Happy reading>>
Matahari pagi menyapa wajah cantik yang masih terlelap dengan mata yang terkatup rapat. Anagata sedikit terusik dari tidur panjangnya, begitu sadar ia langsung mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru.
"Masih di tempat ini?." Ucapnya lesu.
Anagata mendongak, menyenderkan kepalanya kepada dinding yang menjadi alas punggungnya untuk tidur semalam penuh.
"Aku mau pulang.." Ucapnya pelan, pelan sekali nyari tidak terdengar.
Seolah tersadar, Anagata mengusap wajahnya kasar menggunakan punggung tangannya. Mengikat rambutnya yang sudah terurai semalaman, perlahan Anagata berdiri.
Ruangan itu jika pagi tiba terlihat seperti kamar mewah pada umumnya, ada cermin yang terpampang disana beserta meja rias dan juga satu tempat tidur. Anagata cukup terkejut, karena semalaman penuh Anagata tidak mengetahui jika tempat yang ia singgahi adalah tempat yang jauh dari kata mengerikan.
Anagata berjalan dengan pelan menuju cermin, menghadap kan tubuhnya ke arah cermin itu. Ia mengelus wajahnya yang tertampil kusut di dalam cermin, wajahnya yang pucat membuat kesan bahwa dirinya sedang lelah sekarang dan ingin beristirahat.
Puas memandangi wajahnya, Anagata menunduk. Tidak banyak yang ia pikirkan sekarang, hanya bagaimana, bagaimana, dan bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari sana.
Arga memang keterlaluan, seenaknya membawa Anagata pergi dan mengurung nya semalaman di ruangan nan gelap. Jika saja Anagata bisa menghajar laki-laki itu, Anagata akan merelakan dirinya terluka daripada harus berdiam diri dan hanya menunggu.
Anagata berbalik, menumpukkan tangannya pada meja rias yang sempat tadi ada di hadapannya. Lagi-lagi ia mendongak, menatap ruangan itu dari setiap sudut. Anagata tidak tahu ia berada dimana, ruangan itu jauh dari kata biasa saja. Seperti sebuah kamar elegan yang selama ini hanya Anagata lihat di layar kaca saja.
"Arga punya rumah sebesar ini?." Tanya nya entah pada siapa.
"Kalau rumah ini emang punya dia, kasihan banget dia kesepian di rumah sebesar ini." Lanjutnya lagi.
Ada perasaan Iba yang tiba-tiba saja muncul dalam benaknya, Anagata tahu persis bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berarti bagi kelangsungan hidupnya. Mungkin memang Anagata bukan Arga, Anagata juga tidak bisa merasakan apa yang Arga rasakan. Tetapi melihat Arga yang sudah bertindak lebih dari batas wajar, membuat Anagata yakin bahwa rasa sakit yang laki-laki itu miliki tidak main-main.
Anagata masih setia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat itu. Ada rasa penasaran yang lebih besar daripada rasa ingin keluar dari sana. Perlahan Anagata mulai melihat lebih teliti lagi mengenai tempat itu.
Ada beberapa bingkai foto yang sengaja tidak dipasang oleh sang pemilik, hal itu membuat Anagata tergerak untuk melihat bingkai foto itu.
Jemarinya bergerak menyentuh bingkai foto itu dan kemudian membalikkan nya agar dapat ia lihat. Seperti Anagata duga sebelumnya,bingkai foto itu berada di sana sudah lama dan terlihat bahwa tidak ada yang pernah memasuki ruangan itu walaupun sekedar untuk membersihkannya.
Anagata sedikit terbatuk karena debu yang ia bersihkan menggunakan jemarinya. Anagata memicingkan matanya agar dapat menerka siapa yang ada pada bingkai foto itu.
"Arga dan Atha-lla?"
Anagata tidak yakin bahwa yang ia ucapkan tadi adalah nama dari adik Arga, namun karena Anagata pernah mendengar nama itu dari Mahesa membuat ia dengan spontan menyebutkan nama itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still The Same[Revisi]
Novela Juvenilpinned⚠️: Judul Awal (Anagata) Ssst! This is my first story! . . . . Anagata, kerap di sapa "Nanat" oleh orang terdekat nya. Sikap cuek dan tidak peduli menjadikan ia sedikit memiliki teman, hanya ada beberapa orang saja yang ia rasa tulus padanya d...