Laju kendaraan Dodo berhenti tepat di depan rumah Anagata, Dodo tidak segera turun dari motornya karena masih ada Mahesa yang tetap tidak sadarkan diri.
“Orang ini tidur apa mati?.”
Dodo mendengus, menghentikan motornya ketika sudah sampai di rumah Anagata, ia tidak langsung bangkit karena masih ada Mahesa di belakangnya. Syukur-syukur Mahesa tidak jatuh selama di pertandingan, Dodo sedikit khawatir akan hal itu.
Setelah menunggu beberapa menit, Anagata sampai dengan raut wajahnya yang telah berbeda. Dodo menyadari itu tetapi memilih abai karena yang harus dilakukannya sekarang adalah membawa Mahesa masuk ke dalam rumah.
“Lo pegang Mahesa, gua turun dulu.”
Anagata menghampiri, mengikuti arahan dari Dodo. Tangannya yang dua kali lipat lebih kecil dari Mahesa berusaha untuk menahan tubuh laki-laki itu agar tidak terjatuh.
Kemudian setelah Dodo turun dan merenggangkan tubuhnya sejenak, Dodo bergegas untuk mengambil alih tubuh Mahesa dan membopongnya masuk ke dalam. Anagata mengekor di belakang Dodo, ia menuju kemari untuk mengambil kotak P3K.
Setelah kotak itu berada di genggamannya Anagata lekas pergi ke dapur mengambil kain serta sedikit air hangat untuk membersihkan lebam di wajah Mahesa. Semuanya sudah siap Anagata bawa ke ruang tamu. Dodo merebahkan tubuh Mahesa di sofa empuk. Tatapnya selalu heran kepada kejadian kecil itu yang menyebabkan teka-teki.
Anagata menghampiri, menaruh kotak P3K itu di atas meja dan membawa bokongnya duduk di sana. Anagata hendak membersihkan luka yang ada di wajah Mahesa, jemarinya sudah menggenggam kain yang hampir saja ia celupkan ke dalam air hangat itu, tetapi aktivitasnya tiba-tiba berhenti begitu saja.
“Kenapa lu?.”
“Gua lupa kalau belum mandi, tolong bersihin lukanya dulu dong.”
Dodo ikut duduk di samping Anagata, “Kalau dia gak sadar gimana?.”
Anagata mendengus, “Aneh banget pertanyaan Lo, ya pasti sadar lah.”
“Kapan?.”
“Mana gua tau Aldo, sekarang bantu gua buat obati dia dulu.”
“Cie, tumben perhatian.”
Anagata memicingkan matanya menatap tidak suka kepada Dodo. “Awas ya lu.”
Dodo hanya terkekeh kecil, kemudian menatap Anagata yang sudah berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Tetapi Dodo tiba-tiba menatap cemas kepada Mahesa yang masih mengatupkan kedua matanya. Deru nafas dari Mahesa pun terdengar tenang layaknya orang yang tengah tertidur.
“Bro... tunggu Nanat ya, jangan mati dulu hehe.” Dodo meringis setelah mengatakan itu, ia jadi membayangkan bagaimana jika dirinya lah yang mendapatkan luka lebam seperti di wajah Mahesa, pasti sangat memilukan.
Tiba-tiba saja Dodo termenung, ia jadi memikirkan siapa yang membuat Mahesa babak belur tidak berdaya layaknya orang yang mati di Medan perang. Meski renungan Dodo tidak membuahkan apa pun, ia tak kenal Mahesa begitu dekat. Karenanya Dodo tidak bisa menerka siapa dan mengapa yang membuat Mahesa seperti ini.
Dodo juga hanya menatap sendu, padahal jika teringat bagaimana menyebalkannya seorang Mahesa Nalendra jangankan tersenyum, mengingatnya saja sudah malas. Tetapi saat ini seolah berbeda, atau hanya perasaannya saja, Dodo pun tidak tahu.
“Sok sendu Lo.”
Terlihat Anagata berdiri menatap Dodo dengan tatapan sebal, “Lo belum obati dia dari tadi?.”
“Cepat banget Lo mandi.”
Anagata tersenyum, lalu mencubit lengan Dodo dan duduk di sampingnya.
“Gua gak mau manusia ini kenapa-kenapa.”
“OMOOO!.”
Baru saja Dodo ingin tertawa terbahak-bahak, namun mulutnya segera ditutup oleh jemari Anagata.
“Gila lu yak.”
“Cie Nat, gua gak sangka Lo secinta itu sama Mahesa.”
Anagata menatap sabar kepada Dodo, kemudian matanya beralih ke samping tepat Mahesa berbaring.
“Terus dari tadi Lo ngapain Barreto?.”
“Eee... tunggu Lo selesai mandi lah.”
Anagata memilih diam dan tidak melanjutkan bicaranya, meneguk ludahnya sebelum ia memutuskan untuk menyentuh lebam Mahesa lewat jemarinya. Perlahan Anagata mulai mengompres lebam yang terlihat sedikit bengkak di bagian sudut bibir Mahesa.
Setelah selesai mengompres nya, Anagata mulai mengobati lebam yang ada di berbagai sudut wajah Mahesa. Anagata meringis karena melihat lebam itu yang sedikit bengkak. Anagata tidak ingin Mahesa tersadar ketika ia tengah mengobatinya, Anagata malas untuk beradu tatap dengan Mahesa lagi.
Dodo memerhatikan dengan sangat, tidak berani berkomentar. Dodo pun memilih untuk tidak membantu Anagata. Dodo tahu hanya dengan menatap mata gadis itu, Anagata masih mempunyai rasa yang sama kepada Mahesa tetapi entah apa alasannya Anagata malah membohongi hatinya sendiri.
Anagata selesai dengan pekerjaan kecilnya, ia membereskan semua alat itu ke dalam kotak dan menutupnya kembali dengan rapat.
“Kalau dia gak bangun, gimana Do?.”
“Pasti bangun Kok.”
“Lo yakin banget?.”
“Sedikit.”
Mendengar jawaban Dodo Anagata menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa yang tengah ia duduki. Ia memandang lamat-lamat kepada Mahesa yang masih terlihat tenang dan tidak terusik sedikit pun.
“Lo tau Do dia ribut sama siapa?.”
“Engga.”
Mereka sama-sama diam, larut akak pikirannya masing-masing. Hanya helaan nafas lelah dari Anagata yang menghiasi keheningan itu.
“Lo tau sesuatu Nat?.” Tanya Dodo dengan hati-hati.
“Sesuatu apa?.”
“Tentang seseorang yang udah buat Mahesa babak belur gini.”
“Gak terpikirkan sama sekali.”
“Yakin Lo?.”
“Ya... Yakin lah.”
“Lo tuh gak pinter bohong Nat.”
Dodo selalu tahu apa yang tengah Anagata sembunyikan, tidak sulit bagi Dodo untuk menebak-nebak semuanya. Tiba-tiba saja dering telepon terdengar nyaring dan menyadarkan kedua orang yang masih sadar itu. Dengan cepat Dodo mengambilnya kemudian melihat layar handphone tersebut.
“Siapa Do?.”
“Nyokap nya.”
Anagata menelan ludah kemudian menggaruk kepalanya. Ia tidak ingin menerima panggilan itu, terlebih seseorang di seberang sana adalah wanita yang merupakan Ibu dari Mahesa.
“Angkat Nat!.”
“Kok gua?.”
“Ya masa gua Nat.”
“Ya Lo aja, Lo kan laki-laki.”
“Apa hubungannya dodol.”
“Ck, kalau gua yang angkat nan-.”
Anagata tidak menyelesaikan ucapannya karena dering telepon itu tiba-tiba mati. Ia menatap Dodo dan Dodo menatapnya.
“Lo sih berhenti kan.”
“Kenapa jadi gua?.”
“Karena Lo gak mau angkat teleponnya.”
“Kan Lo yang pertama kali pegang.”
“Ya apa salahnya Lo yang ang-.”
Mereka kembali terdiam karena dering itu terdengar lagi, Anagata buru-buru menyahut.“Cepet Mo angkat, nanti keburu mati lagi.”
Mau tidak mau Dodo menurut saja.
“Hal-.”
“Biar gua aja.”
Suara parau itu memicu perhatian Anagata dan Dodo yang sangat terkejut sekali ketika ternyata Mahesa lah yang berbicara. Laki-laki itu sudah tersadar dari tidur singkatnya akibat perkelahiannya dengan Arga. Meski ragu, Dodo tetap mencoba memberikan handphone nya kepada Mahesa.
Mahesa menerimanya dengan tangan yang masih sedikit gemetar jika dipaksakan bergerak. Ketika melihat papan nama yang tertera di layar teleponnya, Mahesa memutuskan panggilan itu sepihak. Dan kemudian ia kembali merebahkan tubuhnya dengan tenang.
Tentu saja itu membuat Anagata dan Dodo terheran dibuatnya, Anagata sampai harus mengerutkan keningnya karena sikap Mahesa yang sembrono dan sedikit aneh jika diperhatikan lebih dalam.
Kedua netra dari wajah tempan itu kembali mengatup, bernapas dengan tenang dan tidak memikirkan sekitar. Mahesa sadar jika sekarang ia berada di rumah Anagata. Mahesa pun sudah tahu pertikaian kecil antara Dodo dan Anagata, Mahesa hanya pura-pura pingsan lebih lama.
“Asem! Nat gua lupa gua ada tugas.” Seruan dari Dodo berhasil membuat Anagata memegang, ia tidak mau jika Dodo meninggalkannya bersama dengan Mahesa. Tidak untuk saat ini.
“Te-terus?.”
“Ck, gua balik ya.”
Anagata menggeleng ribut, “Engga, nanti yang anter Mahesa balik siapa?.”
Dodo menatap Mahesa begitu juga Mahesa yang sudah balik menatapnya, Mahesa kemudian terduduk lalu berkata.
“Gua bisa balik sendiri.”
“Beneran bro? Kalau Lo tepar di jalanan lagi gimana?.”
“Ga akan, Lo balik aja.”
Anagata menatap cemas kepada Mahesa, Mahesa tidak menyadari itu tapi Dodo menyadarinya. Otak brilian yang dimilik Dodo berfungsi seketika, ia akan tetap pulang dan membiarkan Anagata serta Mahesa berada dalam satu ruangan.
Kemudian keduanya akan berbicara dari hati ke hati, itu harapan Dodo sebelum ia benar-benar pergi dari rumah Anagata. Dodo tersenyum jahil membayangkan itu, kemudian ia undur pamit.
“Yasudah, gua balik ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Still The Same[Revisi]
Teen Fictionpinned⚠️: Judul Awal (Anagata) Ssst! This is my first story! . . . . Anagata, kerap di sapa "Nanat" oleh orang terdekat nya. Sikap cuek dan tidak peduli menjadikan ia sedikit memiliki teman, hanya ada beberapa orang saja yang ia rasa tulus padanya d...