14 | Benjamin : My Dangerous Boyfriend - Who Exactly?

6.9K 350 51
                                    

Halo semuanya, feign disini.

Aku harap kalian selalu sehat dan baik-baik saja, mulai kemarin aku bertekad untuk sedikit lebih rutin untuk upload Benjamin, aku juga memiliki target untuk menyelesaikan cerita ini secepatnya pula. Semoga kemalasan tidak menyerang ㅋㅋㅋㅋ.

Salam hangat, feign.

*****

Pak Syarif memacu kecepatan, beberapa kali berbelok — mengikuti arahan seseorang yang memandunya dari balik intercome yang terhubung langsung dengan orang-orang Benjamin. Selain keselamatannya sendiri, Pak Syarif juga harus memastikan keselamatan nona mudanya, keamanan Kamala menjadi prioritas utama. Hal seperti ini sudah tidak asing lagi, mereka yang ada di puncak hirarki akan menjadi sasaran semua orang yang haus kekuasaan. Bodoh, mengapa manusia-manusia serakah ini tidak menimbang terlebih dahulu siapa lawan mereka, Wiradmaja bukanlah orang yang bisa diajak bercengkrama apalagi melibatkan mereka pada permainan-permainan bodoh seperti ini.

Sedangkan di sisi lain, Kamala memejamkan kedua matanya sembari memegang erat ponsel miliknya yang masih terhubung dengan Benjamin. Pria itu selalu mengumumkan kata-kata penenang guna menenangkan Kamala. Jantungnya berpacu erat, sesaat setelah merasakan mobil yang ditumpangi berhenti. Melirik Pak Syarif yang sedikit terengah, pintu penumpang dibuka sedikit kasar—tergesa, dengan spontan Kamala membuka mata, mengalihkan pandangannya.

"You're safe now, I'm here..." Mendengar suara yang familiar itu membuat Kamala semakin terisak, tangannya terulur untuk menerjang tubuh tegap milik Benjamin, memeluk lehernya dengan erat. Lega, Kamala merasa sudah aman sekarang. Kamala bersama dengan Benjamin sekarang, di dalam pelukannya.

Benjamin mengusap pelan pipi tembam milik Kamala yang basah karena air mata—mengecupnya perlahan secara bergantian.

"Kak, takut..."

Benjamin semakin mengeratkan pelukannya sebelum membawa Kamala ke dalam gendongannya. Melirik lima pria berhoodie hitam yang berhasil diringkus singkat, sebelum memindahkan Kamala masuk ke dalam mobil yang lainnya. Di dalam sana sudah ada Agya, perempuan dengan rambut panjang berwarna merah itu duduk di kursi kemudi bersama dengan Seno disisinya. Setelah memastikan Kamala nyaman, Benjamin memberikan kode pada Agya untuk segera beranjak dari tempat ini. Mengangguk, mereka mulai pergi dengan diikuti beberapa mobil di belakang. Kamala merasa tubuhnya lemas tidak bertenaga hanya bisa bersandar pada bahu tegap milik Benjamin.

Selama tiga puluh menit perjalanan, tidak ada percakapan yang tercipta di antara mereka. Mobil yang mereka tumpangi mulai memasuki kawasan apartemen yang cukup elit milik Benjamin. Menggenggam tangannya—Benjamin membantu Kamala untuk keluar sesaat setelah pintu mobil dibuka. Beberapa orang-orang milik Benjamin berada di sana, berjaga. Abai, Kamala memilih untuk mengikuti arahan Benjamin yang menuntunnya masuk ke dalam diikuti Seno, Agya, dan beberapa pria berjas hitam lainnya. Lantai lima puluh—lantai teratas dari bangunan ini, mereka membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit menggunakan lift untuk dapat sampai di lantai yang mereka tuju.

Suara lift berdenting bersamaan dengan pintu yang terbuka, dengan penuh kehati-hatian Benjamin menuntun Kamala untuk masuk ke dalam pintu yang terletak di paling ujung lorong—satu-satunya. Setelah sampai di kamar pribadi miliknya, perlahan Benjamin mendudukkan Kamala di atas ranjang. Berjongkok, bersimpuh menghadap Kamala.

"Maaf."

"Maaf Sayang."

Benjamin terus mengulang kata-kata maaf sembari memeluk pinggang Kamala, erat. "Ini yang terakhir, semuanya nggak akan terulang lagi." Desis Benjamin tajam.

Mengangguk, Kamala mengangguk singkat seraya menahan tangis. Sebenarnya ada apa? Orang-orang itu, mengapa mereka mengincarnya? Kamala merasa tidak pernah berurusan dengan orang lain apalagi menyakiti mereka. Kamala tidak pernah melakukannya, kecuali...

Benjamin : My Dangerous BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang