How Could You?

153 33 3
                                    

Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 09.00. Semalam aku tidur terlalu larut. Sibuk membaca novel sambil mengusir pergi kekecewaan yang menusuk tajam tadi malam. Tapi sampai pagi ini, kudapati kekecewaan itu utuh. Belum berkurang sedikitpun.

Aku melangkah keluar kamar menuju dapur. Akhirnya aku merasa lapar juga. Kupikir kekecewaan bisa membuat perutku terisi. Aku menuruni anak tangga. Rumah sepi. Mungkin Bi Narsih sedang sibuk. Kak Tian? Entah.

Sarapan pagiku sudah bertengger manis di meja makan. Aku duduk di kursi yang berada di balik meja makan, lalu mulai menyantap sarapanku. Sarapan yang paling menyedihkan menurutku. Aku mengunyah sarapanku dengan tatapan kosong.

" Sarapan kok nggak ngajak-ngajak sih, curang " Tiba-tiba Kak Tian muncul di dapur. Aku terkejut. Uhuk uhukk. Nasi goreng yang harusnya meluncur mulus ditenggorokanku juga ikut terkejut. Aku tersendak. Aku segera meraih segelas air putih.

" Hahahaha. Maaf ya, nggak sengaja hahaha. Tapi muka kamu kek gitu lucu banget " .

Nggak ada yang lucu menurutku. Aku kehilangan mood. Aku meninggalkan Kak Tian tanpa berkata apapun. Tapi dia mencegahku,dia menarik tanganku.

" Mau kemana? Nasinya belom abis "

"Kenyang " jawabku sekenanya sambil mencoba melepaskan tanganku. Aku setengah berlari menuju kamar. Aku tau Kak Tiian mengikutiku.

" Kamu marah karena yang semalem? "

Aku berhenti lalu membalikkan badan. " Marah? Marah buat apa? Karena kakak nggak temenin aku lagi? Well, seharusnya dari dulu aku tau, you have your own world " cuma itu yang bisa aku ucapkan. Suaraku bergetar, menahan tangis. Buru-buru aku berlari ke kamar lalu mengunci pintu. Tak peduli siapapun yag mengetuk di luar. Aku hanya ingin menangis.

------------

Ponselku berbunyi keras. Tanda ada telepon masuk. Aku mengangkat bantal yang kemungkinan menutupi posisi ponselku. Dapat.

Incoming call. Kak Dimas.

" Halo " aku menjawab.

" Hai, Ta. How are you? " suara Kak Dimas terdengar ceria .

" Fine "

" Kamu kenapa? Sakit ya? Kok lesu gitu? "

" Nggak, Kak. Baru bangun tidur ". Yah, aku juga baru sadar ak tertidur habis menangis tadi.

" Tidur? Ini udah hampir jam dua belas, Ta. Kamu nggak datang ke kafe Tian? "

" Ke kafe? Buat apa? "

" Ya ampun, hari ini kan lounching beberapa makanan baru. Gimana kamu bisa lupa sih? "

Oh God! Gimana aku bisa lupa acara sepenting itu!

" Aduh kak, panjang ceritanya. Entar malem deh aku ceritain. Sekarang aku mesti ke kafe nih, kak. Atau, Kak Tian bakal marah "

" Yaudah byee " . Telepon ditutup.

Aku segera mengambil kemeja dan jeans dari lemariku. Kuharap tidak ada masalah baru muncul.

----------

Aku turun dari taksi dan berlari menuju kafe. Aku mengutuk diriku sendiri yang bisa melupakan acara sepenting itu! Iya, ada beberapa menu baru yang akan lounching hari ini di kafe. Bukan acara besar-besaran memang, tapi bagi Kak Tian tentu penting aku ada di sana. Acara dimulai pukul sebelas. Ku harap aku nggak telat-telat amat.

Finally, aku sampai di kafe. Kafe sudah mulai sepi. Sepertinya aku benar-benar terlambat. Akumencari Kak Tian. Ah, itu dia! Aku berjalan mendekatinya.

" Kak Tian " panggilu. Kak Tian membalikkan badan, lalu tersenyum melihat kedatanganku.

Tunggu. Siapa perempuan di sebelahnya itu?

" Hai, Geista "

" Maaf telat, kak. Tadi aku... "

" No problem. Well, kenalin ini Dara . Dara, ini Geista, adikku "

Perempuan itu mengulurkan tangan bersalaman, aku membalas.

" Hai, Geista " perempuan bernama Dara itu mencoba memanggil namaku .

" Kalo laper, langsung pesen makanan aja ya, Ta " Kak Tian menawari. Sedetik kemudian Kak Tian terlihat asik ngobrol lagi dengan Dara.

Tunggu. Kak Tian tidak memarahiku? Hei aku datang setelah acara ini selesai. Dia tidak memarahiku? Malah terlihat asyik ngobrol bersama Dara?

Sumpa! Aku lebih suka sekarang Kak Tian memarahiku dan berkata " kenapa sekalian nggak usah dateng? " . Dengan kemarahan itu, aku merasa benar-benar dibutuhkan datang ke tempat ini. Tapi sekarang, apa yang dia lakukan? Sepertinya aku memang tidak dibutuhkan. Aku berjalan lemas meninggalkan kafe. Lebih baik pulang. How could you to this to me?

----------

Aku merebahkan diriku di kamar. Apa lagi yang bisa kulakukan?

Aku meraih ponselku, mencoba mengirimmkan pesan blackberry messenger pada Hanny.

Geista :

PING!!!

Ke rumah gua sekarang. Gua mau curhat!

Pesan terkirim. Secepat kilat huruf D tergantikan dengan huruf R, tanda pesanku sudah di baca.

Hanny :

Ke rumah lu? Tumben?

Geista :

Lu bisa nggak?

Hanny :

Gua mau pergi nih. Lu ikut gua aja ya, gua jemput deh

Geista:

Lu mau kemana? Serius gua boleh ikut?

Hanny:

Iyee. Ada deh, biar elu penasaran. Cepet ganti baju . Gua otw sekarang. Jangan lupa bawa gitarrr.

Geista:

Okey.

Pesanku hanya terkirim. Aku segera mencuci muka dan bersiap-siap. Semoga Hanny bisa membantuku merasa lebih baik.



Dear wattpaders,

Tahan dulu yaaa. Nanti kalian akan tau kemana Hanny sama Geista pergi, next part yaahh hihihi. Leave vomentsss thankyouuu :-)








ParamoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang