Kak Dimas Pulang?!

153 27 7
                                    

Aku tau kemarin adalah hari yang paling mendebarkan. Hari dimana aku mendapatkan jawaban atas tatapan aneh Kak Tian. Juga hari dimana aku tau siapa Kak Tian itu sebenarnya.

Tapi peristiwa kemarin membuat aku mengerti bahwa hati benar-benar bisa menuntun kita pada sesuatu yang mungkin diluar pikiran kita sendiri. Jangan anggap ini gila. Nyatanya hati bisa menjangkau apa yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran.

Peristiwa kemarin juga mengajariku ikhlas menerima. Menerima kenyataan bahwa Kak Tian bukanlah anak kandung om dan tanteku. Menerima kenyataan bahwa Kak Tian pernah menyayangiku lebih dari seorang adik. Ah, aku juga dapat tips untuk kasusku bersama Kak Dimas, yaitu ikhlas menerima. Menerima disini bukan berarti setuju menjadi kekasih Kak Dimas ya. I mean, menerima bahwa kenyataannya memang seperti itu. Simpel tapi berarti.

Sekalipun begitu aku tetap menyayangi Kak Tian dan diapun begitu. Kami sepakat peristiwa kemarin hanyalah membuka kenyataan, bukannya membuka jarak baru antara kami.

"Mikirin apa sih kamu? " Kak Tian menyadarkan aku dari lamunanku.

"Hah? Nggak . Nggak mikirin apa-apa ... "

"Ah, boong! "

"Mikirin cowok, ya? Udah ada gebetan nih? "Kak Tian menggodaku sambil menyetir mobil.

"Apa sih, nggak ada " jawabku ketus.

"Boong lagi. Kemaren kakak nemu coklat sama surat di kamar kamu. Dari siapa hayo?"

Wah. Ngarang nih. Jaman sekarang masih pake surat? Helloww.

"Mana ada cowok jaman sekarang ngasih surat. Kalo mau jahilin orang itu updet dikit dong "

"Hahahah " tangan kirinya mengacak-acak rambutku. Skor sementara 1-0 buunggg! Aku menang telak.

"Kakak tuh, cari cewek buruan biar gak jones " aku balik menyerang.

"Ntar ada yang cemburu lagi. Repot kalo dia cemburu. Bisa nggak makan, tiba-tiba cuek, malah taunya salah cemburu lagi duhhh ckckck"

Huanjir. Terjadi penyindiran disini bung-_-

"What everrrr- " aku mengibaskan tangan.

Kak Tian tertawa lagi. Baiklah, 1-1, skor imbang.

Kami mulai memasuki parkiran bandara. Hampir aku lupa, sebentar lagi pesawat Kak Dimas akan mendarat. Yeah, Kak Dimas pulang. So.. what? Jangan tanyakan apapun padaku. Sejak kemarin aku sudah paham bagaimana menerima dan bagaimana bersikap biasa.

———————

Tak lama etelah pesawatnya mendarat, kami langsung bertemu Kak Dimas. Tanpa buang waktu kami langsung menuju mobil.

Ting

Ponsel Kak Tian berbunyi sebelum Kak Tian menyalakan mobil. Kak Tian mengeluarkan benda mungil itu dari saku, lalu menatap serius layar handphonenya.

"Waaduh..gawat.." Gumamnya.

"Gawat kenapa, Kak? " Aku yang tak sengaja mendengar langsung bertanya.

"Kayaknya kakak nggak bisa langsung pulang sama kalian, deh "

"Kenapa Ian? " Kak Dimas ikutan bertanya.

"Ada something trouble dengan manajer kafe. Gua harus nyusulin dia ke bank deh kayaknya. Dim, elo anterin adik gua pulang aja ya. Mobil gua lo bawa kerumah lo aja "

"Hm, jangan deh, malah makin ribet ntar. Gua sama Geista nunggu lo di kafe aja gimana? Sekalian bisa jalan-jalan bentar. Jadi entar bisa pulang bareng dan mobil elo bisa tetep lo bawa "

"Elo nggak jet lag? "

Kak Dimas menggeleng.

"Okey. Ta, baik-baik sama Kak Dimas ya " Kak Tian memberiku wejangan lalu keluar dari mobil. Sekarang Kak Dimas sudah ada di balik stir mobil dan aku berpindah duduk di sebelahnya.

"So... kemana kita pergi tuan puteri? " tanya Kak Dimas.

"Lah, tadi katanya mau ke kafe? "

"Yaelah. Mau nungguin di kafe berjam-jam? Kita ke kafe entar aja kalo Tian udah mau otw juga ke kafe. Jadi kita ke mana nih? "

"Terserah " jawabku . Kak Dimas tersenyum jahil. Ku harap dia tidak membawaku ke tempat aneh.

——————————-

"Mbak, siomaynya dua. Dua-duanya digoreng ya, mbak. Bumbu kacangnya agak banyak ya. Mbak. Oh iya hampir lupa, pake telor dua-duanya ya mbak. Minumnya es teh aja ya" Kak Dimas memesan bahkan sebelum mbak-mbak itu sempat membuka mulut.

"Yuk duduk di situ " tangannya menarikku.

"Udah sering makan di sini, ya Kak? " tanyaku sambil melihat ke sekeliling ruangan. Tempatnya lumayan sederhana, hanya satu ruko kecil. Tapi tempatnya nyaman dan bersih "

"Sering banget malah. Kamu harus coba siomaynya enak, lengkap, bumbu kacangnya beeh yahut banget. Siomaynya laku keras. Dateng agak sorean aja udah abis nih siomay " Kak Dimas berbicara sambil mengunyah kerupuk yang entah diambilnya darimana. Aku manggut-manggut.

"Kalo mau cari makanan enak dan mahal, tuh tanya sama Kakakmu. Tapi kalo mau tanya tempat makan yang enak, murah, nih tanya sama Kakak "

"Pantesan tau tempat-tempat murah dan enak. Situ kan sukanya yang murahan " aku menjahilinya.

"Yehh. Gua ini pecinta hal-hal sederhana tauk "

"Sederhana ama murahan beda tipis loh kak " aku mengedipkan sebelah mata.

Dia langsung mencubit pipiku gemas. "Awww " aku sedikit berteriak.

Kami sama-sama tertawa. Ketika tawa reda, entah siapa yang duluan memulai, kami saling menatap. Tatapan aneh itu lagi. Satu detik, dua detik, tiga detik, kenapa aku seperti tidak bisa menggerakkan bola mataku ke arah lain?! Empat detik, lima detik,...."Siomay datang " suara itu mengagetkan kami. Baik cukup, saatnya makan. Dalam hati aku mengutuk mataku sendiri. Plis aku sudah sukses bersikap biasa. Mataku, jangan kau rusak semuanya.

"Hm, tunggu... " Kak Dimas menarik tanganku yang baru saja ingin meraih sendok dan garpu.

"Kenapa kak? " aku menoleh ke arahnya.

" Waktu itu kamu udah minta aku show my love ke orang yang aku sayang dan berhenti jadi secret admire. Dua minggu ini selama aku pergi dan jauh dari orang itu, kayaknya kamu bener, aku harus bilang ke orang itu "

Glek. Aku menelan ludah.

Tangannya menyentuh telapak tanganku.

"Cewek itu...kamu.. " sekarang aku mendengar pengakuan itu dari mulut Kak Dimas sendiri. Aku pura-pura bersikap tidak tau.

"Kok bisa, kak? "

"I don't know. Awalnya aku hanya menganggap kamu adik dan... perasaan itu datengnya tiba-tiba aja "

"Masalah kamu mau atau nggak, ya, itu balik ke kamu. Karena aku tau kok, kamu pasti kaget banget kan"

Saatnya jurus bersikap biasa dan ikhlasku aku keluarkan, kalau tidak semua jadi kaku.

"Thankyou , kak. Aku hargain kakak yang udah mau ngomong langsung. Tapi aku harap ada waktu, soalnya sekarang perutku laper banget. Siomaynya terlalu menggoda .. hehe " aku nyengir mengendalikan suasana.

"Oh, yeah, aku lupa. Yaudah kita makan dulu yuk "dia melonggarkan genggaman tangannya.

Congratulations Geista. Berhasil bersikap biasa.



Dear Wattpaders,

Haii. Gimana tentang part ini? Maaf ya rada non-sense hehe. Apalagi yang dilakuin Dimas buat nyatain cinta ke Geista yaa? Tunggunin next part. Jangan lupa leave vomentsss thankyou hehe


ParamoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang