Kamala.

Benjamin mencengkram erat pinggul Kamala—mempertahankan gadis mungil ini agar tetap berada di atas pangkuannya.

Benjamin : My Dangerous BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang