Sudah hampir satu jam aku duduk di boncengan motor matic yang dikendarai Hanny. Sampai saat ini aku belum tau, kemana tujuan kami. Aku menoleh ke kanan-kiri. Jalan ini asing bagiku. Yang kulihat sekarang rumah-rumah warga yang agak berjarak satu sama lain.
Kemudian Hannny membawaku memasuki jalan yang lebih kecil dan lebih sepi. Beberapa ratus meter kemudian, motor berhenti.
"Done. Kita sampaiiii..." Hanny sedikit berteriak. Aku menganga. Tepat di depanku saat ini terbentang danau yang airnya jernih dan tidak terlalu luas.
" Han, ini... danau apa? " tanyaku yang masih belum berpaling memandangi danau.
" Nggak tau ya, namanya. Yang pasti dulu orangtuaku sering banget ajak aku ke sini setelah selesai ziarah dari makam oma-opa " jawab Hanny.
" Makam...Oma-Opa? " aku mengerutkan dahi.
" Iya, Ta. Tuh, lihat ke seberang sana, yang ada atep itu tuh, itu makam Oma dan Opaku " Hanny menunjuk ke arah Timur.
" Awalnya tadi niat gua mau ke makam Oma dan Opa, pas banget elu telpon. Gua pikir, gua bisa bawa elu aja ke danau ini, elu bilang kan mau curhat "
" Yaudah kita ziarah aja, dulu. Entar ke sini lagi. Gua boleh ikut kan? "
"Yuk "
Makam Oma dan Opa Hanny memang tidak jauh dari danau. Setelah hampir setengah jam di sana, kami kembali ke danau. Kami mencari tempat duduk di pinggir danau. Di sini sejuk sekali meskipun saat ini peralihan dari siang hari menuju sore hari yang biasanya lagi terik-teriknya. Anginnya masih kuat menghembus anak rambut yang ada di sekitar wajahku.
"So... mau curhat apa ? " Hanny membuka percakapan.
"Kak Tian... "
" Kenapa dengan Kak Tian? "
Aku mengambil napas dalam-dalam. " Jadi gini, beberapa hari yang lalu gua dan Kak Dimas lagi pergi ke toko buku. Terus pas kita mau bayar buku, nggak sengaja Kak Tian nabrak cewek, Han. Cewek itu iya lumayan sih. Terus Kak Tian bantu ngerapiin buku-bukunya yang jatuh dan minta maaf. Cewek itu cuma senyum, terus pergi. You know, Kak Tian ngeliatin cewek itu yang jalan menjauh "
" Masalahnya dimana, Ta? "
"Terus next day, gua ketemu lagi sama cewek itu di kafenya Kak Tian. Mereka akrab banget, sampe gua aja nggak diperhatiin. Semalem, Kak Tian asyik banget di kamarnya, kayaknya lagi chatting deh sama cewek itu. Gua gak ditawarin makan. Gua ajak duduk-duduk di tempat biasa, Kak Tian nggak mau... "
" Dan sekarang elu berpikir kalo Kak Tian suka sama cewek itu? " Hanny memotong bagian yang paling sakit dan belum kuceritakan. Tapi aku sudah nggak mood membicarakannya. Aku mengangguk.
" Well, gua paham banget perasaan elu. Wajar elu ngerasa kayak gitu, soalnya lu udah terbiasa selalu sama-sama Kak Tian. Dan ketika dia sibuk sama dunianya, elu ngerasa kayak gini "
Aku hanya diam . Menunggu kalimat selanjutnya.
"Tapi kita nggak bisa ambil kesimpulan secepet itu, Ta. Belum tentu juga Kak Tian naksir cewek itu. Kalaupun dia naksir, elu nggak usah takut nggak diperhatiin, Ta. Kak Tian pasti selalu sayang elu, kok, elu itu adiknya... "
"Masalahnya gua nggak terima kalo Kak Tian lebih perhatian sama cewek lain ... "
"SSTTT! Elu nggak boleh ngomong gitu. Gimanapun, suatu saat nanti Kak Tian bakal ketemu sama pendamping hidupnya dan elu harus bisa ngelepas Kak Tian demi kebahagiannya. Jangan egois, Ta. "
" Terus gua harus gimana sekarang? " mataku mulai panas.
" Biarin Kak Tian sama dunianya dulu. Sikap elu yang ngambek atau mewek minta diperhatiin itu nggak bakal bikin elu semakin rela ngelepas Kak Tian ke dunianya sendiri. Yang ada malah bikin elu makin susah dan sakit, Ta "
KAMU SEDANG MEMBACA
Paramore
Teen FictionEntah siapa yang harus disalahkan. Dia yang salah karena mencintai yang tidak seharusnya dicintai, atau waktu yang salah karena pernah mempertemukan kami? Paramore. Secret Love.