08 | Benjamin : My Dangerous Boyfriend - Two Sides

5.5K 305 19
                                    

Halo feign disini...

Apa kabar kalian semua? Aku harap kalian selalu bahagia dan dalam keadaan yang baik-baik saja.

Maaf dan terima kasih karena sudah menunggu Benjamin dengan waktu yang lama. Bulan-bulan terakhir ini aku mendapat sedikit kendala, kehidupan nyataku sungguh menyita banyak waktu. Beberapa bulan ini juga aku banyak mencoba hal baru juga mencoba beradaptasi dengan keadaan yang baru pula.

Aku memutuskan untuk konsisten kembali dalam menulis, seperti janjiku dari awal. Aku akan menyelesaikannya. Menyelesaikan Benjamin untuk diriku sendiri, untuk kalian semua. Aku harap kalian sedikit bersabar menungguku😅.

Salam hangat, feign.

*****

Memangnya apa yang bisa Kamala harapkan dari keberadaan kedua orang tuanya? Pelukan penuh kasih sayang, diperhatikan layaknya tuan putri, atau untaian seribu kata maaf karena sudah mengabaikan Kamala selama ini? Sekeras apapun Kamala berusaha, mereka tidak peduli—mereka tidak akan pernah peduli. Setelah serangkaian kejadian mengerikan yang Kamala alami akhir-akhir ini, tidak ada sedikitpun Kamala mendengar kata-kata maaf dari mulut mereka. Entah mereka tidak peduli atau memang hati mereka sudah benar-benar mati.

Kamala menyantap sepiring nasi goreng cumi miliknya dalam diam — sama sekali tidak melirik ke arah kedua orang tuanya yang juga tengah menyantap sarapan mereka. Ya, setelah berbulan-bulan kunjungan kerja akhirnya keduanya pulang ke rumah. Entah sampai kapan mereka akan tinggal, rasanya Kamala sudah tidak peduli. Toh Kamala sudah terbiasa hidup tanpa adanya peran mereka.

"Bagaimana hubunganmu dengan pewaris Wiradmaja?" Tanya Wirawan setelah menyelesaikan sarapan.

Kamala menghentikan makannya, masih dengan posisi menunduk. "Baik-baik saja, Papa." Sungguh mood Kamala benar-benar anjlok pagi ini. Ayolah, daripada menanyakan hal-hal tidak penting seperti ini, lebih baik diam saja.

"Syukurlah, jangan membuat malu nama keluarga, pertahankan hubunganmu dengan pewaris Wiradmaja. Hidupmu dan keluarga kita akan terjamin di masa depan nanti." Ujar Anita menambahkan.

Sungguh, rasa kesal lebih mendominasi daripada rasa rindu. Kamala kecewa dengan mereka—rasanya sesak, sangat menyesakkan. Kamala juga ingin ditanya seperti anak-anak lain, tentang bagaimana harinya, tentang bagaimana kabarnya setelah sekian lama mereka mengabaikan Kamala.

"Non Mala, Den Benjamin sudah menunggu di depan." Mbok Ratih berujar dengan sopan. Kamala bengkit dari duduknya, membungkukkan sedikit badannya kedepan kemudian berlalu meninggalkan ruang makan dengan sedikit tergesa. Anggap saja tidak sopan, tapi sungguh, Kamala rasanya sangat kecewa.

Kamala melihat Benjamin yang sudah menunggunya—duduk di atas kap mobil. Kali ini Benjamin menjemputnya menggunakan sebuah mobil Audi berwarna putih, sangat kontras dengan penampilan Benjamin yang kelam. Mengernyit heran, "Kakak datang sendiri?" Tanya Kamala heran, mengingat status laki-laki di hadapannya yang tidak pernah luput dari penjagaan, Kamala merasa heran ketika melihat Benjamin datang sendiri, tanpa supir dan orang-orang yang biasa bersama dengannya.

"Iya." Menjawab singkat pertanyaan Kamala, Benjamin segera menuntun perempuan mungil kesayangannya ini untuk masuk ke dalam mobil. Memastikan bahwa Kamala merasa nyaman pada saat bersama dengannya. Sebelum berbalik menuju kemudi, Benjamin sempat menoleh ke jendela yang berada di lantai dua. Disana, kedua orang tua Kamala tengah menyaksikan mereka dengan tatapan yang tidak terbaca. Tersenyum sekilas, Benjamin segera masuk ke dalam mobil dan meninggalkan pekarangan rumah Kamala.

Melihat Audi putih yang sudah menjauh, melewati gerbang utama kediaman mereka. Wirawan dan Anita hanya mampu menatap sendu. Terdapat banyak kata yang tidak mampu terucap untuk putri kecil mereka Kamala. Anita terisak, memeluk erat Wirawan.

Benjamin : My Dangerous BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang