Rintik air jatuh dari langit, deras sekali. Dia tidak sendiri, angin meniupnya hingga ia terlihat bergerak-gerak seperti sedang menari. Udara mulai dingin di sini. Aku merapatkan cardigan tipis yang saat ini kugunakan.
Sekolah sudah sepi. Hanya tinggal beberapa siswa saja yang belum pulang. Sama sepertiku, mereka terjebak oleh hujan deras ini. Aku berdiri di depan kelas sambil memandangi gerbang sekolah dan berharap Kak Dimas cepat menjemputku. Seandainya tadi aku pulang bersama Hanny, tentu aku tidak akan beku karena menunggu di sini.
Dreett..dreett...dreettt..
Ponselku bergetar panjang tanda ada telepon masuk. Aku segera mengeluarkan benda mungil itu dari saku rok abu-abuku.
Incoming Call Kak Dimas
"Halo " Aku langsung menjawab telepon.
"Ta, kamu masih di sekolah ? " Suara Kak Dimas terdengar sedikit panik dari seberang sana.
"Masih kak. Jadi jemput aku kan? " Tanyaku memastikan.
"Hmm, aduh Ta, maaf ya. Ada urusan mendadak dan kakak nggak bisa jemput kamu. Tian juga lagi sibuk di kafe, Ta " .
Aku diam.
"Maaf ya Ta. Kamu bisa pulang sendiri, kan? "
"Iya bisa " jawabku dengan nada ditegar-tegarkan.
"Yaudah hati-hati ya dinda. Byee "
Klik telepon terputus.
Setelah disuruh menunggu dengan janji akan dijemput, ternyata ini yang aku dapat? Wow.
Bagaimana aku bisa pulang dengan hujan sederas ini? Angkot? Ojek? Becak?Aku berjalan menyebrang dari kelas menuju pos satpam saja sudah dijamin pakaianku basah kuyup. Terus harus naik angkot? Dengan pakaian basah? No.
Ojek? Becak? Doakan saja mereka lewat dari depan gerbang sekolahku. Syukur-syukur mereka tidak sedang membawa penumpang.
Antara ingin marah dan ingin menangis, aku memutuskan menyebrang ke pos satpam tepat di sisi gerbang sekolah.
Aku mencoba berlari secepat mungkin saat melewati lapangan sekolah yang sudah di penuhi genangan air. Mencoba menghindari ribuan tetesan air, tapi aku tetap tidak bisa. Begitu sampai di pos satpam, seperti yang aku perkirakan sebelumnya, baju sekolahku basah kuyub berikut rambut, tas dan sepatuku tentunya.
Aku menengok ke dalam pos satpam. Sepi, tidak ada siapapun.
Aku mengedarkan pandangan ke depan gerbang sekolah. Dan sekali lagi perkiraanku tepat. Tidak ada satu becak apalagi kendaraan bermotor yang lewat. Hanya beberapa mobil dan angkutan umumyang lewat. Aku melirik badanku dari ujung sepatu hingga bagian leher. Semua nyaris basah. Yakin aku bisa menaiki angkutan umum yang sesak dengan keadaan basah seperti ini?
Tiba-tiba sebuah motor matic memasuki gerbang sekolah. Pengendaranya basah kuyub karena tak menggunakan peindung apapun dari hujan selaim helm pink yang melekat di kepalanya.
Hei, helm pink? Sepertinya aku kenal helm itu?
"HANNNNYYYY!!! " Spontan aku berteriak. Motor itupun mendekatiku ke arah pos satpam.
"BURUAN ELO IKUT GUE SEKARANGG!!! " Pinta Hanny dengan gusar dan terburu-buru.
"Han, ini hujannya deres banget " Aku sedikit berteriak, berusaha mengimbangi suara air hujan yang bersentuhan dengan aspal.
"ELO HARUS LIAT APA YANG DIPERBUAT COWOK ELO! "
"Kak Dimas? "
"NAIK ATAU ELO BAKAL NYESEL? "
Dengan ragu bercamur penasaran aku menaiki boncengan motor Hanny. Dia langsung memacu motornya meninggalkan gerbang sekolah.
------------
Hujan masih belum berubah sedikitpun. Tetap deras.
Kami berhenti di depan kafe yang sangat asing bagiku. Sampai detik ini aku masih belum tau, apa tujuan Hanny membawaku ke sini.
"Elo liat kelakuan cowok elo! Itu yang namanya sayang dengan tulus? Elo bela-belain nungguin ternyata dia batalin jemput elo karena ini? HAH? " Hanny menunjuk ke arah utara. Aku mengikuti arah jarinya dan....
KAK DIMAS?!
Lututku lemas, rasanya tidak mampu lagi menopang badanku. Mataku panas dan mulai berair begitu melihat Kak Dimas sedang merangkul mesra seorang perempuan yang tidak kupedulikan lagi siapa dia. Lidahku kelu. Kerongkonganku kering. Aku tidak tau lagi haru berbuat apa.
Entah kenapa kakiku perlahan melangkah ke arah pintu kafe meski sedikit bergetar. Aku tidak tau, tubuhku sungguh diluar kendali. Apa mungkin tubuhku tidak percaya dengan apa yang ku lihat?
Aku melangkah, semakin memasuki kafe. Aku ingin menghentikan langkahku sendiri, tapi tidak berhasil. Sekarang Kak Dimas sudah ada di depan mataku.
"Kak Dimas " Aku berbisik pelan, sangat pelan. Tapi entah bagaimana bisikan itu bisa terdengar, dia menoleh ke arahku, dengan tatapan terkejut.
Aku membalikkan badan dan berlari meninggalkan pemandangan yang membuatku sakit hati. Aku sempurna menangis.
"GEISTAA " Teriaknya. Aku makin berlari kencang.
---------------
Seseorang mengguncang bahuku, makin keras, makin keras.
Mataku terbuka.
"Dinda, kamu kenapa? Lagi tidur kok nangis? " Kak Dimas tiba-tiba sudah ada di sebelahku.
Aku memandangi sekitar. Kenapa aku bisa ada di sofa di depan tv? Pipiku, terasa basah sekali. Aku mengusapnya. Aku melihat badanku, kering.Aku tidak memakai baju sekolah. Aku mengusap rambutku, tidak basah sedikitpun. Aku spontan berlari ke teras. Jalanan kering dan matahari terik sekali.
"Jadi tadi aku mimpi?! " Aku berteriak.
"Apaan sih dinda? Kanda nggak ngerti " Mukanya polos sekali.
Aku memeluknya. Seperti takut kehilangan.
"Ada angin apa ini tiba-tiba kek gini? " Dia menertawaiku.
"Tadi aku, mimpi, kakak lagi sama cewek lain "
"Cie ada yang mimpiin aku nih, terharu deh kanda " Dia makin menertawaiku.
Aku melepaskan pelukan.
"Udah ah, entar geer " Kataku cuek.
"Mimpiin selingkuh aja terus, biar dipeluk-peluk hahaha "
"Porno banget sih!! " Aku memukulinya dengan bantal.
Dia meraih tanganku dan mencoba menghentikan pukulan yang aku lakukan.
"Just trust me , Dinda " Dia menatapku lekat dan menggenggam tanganku.
Matanya...
Oke aku akui, aku terpesona dan lupa sifat pecicilannya kalau dia sudah menatapku seperti ini.
" Awas aje yee, ntar kalo gue udah jadi sama Laras. Bukan cuma kalian doang yang bisa kek gini " Tiba-tiba Kak Tian datang dengan mukanya yang pura-pura kesal. Terlalu cepat untuk mengakhiri tatapan itu.
"Kau menggantungkan hubungan ini..." Aku menggodainya dengan bernyanyi.
"Salah, lagunya bukan itu. Bunga-bunga cinta bermekaran.....cie yang terus-terusan kepikirann " Kak Dimas mencoba meniru suara dan gerakan yang ada di iklan tv itu. Damn. Pacar siapa ini? HAHAHA
"Dasar pasangan gila. Gue bakal berjuang demi Larasss " Kak Tian berteriak dan berjalan menuju kamarnya.
Dear Wattpaders,
Ternyata semua itu cuma mimpii, kaga usah dibawa serius wkwk. Tungguin part selanjutnya yaaa. Kita liat gimana Tian buat Laras membuka hati. Apakah dengan nyanyiin lagu Armada Buka Hatimu ? (LOL). Leave vomentss yaaa thankyou :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Paramore
Teen FictionEntah siapa yang harus disalahkan. Dia yang salah karena mencintai yang tidak seharusnya dicintai, atau waktu yang salah karena pernah mempertemukan kami? Paramore. Secret Love.