"Kak nyanyi dongg " pintaku sambil menarik lengan baju Kak Tian.
"Apa sih? Jangan tarik-tarik dong kayak anak kucing kamu, entar diliatin sekafe " katanya pura-pura menolak.
"Biarin...ayo buruan.." aku menarik legannya lagi.
"Tapi setelah ini kamu harus temenin kakak "
'Iya-iya buruann " Kak Tian mengalah. Dia berjalan membawa gitar putihku dan menuju panggung kafe. Aku memandanginya dari sudut kafe. Kak Tian masih seperti dulu, wajahnya, rapinya, rambutnya, gaya berpakaiannya yang hampir satu selera denganku, caranya memandangiku yang membuat oranglain berpikir aku ini kekasihnya, Tidak berubah sama sekali. Dari dulu aku pernah berhayal dicintai seorang cowok yang seperti Kak Tian. Alih-alih dicintai cowok kayak Kak Tian, malah dicintai cowok superjahil kayak Kak Dimas.
Kak Tian mulai memainkan intro lagu. Ah lagu favoritku lagi.
All I knew this morning when I woke
Is I know something now, know something now I didn't before
And all I've seen since eighteen hours ago is green eyes and freckles
And your smile in the back of my mind making me feel like
I just want to know you better, know you better, know you better now
I just want to know you better, know you better, know you better now
I just want to know you better, know you better, know you better now
I just want to know you, know you, know you
'Cause all I know is we said hello
And your eyes look like coming home
All I know is a simple name, everything has changed
All I know is you held the door
You'll be mine and I'll be yours
All I know since yesterday is everything has changed
Aku melihat dia tersenyum dan menatapku. Masih sama anehnya seperti tatapan di halaman belakang rumah Kak Dimas waktu itu. Tiba-tiba aku ingin meminta penjelasan atas tatapan ini.
————————-
Kak Tian menghentikan laju mobil. Aku menatap keluar jendela mobil. Aku melihat ruko cukup besar. Kalau saja tidak ada spanduk bertuliskan Uniqe Advertising, aku mungkin mengira tempat ini adalah rumah.
"Yakin ini tempatnya kak? " Aku menoleh ke Kak Tian.
"Yakin. Persis sama yang ada di kartu nama "
"Kak, buat apa sih kita nemuin orang itu lagi? Kakak mau cari tahu tentang Arga-arga yang dibilang mirip kakak itu? "
"Bukan, Ta.. "
"Terus? " aku mengerutkan dahi.
"Ayah dan Ibu yang dia bilang mirip banget sama kakak '
What the hell?!
"Kak, apa kakak ngeraguin kalo kakak itu anak om an tante hanya karena kebetulan kemaren? "
Kak Tian tidak menanggapi. " Yuk turun " ajaknya.
———————————-
Kantor ini unik. Bukan seperti kantor advertising biasa. Tempatnya tidak terlalu foral jika dilihat dari luar. Dekorasi di dalamnya yang menggunakan cat-cat berwarna cerah serta dipenuhi macam-macam lukisan unik juga menguatkan anggapan bahwa tempat ini adalah kantor yang homey.
Setelah menunggu sepuluh menit di ruang tunggu kantor advertising kami dipersilahkan masuk ke office pribadi milik orang yang akan kami temui yang ternyata punya jabatan lumayan di kantor ini .
"Selamat siang, Pak Haris " Kak Tian menyapa pria yang kami temui di pernikahan Kak Dara satu minggu yang lalu itu.
"Oh kamu, mari silahkan duduk " sambutnya.
"Senang bertemu kamu lagi. Ada perlu apa? " Pak Haris bertanya.
"Hm, begini pak. Saya mau menuntaskan rasa penasaran saya tentang kebetulan yang terjadi satu minggu yang lalu "
" Apa yang membuat kamu penasaran, Kristian? "
"Bisa bapak ceritakan mengenai Arga, yang bapak kira adalah saya waktu itu? "
"Oh hahaha. Arga itu adalah anak teman dekat saya. Dulu keluarga kami sangat dekat, mulai dari istri kami sampai anak-anak kami yang saat itu masih kecil-kecil " Pak Haris terlihat menerawang, membuka ingatannya.
"Tapi semuanya berubah ketika perusahaan miliknya gulung tikar. Dia pindah dari rumahnya tiba-tiba dan tanpa kabar. Sudah lama sekali, kira-kira dua dua puluh tahun yang lalu. "
"Sampai saat ini saya belum pernah bertemu mereka lagi. Makanya saya sangat terkejut ketika melihat kamu ada di pernikahan Dara kemarin. Saya pikir, kamu itu Arga. Wajah kamu mirip sekali dengan Arga kecil, juga orangtuamu "
"Tapi maafkan saya. Saya tidak bermaksud membuat kamu berpikir bahwa... " Pak Haris menghentikan ucapannya. Sepertinya beliau sungkan meneruskan kalimatnya.
"Oh, nggak Pak. Ini murni rasa penasaran saya. Hm, apa saya bisa meminta info mengenai alamat sekarang dari orangtua Arga? "
"Tunggu sebentar " jawab Pak Haris. Lalu aku melihat pak haris membuka bufet yang ada di dalam kantornya. Lalu mengeluarkan secarik kertas.
" Dulu saya sempat mendapat kabar bahwa ini adalah alamat mereka. Saya belum pernah ke sana karena langsung, tapi anak buah saya berkata rumah ini sepi seperti tanpa penghuni lagi " Pak Haris menyodorkan kertas.
"Saya tidak menjamin ada harapan kalian menemukannya "
"Saya akan mencoba Pak. Kalau begitu saya permisi dulu. Terimakasih sudah membantu saya,Pak. "
"Tentu. Beritau saya jika kalian menemukan mereka. "
Kami lalu pamit pulang. Mulutku benar-benar terkatup.
"Kak, udahlah jangan bertindak terlalu jauh, cuma karena rasa penasaran " aku baru bicara setelah kami berada di mobil.
"Rasa ingintau itu seperti mata angin. Keliatannya nggak berharga, tapi bisa menuntun nelayan pulang sekalipun tanpa peta. "tatapan Kak Tian lurus ke depan.
"Tapi ini, sama aja kakak ngeraguin om dan tante sebagai orangtua kakak "
"Kakak nggak meragukan siapapun, Ta. "
" Hatik kakak bilang ini bukan hal biasa, kakak harus cari tau. Jangan pernah abaikan kalo hatimu bicara "
Aku terdiam.
"Yang perlu kamu lakukakn cuma temenin kakak menuntaskan semua ini "
Aku tersenyum dan mengangguk. Aku akan jadi saksi bagaimana ketika hati berbicara dan menggerakkan pikiran .
Dear Wattpaders,
Gimana menurut kalian part ini? Tungguin next part yaa, ikutin Geista dan Tian dalam perjalanan mencari identitas. Leave voments yaaa Thankyouuu :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Paramore
Teen FictionEntah siapa yang harus disalahkan. Dia yang salah karena mencintai yang tidak seharusnya dicintai, atau waktu yang salah karena pernah mempertemukan kami? Paramore. Secret Love.