CAHPTER 10

30 6 0
                                    

Setelah sudah selesai menghabiskan separuh waktu di kantin karena ada perbincangan mendadak dengan Dodo Mahesa memutuskan untuk kembali ke kelas. Rupanya laki-laki itu hampir satu jam menetap di kantin bersama Evan dan juga Dodo. Evan yang menjadi npc karena tak ikut bergabung dengan percakapan kedua temannya, alhasil Evan menempati peran sebagai pendengar yang baik.
   
Kembalinya Mahesa ke kelas tidak luput dari tatapan jengah teman-teman sekelasnya, bagaimana tidak. Jam pertama saja tidak ada yang mengetahui di mana keberadaannya, lalu kini kembali ke kelas setelah jam pelajaran selesai.
    
Mahesa ditatap dengan senyuman dari salah satu sahabat yang tak ia ketahui keberadaannya.
   
"Lo niat sekolah?."  Pertanyaan kurang ajar itu terdengar saat Mahesa mendudukkan dirinya di kursi. Seorang laki-laki dengan tubuh tinggi mendekat ke arahnya kini duduk di samping Mahesa.
   
Mendengar itu tentu saja Mahesa menoleh, ia tidak dapat merubah tatapan terkejutnya ketika netranya menangkap seseorang yang amat ia kenali. Tetapi Mahesa tidak mau repot-repot memasang ekspresi seperti itu lagi, karena pasti seseorang itu akan percaya diri dan hal tersebut membuat Mahesa sebal.
   
"Motor gua mogok, makanya gua telat terus dihukum." Jawabnya, sangat datar seperti mereka batu pertama kenal.
   
"Cih, baru tau gua motor sebagus itu bisa mogok" Vallen mengatakan itu dengan kekehan yang terdengar menyebalkan di telinga Mahesa.
   
Vallen, salah satu sahabat dari Mahesa mereka dekat sedari SMP dulu dan masih sampai sekarang. Kepribadian mereka sangat berbanding terbalik, tetapi hal tersebut membuat mereka semakin lengket dalam tali persahabatan. Vallen terkenal dengan pribadi yang santai dan tidak cuek seperti Mahesa, sering kali dirinya dijuluki green flag oleh wanita-wanita yang ber-notabe sebagai fansnya.
   
Perbincangan mereka harus terhenti karena sudah ada guru yang memasuki ruang kelasnya dan sudah siap untuk memberi materi. Mahesa membolos lima jam pelajaran sekaligus, ia membolos di pelajaran pertama sebanyak dua jam, dan dilanjut pelajaran kedua dua jam, dan pelajaran ketiga setelah istirahat satu jam.
   
Entah bagaimana Mahesa akan menjelaskan kepada guru-guru yang pasti akan menanyakan alasan mengapa bisa Mahesa membolos dengan sangat berani dan di beberapa pelajaran pula.
   
Perlahan-lahan materi demi materi mulai diterima oleh mereka yang mendengarkannya, Mahesa mendengarkan dengan fokus malah namun sayang pikirannya kini sedang berlari memikirkan Anagata.
   
Perkataan dari Dodo tadi sukses membuatnya terus menerus memikirkan itu, ingin sekali Mahesa mengajak Anagata untuk bisa berbicara lebih banyak dan menyelesaikan semuanya.
   
[Flashback on.]   
“Do gua boleh minta tolong sama Lo?.” Tanya Mahesa tanpa basa-basi
   
Dodo yang mendengar itu sedikit keliru karena lagi-lagi nada bicara Mahesa seolah sangat bersahabat dengannya.
   
“Minta tolong apa?.”
   
“Gua mau semua tentang Nanat.”
   
Mahesa mendadak diam saat melihat ekspresi Dodo yang mendengar ucapannya, “Kenapa? Gua salah kah?.” Tanya Mahesa memastikan.
   
Dodo menggeleng canggung, ia terkejut dengan kalimat frontal dari seseorang di depannya.

“Semua salah gua Do, dan gua mau banget untuk perbaiki banyak hal sama Nanat. Lo bisa tolong gua untuk bujuk Nanat?.” Mahesa melanjutkan maksud dan tujuannya meminta tolong kepada Dodo.
   
Dodo adalah orang yang amat teliti dan berpikir panjang, ia tidak mungkin menerima dan menolak begitu saja. Dodo akan mempertimbangkan banyak hal jika sudah mencakup hal yang serius, apalagi itu menyangkut sahabatnya sendiri.
   
“Nanat bukan orang yang mudah dibujuk, sekali pun hatinya suruh dia untuk maju. Dan gua rasa gua gak bisa bantu Lo.”
   
“Kesalahan gua terlalu fatal?.” Tanya Mahesa, ia mencoba mencari fakta yang mendukung dan membuat ia mengintropeksi diri.
   
Dodo menggeleng bersahabat, “Banyak hal yang bisa aja terjadi di luar kendali, meski kesalahan yang Lo buat itu fatal gua yakin akan selalu ada cara dari Tuhan untuk Lo bisa perbaiki semuanya.”
   
Sebuah renungan yang luar biasa, Mahesa menyukai itu.
   
“Gua rasa Tuhan marah.”
   
“Marahnya Tuhan hanya bisa dirasakan oleh orang yang benar-benar mengakui kesalahannya, dan gua bangga Lo mengakui kalau Lo salah.” Ucap Dodo
   
Mahesa tersenyum, ia sadar sekarang. Tidaklah baik baginya memaksa seseorang untuk selalu mendengar dan mengerti apa yang tengah dirasakannya. Anagata sedang di masa yang tidak baik-baik saja dan harusnya Mahesa mengerti akan hal itu tetapi ternyata tidak, pada akhirnya Mahesa merasa kembali melakukan kesalahan terus menerus.
  
“Gua yakin, masih ada kesempatan dari Tuhan untuk Nanat buka hati lagi karena Lo. Tapi gak sekarang Nalendra.”
   
Kalimat terakhir Dodo adalah yang paling diaminkan oleh Mahesa.
[Flashback off.]
   

Still The Same[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang