Part 16

7K 421 0
                                    

Setelah beberapa hari berada di apartemen, aku mulai tenang. Aku tidak lagi bertemu dengan Dewa ataupun mamanya. Setidaknya ini membuatku bisa menenangkan diri setalah shocked hebat kemarin.

Aku masih tidak percaya jika aku pernah berhubungan dengannya. Mengingatnya saja aku tidak, tapi Tristan memintaku untuk tidak memaksakan diri mengingat Dewa.

Tristan juga mulai menceritakan kehidupanku sebelum kecelakaan ini. Tapi tidak banyak, karena dia baru bertemu lagi denganku beberapa saat sebelum kejadian itu.

Dan perasaanku pada Tristan? Entahlah, mungkin hanya sebatas sahabat. Aku hanya nyaman dengan dia. Karena memang dia orang yang kukenal sebelum Dewa muncul dan membangkitkan perasaan-perasaan aneh.

"Dit, wanna meet him?" Aku mengeryitkan dahiku. Bingung akan pertanyaan Tristan. "He's here".

"Siapa Tristan?" Tristan melangkah masuk kekamarku. Lalu duduk tepat disebelahku.

"Dewa ada disini. Dia nyariin kamu".

"Kamu serius? Aku nggak mau ketemu". Tristan berdecak. Lalu mengacak-acak rambutku.

"Kamu jangan kayak anak kecil. Temuin dia. Terakhir kamu ngehindar dari dia, kamu jadi kayak gini". Ucapnya dengan nada sedih.

"Aah...itupun juga aku nggak ingat". Aku terkekeh dan langsung mendapat tatapan maut dari Tristan.

"Jangan bercanda. Cepat temuin dia". Aku keluar dari kamar. Menyeret kakiku pelan sembari menenangkan luapan aneh didadaku. Aku sudah seperti ABG yang sedang dikunjungi oleh pacarnya. Hhhh....

"Ehem". Aku sengaja berdehem untuk mengalihkan perhatian Dewa dari smartphone nya. Dia melihatku kemudian memasukkan smartphone nya ke dalam saku celananya.

"Ada apa kamu kemari?" Seingatku dia paling susah kalau aku ajak ketemu, kenapa sekarang malah tiba-tiba datang?

"Mama menyuruhku mencarimu". Aah mama...aku mendengus. Mana mungkin karena kemauannya sendiri.

"Untuk apa?"

"Mama mengkhawatirkanmu". Tante Rima mengkhawatitkanku? Tentu saja. Bagaimana tidak khawatir, setelah bertemu dengan Tante Rima aku pulang dengan masih sesenggukan.

"Ah iya, aku minta maaf".

"Katakan sendiri. Ayo ikut aku". Aku menaikkan sebelah alisku, menatapnya dengan tatapan bertanya. "Menemui mamaku. Ayo..."

Aku patuh mengikuti dia. Dan sepanjang perjalanan kami hanya diam. Seperti aku pernah merasakan hal ini sebelumnya. Tak lama perjalanan, kami sudah berada di sebuah rumah bergaya minimalis modern dua lantai. Rumahnya terlihat asri, tanpa pagar dan rumputnya hijau terpelihara.

"Ayo turun". Ucap Dewa. Aku kemudian melepas seatlbelt ku dan membuka pintu lalu mengikuti Dewa.

"Ya ampun Dita..." Saat baru saja masuk kedalam rumah, suara Tante Rima sudah menggema. Beliau buru-buru berjalan kearahku lalu memelukku. "Dita baik-baik aja kan?"

"Dita baik kok Tante, maaf ya udah bikin Tante khawatir".

"Tante yang minta maaf sayang. Udah bikin kamu nangis bombay". Tante Rima tertawa. Aku mematung melihat tingkah beliau. Kulihat Dewa hanya mendesah dan berlalu begitu saja dari kami.

"Eh ayo duduk dulu Dita". Akupun duduk di sofa kulit yang berada di ruang tamu. Tante Rima duduk disebelahku. "Ini rumahnya mas Yuda, Dit". Aku mengeryit. "Kakaknya Dewa. Dulu banget kamu pernah ketemu kok". Aku hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Tante Rima.

"Oh iya, Dita nya mau minum apa?"

"Nggak usah repot-rapot Tante, apa aja boleh kok".

"Tante juga nggak mau repot-repot kok Dita, kan ada si bibik yang bikinin". Ucap Tante Ratih sambil terkekeh. Ajaib sekali. "Sih...Asih. Kesini sih".

"Asihnya lagi keluar ma, beli pampers bentar". Seorang wanita yang sangat cantik tiba-tiba muncul. Wanita itu tersenyum kepadaku. "Kita belum kenalan kan ya?" Tanyanya. Aku berdiri lalu mengulurkan tanganku.

"Dita mbak"

"Aku Rahma. Oh jadi ini ma yang bikin Dewa jadi gitu?" Hee jadi gitu? Apa maksudnya. Mba Rahma dan mama tersenyum jahil. Aku jadi salah tingkah.

"Buruan aja ya Dit, kasih Azka temen". Mba Rahma terkekeh. Sebelas dua belas dengan Tante Ratih. Hadeeh...

"Azka itu keponakannya Dewa, anaknya Rahma sama Yuda, lucu. Tapi sayangnya lagi bobok". Jelas Tante Rima. Jadi maksudnya temen buat Azka apa ini? Aku tekdung terus punya anak? Bapaknya mana????

"Dita mau minun apa? Biar mbak bikinin ya".

"Mbak jangan repot-repot".

"Aduh gak papa. Cuma air putih aja paling Dit, gak repot". Mba Rahma kembali tertawa. Begitu juga dengan Tante Rima. Dan entah mengapa perasaanku menghangat berada disini.

Akhirnya aku mengobrol bertiga dengan Tante Rima dan Mbak Rahma. Bercerita tentang banyak hal dan bergosip nggak jelas. Namanya juga wanita ya....

Dan Dewa? Entahlah. Semenjak tadi dia pergi begitu saja, aku belum nelihatnya lagi.

"Yuda sama Dewa itu beda banget lho". Kata Tante Rima ditengah-tengah obrolan kami.

"Bener ma, bueda banget". Mbak Rahma menimpali. Lha aku gimana? Mana tahu Dewa seperti apa.

"Yuda nya kebanyakan tingkah, si Dewa pendiem banget". Ujar Mbak Rahma.

"Iya pendiem, sampai patah hati aja nangis". Mereka berdua tertawa. Aku hanya meringis.

"Sudah selesai acara bergosipnya?" Tanya Dewa tiba-tiba, menghentikan tawa keras dari Tante Rima dan Mbak Rahma. Aku melihat kearahnya. Oh he's cute, bukan Dewa ya. Tapi anak kecil lucu yang berada dalam gendongannya.

"Anaknya nangis, emaknya enak-enakan ngomongin orang". Sungut Dewa. Kami bertigapun langsung tertawa. Bayi lucu didalam gendongannya pun ikut tertawa seakan mengerti maksud kami. Tangan mungilnya kemudian mengarah kedepan, seakan ingin meraih mamanya yang duduk disebalahku. Mbak Rahma tidak beranjak, hanya menggodanya dari tempatnya sekarang. Aku gemas, reflek aku berdiri lalu menghampiri Dewa dan Azka lalu mengambil alih Azka dari Dewa. Azka hanya tertawa-tawa, sesekali memainkan rambut panjangku. Dia terkekh saat aku mengarahkan tangannya ke wajah Dewa, membuat gerakan seakan ingi meninju Om nya tersebut. Tanpa sadar kami bertiga tertawa, terlibat dalam interaksi yang sangat dekat.

"Nah udah pantes kok itu". Suara Tante Rima menyadarkanku. Mbak Rahma terkikik dibelakangnya. Tanpa aku sadari juga, mereka berdua sudah berdiri tepat dibelakangku.

"Apaan sih ma" Ucap Dewa.

"Ya nggak papa, wong mama cuma bilang gitu aja kok". Ujar Tante Rima sambil memukul lengan Dewa.

"Udah sini Azkanya sama mama dulu ya, Azkanya mau mandi tante". Aku memberikan Azka kepada Mbak Rahma. "Kalau pengen ya buruan ditekdungin". Ucapnya pelan saat melewati Dewa. Pelannya masih kedengaran aku mbak....hih.

"Lucu ya ya mereka". Ujarku tanpa sadar.

"Lucu dibagian mananya? Tekdung?" Aku yakin pasti mumaku memerah. Kenapa kalo Dewa yang ngomong kesannya jorok banget ya?

"Tekdung apaan?"

"Jangan pura-pura nggak tahu". Aku hanya membuang muka. Menahan senyum.

"Dit, i wanna talk..."

----
Part baru lagi ya. Buat nebus yang kemarin-kemarin lama update. Guys, aku minta komen dan votenya dong. Biar tambah semangat nulisnya. Jujur aja agak buntu, apalagi kalau pulang kerja udah capek. Kadang stuck gitu aja hiksss. Makasih ya buat readers semuanya....

Finding LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang