Prolog

186 23 95
                                    

"Happy birthday to me..."

"Happy birthday to me..."

"Happy birthday happy birthday happy birthday to me!"

Kavya memperhatikan lilin merah dihadapan dengan pandangan penuh harap. Lilin yang berada diatas nasi putih yang ditata rapih oleh dirinya sendiri untuk ulangtahunnya yang di lupakan banyak orang. Ya, hari ini adalah hari ulangtahunnya yang ke tujuh belas di tahun 2023.

Kavya memperhatikan pintu kamarnya––tak ada satu orangpun yang akan masuk ke kamarnya untuk mengucapkan selamat. Hanya suara kipas angin dan jam dinding yang menggelegar.

Ayahnya juga belum pulang dari tempat kerjanya, padahal dia sudah janji akan merayakan ulangtahun bersama dengannya. Namun lagi-lagi dia selalu mengingkari janjinya. Dia selalu sibuk dan melupakan anaknya. Kavya hanya ingin ayahnya seperti dahulu lagi, yang selalu ada disisinya kapan pun yang dia mau.

Sejak bayi––Kavya sudah kehilangan ibunya, ia tak pernah melihat ibunya sama sekali. Katanya; ibunya mengalami kecelakaan mobil saat dirinya baru beberapa bulan lahir. Dirinya hanya tahu wajah ibunya saat masih muda, itupun dari foto. Fotonya terpajang disetiap sudut ruangan ini. Saking cintanya ayah pada ibu.

Setahun ini ayah menjadi sangat sibuk dan tak mempedulikan Kavya. Entah dia ada masalah atau apa. Ayah jarang bercerita apapun, sedangkan dirinya selalu memaksa Kavya untuk menceritakan hal-hal apa saja yang terjadi pada hidupnya. Bahkan hal sekecil orang yang meminjam penghapus padanya pun harus diceritakan.

Jadi rasanya sangat sedih, mengetahui ayah jadi cuek dan melupakan ulangtahunnya. Padahal ayah dulu sangat antusias padanya.

...dan sedihnya lagi, ayah tak mau berbagi masalahnya. Dia lebih memilih memendamnya sendirian. Seolah tidak percaya pada Kavya, atau tak mau merepotkannya.

Kembali lagi pada lilin merah ini––sebelum meniupkan lilin itu, Kavya meminta permintaannya terlebih dahulu.

"Aku ingin mempunyai teman, aku ingin menghabisi banyak waktu dengan ayah. Dan aku ingin bertemu dengan ibu, walaupun hanya di dalam mimpi..." setelahnya, Kavya segera meniupkan lilinnya seraya memejamkan matanya.

Kavya melirik ke setiap sudut rumahnya––Dirinya anak tunggal dan hanya tinggal bersama ayahnya, lalu tak punya teman dan pacar. Dia benar-benar kesepian.

Ia berdiri dengan lemah lesuh lalu keluar dari kamarnya. Rumahnya sangat sepi, tak ada tanda-tanda makhluk hidup sama sekali. Ayahnya pergi ke kantor––pulangnya tak tahu kapan, padahal sekarang sudah jam 12 malam. Sedangkan dirinya? Hidup? Ya hidup, tapi merasa mati karena kesepian. Kavya bergegas pergi ke kamar ibunya sewaktu masih muda.

Ceklek

Pintu terbuka––kamar antik milik ibunya ini selalu bersih, ayah membuat kamar ini selalu terjaga. Sayangnya, Ayah tak membiarkan dirinya berada di sini lama-lama. Katanya; kau akan mengacak-acak kamarnya dan bla-bla-bla. Ayah, walaupun seorang pria, tetapi dia cerewet luar biasa. Pantas saja, orang selembut ibu mau menerimanya.

Ayah juga pernah bilang; "Ibumu adalah perempuan yang sangat lembut dan ramah, dia tidak pernah berbicara kasar, dia anggun dan banyak pria yang menyukainya..."

Kavya memperhatikan foto ibunya yang terpajang di dinding kamar ini. "Ibu sangat cantik, ayah juga tak pernah melupakan ibu... Sampai sekarang ayah tak mau menikah lagi, hanya demi menjaga kesetiaannya..."

"Lebih baik aku tidur disini saja, agar aku bisa merasakan kehadiran ibu. Semoga saja aku bermimpi bertemu dengan ibu..." gumam Kavya sebelum merebahkan tubuhnya ke kasur. Namun bukan kenyamanan yang dia dapatkan, tetapi malah seperti terdorong jauh hingga ia terperanjat dengan syok. "AAAA!!" pekiknya karena merasa di dorong dan jatuh kebawah, jatuh dari ketinggian yang sangat tinggi.

Seperti baru terbangun dari mimpi jatuh. Begitu yang dia rasakan saat ini.

"Apa ini?!" Kavya buru-buru bangkit dari ranjang seraya menepuk-nepuk kasurnya dengan ekspresi terkejut. "Ini bolong atau bagaimana? Kenapa rasanya seperti jatuh dari ketinggian..." lirihnya ketakutan.

Rasa terkejutnya berhenti sejenak, dan berganti dengan rasa bingung. "Bukankah sekarang baru jam 12 malam? Namun kenapa diluar cerah sekali? Seperti jam 12 siang..." gumam Kavya.

Kavya memegang jantungnya yang sakit. "Apa jangan-jangan ini mau kiamat?" gadis itu merengek-rengek. "Dosaku terlalu banyak, aku... Aaaaa! Aku belum siap mati, tolong!"

Kavya memejamkan matanya sambil berjongkok. "Semoga aku masuk surga, semoga aku masuk surga..." gumamnya.

"Kavita! Kenapa kau merusak hiasan rumah ini?!" terdengar suara seorang perempuan yang sedang marah, mungkin memarahi anaknya. Eh tetapi... Mengapa ada suara seseorang? Bukankah dirumah ini tidak ada siapa-siapa?

"Aku yakin ini sudah ada di surga," gumam Kavya masih belum membuka matanya.

"Ma! Mama lebih sayang pada perhiasan itu dari pada aku?" balas gadis yang bernama Kavita itu dengan nada dramatis.

"Seharusnya kau bisa menjaga barang dengan hati-hati," terang ibunya lagi.

Kavya membuka matanya dan berpikir. "Kenapa di surga bisa kerusakan barang?" gumamnya lagi kebingungan.

"Sudahlah ma, nanti aku ganti rugi kok!" Suara itu terdengar jelas. Setelah itu, suara pintu terbuka dengan keras pun terdengar.

"SIAPA KAU?!"

Kavya terperanjat mendengar sentakan itu. Dirumahnya kan tak ada orang. Lalu dia siapa?

"Siapa kau?! Mengapa ada di kamarku?!" ujar Kavita menyentak.

Kavya terperanjat lagi dan menoleh pada Kavita. "Kau yang siapa? Mengapa ada di kamar ibuku?!"

"HAH?!"

Bersambung...

Past Time : Kavya Story [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang