Selamat pagi. Semoga part ini sudah panjang ya. Ngetiknya sambil diinfus nih, karena saya lagi dirumah sakit. Hiks. Semoga berkenan ya dengan part ini. Monggo langsung dibaca saja. Terimakasih yang sudah mau ngasih vote untuk cerita saya. Happy friday :)
Aku luruh kelantai. Menangis sejadi-jadinya. Apa benar kabar yang aku dengar barusan? Oh my God, please don't.
"Dita". Dewa memanggilku. Aku masih terduduk dilantai, sibuk dengan pikiranku sendiri. Tak lama kemudian dia langsung merengkuhku. Membiarkan aku menangis didalam pelukannya. "Kenapa?" Tanyanya lagi.
"Please anterin saya ke rumah sakit. Sekarang Dewa...sekarang". Ucapku dengan masih menangis hebat.
"Kenapa Dit? Ada apa?"
"Tritsan kecelakaan. I have to go. Now!" Dewa langsung mengambil kunci mobil yang berada diatas meja kemudian langsung menggandengku keluar apartemen. Dalam perjalanan ke rumah sakit aku hanya bisa menangis.Tidak ada lagi yang kupikirkan selain Tristan. Bahkan aku sudah tidak peduli dengan Dewa dan segala kata-katanya yang menyakitkan hati.
Sesampainya di Rumah Sakit aku langsung turun begitu saja dari mobil. Berlari kearah UGD untuk melihat kondisi Tristan. Langkahku terhenti begitu ada bapak-bapak berseragam polisi didepan pintu UGD.
"Pak,bagaimana keadaan Tristan Pak?"
"Maaf, apa anda Ibu Dita?"
"Iya Pak, tadi sudah ada yang menelpon saya".
"Mari Bu, kita duduk dulu". Aku duduk bersama dua orang polisi disebuah kursi panjang didepan UGD. Salah satu diantaranya adalah Pak Wahyu yang tadi menelponku dan sekarang berusaha untuk menjelaskan keadaan Tristan kepadaku.
"Jadi begini Bu, tadi bapak Tristan mengalami kecelakaan di Tol dalam kota. Keadaan mobilnya cukup parah, karena sempat terseret dan menabrak pembatas jalan. Untuk kondisi Bapak Tristan sendiri, kita harus menunggu hasil periksa dokter". Keadaan mobilnya cukup parah. Kalimat itu yang sekarang memenuhi kepalaku. Jika mobilnya saja parah, bagaimana dengan Tristan?
"Dit, gimana?" Aku tersentak oleh suara Dewa. Astaga Dewa. Tadi aku meninggalkannya begitu saja. Shit...
Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaan Dewa. Dia duduk didekatku, tangannya menggenggamku. Aku buru-buru melepaskannya. Apa Dewa tidak ingat bagaimana tadi dia meneriakiku, menuduhku dan tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskannya.
"Sorry". Ucap Dewa. Walaupun terdengar hanya seperti gumaman.
"Pulanglah. Saya rasa sudah cukup. Terimakasih sudah mau mengantarkan saya kesini".
"Saya mau disini. Nggak mungkin saya ninggalin kamu sendirian Dit"
"Ti....". Kalimatku terpotong saat pintu UGD terbuka. Dua dokter keluar dari dalamnya. Aku segera menghampirinya.
"Bagaimana keadaan Tristan, dokter?" Tanyaku. Pak Wahyu, dan satu anggota polisi lagi juga sudah berada disampingku.
Mimik muka dokter tersebut terlihat sedih. Dia menghela nafas sebelum menjawab pertanyaanku.
"Kita sudah berusaha yang terbaik Bu". Degh...Tidak tidak. "Namun kondisi Pak Tristan memang cukup parah. Pak Tristan bisa melewati masa kritisnya, tapi sekarang dia koma".
Seakan aku ditarik paksa oleh masa lalu. Terhempas begitu saja, berada dalam keadaan koma ku dulu. Mengerikan. Hampa. Itu yang aku rasakan. Hampa. Aku tidak lagi berteriak histeris. Pikiranku kosong dan duniaku tiba-tiba berubah menjadi gelap.
----
"Tristan". Ucapku sambil menangis.
"Hai Dit, kamu sudah sadar?" Aku membuka mataku dan mendapati Dewa sedang menatapku dengan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Love
RomanceAnindita Pramesthi, 27 Tahun. Single dan gagal move on. Bertemu dengan Dewara Adam Wicaksana, pengacara sukses yang selalu Ia hindari.