CHAPTER 31

13 5 0
                                    

Annyeong!
Happy reading ❤️!
________________________
_


"Assalamualaikum."

Anagata membuka pintu rumahnya lalu langsung melihat ke sekeliling. Perempuan itu sedikit heran karena tiba-tiba saja rumahnya terasa sepi tidak seperti biasanya.

Kemudian tak lama terlihatlah mbok nastri yang sedikit tergopoh-gopoh menghampiri nya, Anagata langsung mencium tangan mbok nastri lalu bertanya. "Ko sepi banget si mbok, Mbah kemana?."

"Si Mbah tadi pamit sama mbok, katanya mau pergi ke luar kota".

Anagata membulatkan matanya. "Keluar kota?."

Mbok nastri mengangguk. "Iyo cah ayu, kenapa toh?."

"Emangnya ada urusan apa mbok sampe harus pergi ke luar kota tiba-tiba bahkan ga bilang sama aku."

Baru kali ini mbok nastri mendengar Anagata berbicara panjang lebar seperti itu, beliau tersenyum kemudian menjawab.

"Urusan pekerjaan mendiang almarhum ayah sama ibu nya cah ayu".

Anagata mendadak diam mendengar jawaban yang sedikit mengejutkan untuknya, raut wajahnya mendadak malas dan enggan untuk bertanya lebih lanjut.

Namun ia harus memastikan bahwa Mbah nya pergi dengan aman. "Mbah sendiri mbok perginya?."

"Ndak, ditemenin sama bude-mu."

Mendengar itu Anagata mengucap syukur dalam hatinya, semoga saja urusan itu cepat selesai dan Mbah nya bisa segera pulang ke rumah.

"Cah ayu sudah makan?."

"Belum mbok, aku mandi dulu baru nanti aku makan."

Anagata pergi ke kamarnya setelah mengatakan itu, entah mengapa ia tidak suka jika urusan pekerjaan orang tuanya masih belum tuntas dan harus diurus oleh Mbah-nya.

Bukan apa, ia tau bahwa umur Mbah putri sudah hampir sepuh tapi Mbah nya masih terlihat muda dan masih sangat kuat sekali untuk beraktivitas.

Ia membuka pintu kamarnya lalu dengan cepat masuk dan langsung menutup rapat pintu itu. Tubuhnya ia rapatkan pada pintu itu kemudian melempar tas nya asal.

Anagata menghembuskan nafasnya lelah, rasa ingin makan-nya hilang begitu saja. Ia khawatir akan keadaan mbahnya yang pergi secara tiba-tiba. Anagata jadi berpikir urusan apa sebenarnya sampai harus sang Mbah pergi secara mendadak.

Kemudian ia berjalan menghampiri kasurnya dan duduk di tepi kasur itu. Anagata meraih bingkai foto yang ada di nakas samping tempat tidurnya.

Menatap dalam foto itu berusaha mencari suasana yang dulu ia rasa ketika masih ada di masa itu, namun Anagata tidak mendapatkan apapun selain rasa malas dan benci yang ada di hatinya.

Anagata kembali menaruh foto itu meletakkannya rapih di atas nakas. Ia melirik jam yang bertengger di dinding kamarnya.

Jarum jam tersebut menunjukkan pukul 17.40. Berarti ia tidak terlalu lama saat mengunjungi taman bersama Mahesa. Mengingat itu Anagata tidak tersenyum, wajahnya pun tidak menunjukkan Sirat kebahagiaan entah mengapa.

Memikirkan Mahesa sangat sangat menguras dalam otaknya, ia sendiri masih bimbang akan keputusannya. Anagata mengaku bahwa memang ia masih belum hilang rasa pada laki-laki itu, tapi mengapa sulit sekali untuk menaruh rasa percaya lagi padanya.

Anagata memejamkan matanya dengan perlahan merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu. Rasa lelahnya terobati begitu ia merebahkan dirinya, lama sekali ia memejamkan matanya dan seketika itu juga rasa kantuk mulai menerpa dirinya.

Still The Same[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang