Halo, feign disini...
Mohon maaf sebelumnya untuk keterlambatan update di part ke-enam 'Benjamin' aku akhir-akhir ini punya jadwal kegiatan yang cukup padat sehingga menyita sebagian besar waktuku.
Seperti komitmen ku di awal, aku akan berusaha untuk menamatkan cerita ini. Jadi mohon dukungannya.
Aku juga berharap jika kedepannya bisa memberikan kalian satu atau bahkan lebih chapter baru setiap minggunya.
Terima kasih karena sudah mau menunggu, semoga kalian semua dalam keadaan yang sehat dan selalu bahagia.
Salam hangat, feign🤍🤍
*****
Kamala memijit pelan kakinya yang sedikit keram, saat ini Ia bersama dengan Benjamin tengah melakukan penerbangan menuju kota Jogjakarta untuk menghadiri acara pemakaman Sonia. Ya, Sonia—menurut laporan dari Adam, Sonia di kabarkan tewas di kediaman pribadinya di Jogjakarta di karenakan serangan jantung. Kamala sedikit terkejut, mendengar kabar yang di sampaikan Adam. Mengingat dimana pertemuan pertama dan terakhir mereka di kediaman utama Wiradmaja, wanita tua itu masih terlihat sangat bugar, bahkan untuk orang-orang yang seusia dengannya.Announcement yang di berikan oleh pramugari terdengar, mengabarkan bahwa sebentar lagi mereka akan mendarat di Bandara Adi Sucipto, Jogjakarta.
Benjamin menuntun Kamala untuk melewati anak tangga, Kamala bisa melihat beberapa mobil yang sudah terparkir di landasan pacu lengkap dengan beberapa pria jas hitam dengan pin berlambang kepala naga yang tengah menunggu mereka. Adam membungkuk hormat, mempersilahkan Benjamin dan Kamala untuk menaiki kendaraan yang sudah di sediakan.
Iring-iringan mobil mereka perlahan keluar dari area Bandara memecah padatnya jalanan kota Jogjakarta. Kamala melihat beberapa tukang becak, delman, dan para pedagang yang menjajakan barang dagangan mereka dari balik kaca jendela. Memang benar, Jogjakarta dan kedamaian kotanya merupakan satu hal yang tidak boleh di lewatkan.
Setelah hampir menempuh perjalanan selama hampir setengah jam, iring-iringan mobil mereka mulai memasuki kawasan perumahan yang cukup sepi. Di depan sana, sebuah rumah besar dengan arsitektur Jawa yang masih kental terlihat ramai dengan dengan orang-orang berbaju hitam.
Kamala mengeratkan genggamannya pada tas jinjing putih yang berada di atas pangkuannya, gugup.
"Ayo," ucap Benjamin seraya mengenggam jemari Kamala, membawa tubuh mungil itu untuk berjalan beriringan dengannya. Sontak mereka semua yang berada di sana mengalihkan pandangan pada kedatangan Benjamin yang tegah mengandeng Kamala. Melihat hal itu membuat Kamala semakin mengeratkan peggangan tangannya pada Benjamin.
Benjamin membawa Kamala ke arah kedua orangtua nya yang tampak mengobrol dengan anggota keluarga Cendana. Kamala hampir berdecak kagum, melihat tokoh-tokoh penting yang datang menghadiri acara pemakaman ini. "Kamala, selamat datang." Renata tersenyum manis sembari menghampiri Kamala, memeluk perempuan mungil itu ke dalam pelukannya.
Kamala tersenyum manis mendengar respon ramah yang di berikan oleh Renata. "Turut berduka cita ya tante." Ucap Kamala sembari membalas pelukan Renata.
"Kekasih Benjamin sangat cantik sekali, dia memang tidak salah memilih."
Ucapan wanita paruh baya yang merupakan menantu keluarga Cendana membuat kedua perempuan beda usia itu melepaskan pelukan mereka. Renata tersenyum, "Tentu saja, Wiradmaja tidak pernah salah dalam memilih pasangannya." Wanita paruh baya itu terkekeh pelan mendengar jawaban yang di berikan Renata—menatap Kamala.
"Selamat datang di kehidupan kami ya, semoga kamu bisa beradaptasi dengan cepat." Seru wanita paruh baya itu semelum menunduk kemudian pergi bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Kamala mengrenyit heran, 'kehidupan kami' apa maksud nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Benjamin : My Dangerous Boyfriend
Ficção GeralMenjadi miliknya merupakan sebuah berkah sekaligus kutukan secara bersamaan.