Halo semua, feign disini...
Apa kabar kalian? Semoga selalu sehat dan baik-baik saja ya.
Terima kasih banyak karena sudah mau menunggu Benjamin dalam waktu yang cukup lama.
Aku punya banyak waktu luang sekarang, tapi entah kenapa ide-ide yang biasanya lancar di kepala mendadak stuck. Aku kemarin sudah menyelesaikan dua chapter sekaligus. Tapi tetap saja, yang namanya manusia tidak akan pernah merasa puas begitu saja.
Aku juga sempat berpikir untuk tidak melanjutkan Benjamin. Tapi entahlah, aku akan memikirkannya kembali.
Semoga suka chapter ini ya, salam hangat. feign....
*****
"Nona, saya dan pak Syarif akan menjaga dari kejauhan. Jika nanti nona merasa tidak nyaman bisa langsung menekan tombol merah di remote ini, saya akan langsung datang." Adam berujar sembari mengulurkan sebuah remote kecil dengan satu tombol merah di sana, yang langsung disambut baik oleh Kamala. Kamala membawa benda kecil itu masuk ke dalam sling bag mini berwarna baby blue miliknya seraya mengucapkan terima kasih.
Kamala akan menghabiskan sorenya ini bersama dengan Mita. Gadis itu berniat datang ke salah satu coffee shop bertema kucing yang baru saja buka di kawasan Kemang. Kamala yang sangat suka terhadap hewan berbulu itu tentu saja tidak bisa melewatkannya. Meskipun harus melalui sesi negosiasi yang cukup alot bersama dengan Benjamin untuk mendapatkan izin. Hal itu berakhir dengan luluhnya Benjamin, namun dengan beberapa syarat dan peraturan yang harus Kamala patuhi.
Pertama, Kamala harus membawa serta Adam bersama dengan pak Syarif untuk bersamanya — menjaga Kamala. Kedua, Kamala harus kembali pada waktu yang sudah ditentukan. Dan yang terakhir, Kamala harus selalu berjaga dengan ponsel miliknya. Merasa persyaratan yang diajukan tidak terlalu memberatkan, gadis itu memilih untuk setuju. Lagipula kapan lagi Kamala bisa memanjakan dirinya seperti ini. Ini kesempatan yang langka, Kamala tidak mungkin melewatkannya.
Aroma kopi dan makanan manis sontak tercium saat pegawai coffee shop itu membukakan pintu. Setelah menyelesaikan pesananannya, pandangan matanya beredar, mencoba mencari tempat yang strategis untuk menunggu Mita. Kamala memilih sebuah meja yang berada di pojok ruangan, dekat dengan jendela besar yang menampakkan pemandangan ramainya jalan raya.
Pesanan sudah disajikan, segelas matcha latte bersama dengan beberapa cemilan manis yang menggugah selera. Menatap jalanan, Kamala semakin larut di dalam lamunan. Ingatannya terlempar pada beberapa hari yang lalu. Terakhir pertemuannya bersama dengan Renata, wanita itu membahas mengenai pertunangannya dengan Benjamin. Selang beberapa minggu, Renata kembali mengirimkan pesan singkat. Menanyakan perihal jawaban Kamala mengenai tawarannya itu.
Jujur, hingga saat ini Kamala masih belum memiliki jawaban yang pasti. Kamala merasa tidak siap jika harus terikat lebih erat lagi bersama dengan Benjamin juga anggota keluarga Wiradmaja yang lainnya. Mereka itu seperti sebuah puzzle, Kamala masih membutuhkan banyak kepingan untuk bisa menyatukan semua.
"Woi Mala..." Tersentak—Kamala dengan spontan mendongak. Mita sudah berdiri di depannya dengan tatapan bertanya-tanya. Entah sejak kapan gadis itu sampai, Kamala tidak terlalu memperhatikannya.
"Jangan banyak ngelamun, gue takut tiba-tiba lo kesurupan." Canda Mita sembari tertawa garing.
"Ngaco lo."
Menyadari kebodohan mereka masing-masing, mereka berdua sontak tertawa bersama. Hari ini mereka berdua akan menghabiskan banyak waktu untuk saling berbincang, mengingat kurangnya waktu mereka bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benjamin : My Dangerous Boyfriend
Ficción GeneralMenjadi miliknya merupakan sebuah berkah sekaligus kutukan secara bersamaan.