Part 21- repost

8.7K 408 5
                                    

-Saya repost ulang ya, karena tadi ada yang kurang-
Haloo, selamat sore semuanya. Selamat menunaikan ibadah puasa ya bagi readers yang sedang menjalankannya. Saya upload buat temen kalian buka puasa nih. Dan sebentar lagi cerita ini akan tamat. Hiks, nggak rela pisah sama Dewa. Tapi mau gimana lagi. Setelah itu saya akan upload cerita yang lainnya dan menghapus cerita saya yang sebelumnya sudah diupload. Tapi untuk finding love tidak akan dihapus. Oke, sekian dari saya. Selamat menikmati!

Tunggu tunggu, bagian mana yang tidak mungkin? Nggak mungkin kan aku hamil anak genderuwo penghuni apartemen Dewa? Amit-amit jabang bayi!

Aku menatapnya tajam. "Bisa jelaskan kenapa tidak mungkin?" Tanyaku.

Dewa mundur selangkah dariku.

"Kamu dan Tristan. Kalian? Em mungkin itu anaknya?"

Oh my God! Bodoh kok dipelihara. Aku dan Tristan? Anak? Astaga pemikiran macam apa itu. Hei, aku bukan wanita murahan yang mau dibuahi oleh berbagai cowok. Move on saja aku gagal, mana berani aku ber-nana dengan cowok lain.

"Bodoh!" Umpatku.

Dewa mengeryitkan dahinya. "Saya pikir kamu cinta dengan Tristan".

"Bisakah kamu tidak memakai pikiranmu sendiri? Sampai kapan kamu selalu bilang saya pikir saya pikir". Dewa masih mengeryitkan dahinya. Mimik mukanya yang bingung dan alis yang menyatu membuatnya terlihat lucu.

Aku menghela nafas. "Terserah kamu percaya atau tidak. Saya dan Tristan tidak ada hubungan apa-apa. Tidak lebih dia adalah sahabat saya. Saya berhutang banyak hal pada dia. Wajar jika kemarin saya panik, karena saya pernah ada dalam posisinya. Kamu tahu saya kan Wa. Saya nggak bisa jatuh cinta dengan orang lain. Sejak dulu, hati ini udah milik kamu. Saya memang salah, karena lebih mengandalkan orang lain daripada kamu, kekasih saya saat itu".

Dewa maju selangkah, aku mundur. Rasanya dadaku sesak. Hingga saat ini dia tidak mempercayaiku. Tidak percaya dengan anak dalam kandunganku.

"Dit, kamu udah....?"

Aku mengangguk. "Ya. Saya udah ingat semuanya Wa. Saya pikir tadi saat yang tepat, saya dan anak ini membutuhkan ayahnya. Saya butuh kamu Wa, saya cinta sama kamu. Dia juga butuh kamu. Tapi melihat reaksi kamu, sepertinya ini tidak tepat". Ujarku sambil mengusap pelan perutku yang masih rata.

"Dit, sorry". Wajahnya benar-benar menunjukkan penyesalan.

"Saya nggak minta kamu tanggung jawab Wa sekarang. Saya akan akan merawatnya, kamu nggak perlu khawatir Wa".

"Demi Tuhan Dit, kamu itu mikir apa sih? Tanpa kamu minta saya pasti mau tanggung jawab. Dia anak saya juga Dit".

"Tapi kamu nggak percaya ini anak kamu Wa". Air mataku mau keluar.

"Oke sorry Dit, sorry. Saya percaya itu anak saya. Nggak saya raguin lagi. Jadi please, let me be your husband and father for the baby".

"Tapi kamu nggak cinta kan Wa sama saya. Saya nggak mau nikah dengan orang yang nggak cinta sama saya". Jelasku pelan diiringi oleh isakan kecil.

"Oh my. Im in love with you, Anindita Pramesthi. Sejak 9 tahun yang lalu, nggak berubah". Aku sontak mengangkat wajahku, melihat kearah mata Dewa. Serius. Tidak ada kilatan bercanda dimatanya.

"Tapi selama ini kamu nggak pernah bilang cinta sama saya Wa".

Dewa mengerang frustasi. Dia lalu mendekat kearahku, kali ini aku hanya diam. Kemudian Dewa meraih tanganku, menggenggamnya.

"Apa saya harus selalu bilang cinta? Apa selama ini semua yang saya lakukan tidak membuatmu berpikir kalau saya cinta sama kamu?"

Dewa semakin erat menggenggam tanganku. "Kamu tahu?" Aku menggeleng. "Dengerin dulu, saya belum selesai ngomong". Ujarnya. Aku menggerutu sebal.

Finding LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang