Part 20

7.6K 399 4
                                    

Memori hidupku berputar di kepalaku seperti film. Aku melihatnya jelas, saat aku kecil, mama, papa, Dewa, perjalananku bersama Dewa, kecelakaan tragis bahkan adegan percintaanku dengan Dewa. Tunggu tunggu. Sutrada mana yang berani memasukkan adegan seperti itu dalam kepalaku? Tapi semuanya terlihat nyata. Aku melewatinya. Dan astaga. Benar...aku telah melakukan itu dengan Dewa. Iya itu! Buat dedek! Ya Tuhan! Finally, i remember all.

Perlahan aku membuka mataku. Badanku sangat lemas dan kepalaku terasa pusing. Apa aku pingsan?

Aku melihat sekelilingku, Tristan duduk diatas kursi roda. Ada Lola yang duduk dikursi samping ranjangku.

"Astaga Dita! Berhenti bikin aku khawatir". Ucap Tristan saat aku baru saja sempurna membuka mataku.

"Euuung" Aku hanya menanggapinya dengan gumaman.

"Minum dulu ya Dit". Ucap Lola.

"Aku kenapa? Pingsan lagi?" Tanyaku pada dua sosok ini. Tristan hanya mengangukkan kepala.

"Kamu diluar dulu ya. Aku mau ngomong sama Dita sebentar" Lola berucap sambil memegang pundak Tristan. Ada interaksi aneh diantara keduanya. Jangan-jangan...eh jangan-jangan.

Lola kembali masuk setelah mengantarkan Tristan keluar dari kamarku. Kembali lagi dia duduk dikursi lalu menghela nafas....dalam.

"Kamu sudah tahu?" Aku mengeryitkan dahi bingung.

"Tahu apa?"

"Sudah berapa lama?" Lagi-lagi aku bingung dengan pertanyaannya.

"Apanya. Bisa to the point?"

"Kamu hamil Dita" Jawabnya jengkel.

"Berapa lama?" Tanyaku polos.

"Entahlah. Dokter bilang setelah sadar kamu harus di USG".

"Kok aku?"

"Karna kamu yang hamil Dita!" Apaaaaa? Aku hamil? Bagaimana bisa? Siapa bapaknya? Aku yakin sekarang pasti mukaku pucat. I'm single and i'm pregnant. Demi Tuhan.

"Kamu serius?"

"Untuk apa aku bercanda? Kamu tahu kan bapaknya siapa?" Seketika aliran darahku seperti berhenti. Bapaknya ya Dewa. Jadi ada dedek disini. Hiks. Anakku. Apa Dewa mau menganggapnya anak? Aku menangis. Ini terlalu membuatku shock. Aku baru ingat dari amnesiaku lalu sekarang aku hamil. Tanpa pernikahan.

Lola memelukku. Menenangkanku yang menangis sesenggukan.

"Tenang Dita. Ibu hamil nggak boleh stressed. Saya dokter kandungan tapi rumah sakit ini bukan tempatku. Nanti saya temenin kamu buat priksa". Oh dia dokter kandungan. Pantas saja saat itu dia tahu aku sedang hamil. Tapi kenapa aku yang mengandung malah tidak tahu? Maafin mama ya sayang.

"Berapa lama?" Tanyaku.

"Terakhir kapan kamu menstruasi? Lebih jelasnya bisa USG". Jawabnya.

Aku menuruti semua yang disarankan oleh Lola. Mulai dari USG, minum susu kehamilan, tidak stress, dan lain sebagainya.

Kehamilanku kini sudah menginjak 5 minggu. Belum ada yang tahu kecuali Tristan dan Lola. Tristan memahariku habis-habisan. Tapi Lola membelaku dengan alasan ibu hamil tidak boleh stress. Thank to Lola.

Sejak aku tahu aku hamil, yang kupikirkan adalah bagaimana memberitahu Dewa. Lebih tepatnya adalah memberitahunya atau tidak. Iya kalau dia bertanggung jawab. Kalau tidak bagaimana? Tapi Dewa pasti mau bertanggung jawab. Dia kan orangnya lempeng. Tapi menikah karena tanggung dan bukan cinta? Astaga. Ini berat.

Masalah cinta aku memang masih cinta dengannya. Mati-matian aku menghindar ternyata dia muncul lagi dalam hidupku.

"Dita...gue kangen ama lo". Ucapnya mengagetkanku.

"Biasa aja bisa?" Tanyaku. Natasha hanya terkekeh.

"Kan gue beneran kangen sama lo Dit. Nih gue bawain oleh-oleh. Sorry ya baru sempet ngasihnya sekarang. Padahal gue udah balik dari 3 hari yang lalu".

"Nggak papa. Thank ya. Gimana bulan madunya?" Wajahnya merona. Aku terkikik geli.

"Ih jangan tanya begituan. Harusnya gue yang tanya sama lo Dit".

"Lah gue kan nggak bulan madu".

"Masalah lo sama abang!" Ucapnya tegas. "Bisa lo jelasin ke gue?" Tanya tak terbantahkan. Aku menceritakan semuanya. Karena aku memang butuh teman ceritanya. Natasha hanya ternganga mendengar ceritaku.

"Lo nggak diajak nikah sama abang? Gila lo!"

"Bukan nggak mau Nat. Waktu itu gue belum inget. Jadi gue minta waktu sampe inget. Gue takut kalau ini cuma perasaan sementara gue aja. Makanya gue mau ngeyakinin, barangkali gue inget juga kan. Ternyata pas gue inget ya gue tahu gue cinta mati sama dia".

"Kenapa lo nggak ngomong?"

"Gue ngomong tapi abang lo motong omongan gue mulu".

"Iyasih. Menurut cerita lo tadi emang abang gue bodoh" Natasha tertawa. Aku mendelik.

"Natasha fokus. Bukan saatnya ngatain abang lo bodoh walaupun kenyataannya emang gitu".

Finding LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang