Part 15

6.9K 374 3
                                    

Tristan

Beberapa hari di Jakarta, Dita mulai terlihat aneh. Sering melamun, pergi entah kemana dan pulang malam. Dan sekarang dia pulang dengan keadaan kacau, matanya sembab...seperti habis menangis.

Bukannya aku tidak curiga. Tapi yasudahlah, aku bersyukur jika saat Dita jalan-jalan dia bisa bertemu dengan temannya. Namun kadang aku merasa khawatir, kalau ketemunya sama begal gimana? huh.

"Dit, kamu kenapa?" Dita diam, matanya kosong. Nah kan melamun lagi. "Dita" Aku mengusap kepalanya. Dita terhenyak.

"Eh iya Tris?"

"Kamu kenapa?"

"Aku nggak papa kok." Aku hanya menghela nafas. Jawabannya selalu nggak papa. Nggak papa nya wanita itu berarti ada apa apa kan? Tapi aku hanya bisa diam. Tak bisa memaksa Dita.

6 bulan yang lalu, Dita datang ke Bandung. Patah hati, karena dia mengira Dewa sudah menikah. Kebodohannya yang akhirnya membawanya menjadi seperti ini. Dan untuk sementara, Dita tinggal dirumahku.

Beberapa minggu di Bandung, Dita sudah mulai mencari pekerjaan. Dan hari dimana Dita diterima kerja, malapetaka itu terjadi. Saat akan pergi kekantor tempatnya diterima bekerja, Dita kecelakaan. Ojek yang ia naiki, tertabrak travel. Bodohnya Dita yang memilih ojek untuk pergi ke kantor. Aku kadang merasa geli jika mengingat bagian yang itu.

Saat itu juga, aku pulang ke Bandung. Mama menelponku, menangis khawatir dengan keadaan Dita. Untung saja hari itu aku tidak ada operasi, aku bisa langsung pulang ke Bandung.

Kondisi Dita parah. Kepalanya terbentur trotoar jalan dengan keras. Mengakibatkan Dita koma selama 3 minggu.  Aku menelpon mamanya, dan beliau baru datang besok harinya bersama dengan om Bagus, papa Dita.

Selama 3 minggu itu juga aku menjaga Dita. Bergantian dengan kedua orang tuanya dan mamaku. Hanya 3 hari aku berada di Jakarta, sisanya aku di Bandung, menjaga Dita hingga tersadar.

Tepat 3 minggu akhirnya Dita tersadar. Tapi bukan Dita yang dulu...saat melihatku dia langsung bertanya 'kamu siapa' Bagai petir disiang bolong, aku tidak percaya saat itu. Tapi sebagai dokter, aku sudah mewaspadai jika hal itu terjadi. Mengingat kepalanya mengalami benturan.

Dengan kedua orangtuanya pun Dita tidak ingat. Membuat mamanya menangis histeris didalam kamar rumah sakit. Mamaku juga menangis. Aku dan Om Bagus hanya bisa menenangkan kedua wanita ini. Kamipun juga hancur, hanya lebih kuat saja sebagai laki-laki.

Satu minggu kemudian, Dita dibolehkan untuk pulang. Orang tuanya tidak membawanya pulang ke Semarang, tapi dirumah baru yang mereka kontrak di Bandung. Rumahnya tidak jauh dari rumahku. Hanya beda blok saja. Ini dilakukan agar Dita nyaman, berada di dekat orang-orang yang sudah dia kenal setelah tersadar dari komanya. Dan agar Dita tidak tertekan. Karena itu, aku dan keluarganya tidak pernah memaksa Dita untuk mengingat kembali masa lalunya. Semuanya let it flow. Hingga nanti akhirnya Dita sadar dengan sendirinya.

Semuanya berjalan normal, proses pengenalan Dita dengan kami semua berjalan normal. Dita pun bisa menerima keadaannya yang sekarang, ya...walaupun di awal-awal dia shocked.

Om Bagus memintaku untuk mendampingi Dita. Karena aku dokter, setidaknya aku tahu bagaimana penanganannya. Namun pekerjaan di Jakarta tidak mungkin kutinggalkan begitu saja. Walaupun aku meminta jadwal hanya 3 hari dalam seminggu.

Hingga pada akhirnya, Dita mulai aneh. Dita mulai menunjukkan ketertarikannya kepadaku. Yeaah...bukannya aku tidak suka. Hanya saja aku merasa ini tidak tepat. Jika kalian bertanya apakah aku menyukai Dita, jawabannya adalah iya.

Dita begitu menincintai

Finding LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang