menjahili dia

9 4 0
                                    

Tidak lupa dengan janjiku, selepas mengambil tas di kelas kami pulang dengan mampir ke Alfamart. Dia sedari tadi diam saja tidak bersua sampai kami masuk ke dalam Alfamart yang sedikit ramai.

Melihat dia berbinar mendengar perkataanku aku tersenyum tipis, padahal cuma coklat tapi dia seneng bangett. Seakan teringat dengan kejadian tadi aku yang penasaran bertanya.

"Yang tadi siapa?" Karena aku yakin si ketua kelas itu gak mungkin tidak memiliki hubungan sama dia, aku lihat jelas kalau si Bintang, Bintang itu suka sama Avril.

Mendapatkan respons dia yang tidak mengerti membicarakan apa, dia mengangkat kedua alis yang tidak bisa malah jadi mengkerutkan dahinya. Aku spontan saja tertawa tidak bisa menahan diri lagi. Teryata dia banyak tingkah juga.

Maksudnya meskipun wajahnya agak terlihat judes gitu tapi kalau sudah akrab dia akan menunjukkan mimik wajah yang menggemaskan.

"Kalau gak bisa gak usah maksa."

Melihat wajahnya kembali datar seakan tidak terprovokasi akan tawaku yang mungkin menular aku kembali membicarakan topik utama. Tidak surut juga rasa penasaran akan hubungan Avril dan Bintang.

"Cowok yang maksa mau nganter lo." Aku berubah serius menghentikan tawa garing itu. Menatap dia lekat menunggu jawabannya.

"Ouh Bintang, ketua kelas kita."

Dia menjawab dengan benar namun singkat. Informasi itu tidak kubutuhkan karena mungkin satu sekolahan juga tahu siapa Bintang yang jadi permasalahan, dia siapa lo. Aku gereget dibuatnya tapi hanya bisa berkata dalam hati.

"Gue juga tahu, maksudnya lo punya hubungan apa?"

"Gak ada."

"Bohong?" Aku menudingnya tidak percaya akan jawaban dia yang santai dan masih fokus mengambil coklat batang yang entah keberapa ditangannya.

"Dih gak percaya." Dari nada bicaranya dia terlihat kesal. Tapi kuabaikan dan kembali melanjutkan topik yag ingin kutahui dengan jelas.

"Tapi kenapa dia panik banget sama maksa pengen nganter lo pulang?"

"Teman dekat aja,"

"Temen rasa pacar?" ucapku dengan menekan kalimatnya. Menyuruh dia agar berkata jujur.

"Lo kok kepo banget sih? Cemburu ya?" Dia bertanya balik dengan nada jahil di akhir kalimatnya.

Mendengar balasan begitu aku memalingkan wajah, apa gak boleh? Gue emang suka dia tapi dalam beberapa hari ini, apa dia mau sama gue? Namun aku memilih menenangkan hati dan mengalihkan topik.

Tiba-tiba terbesit ingin menjahilinya, mungkin dia gak akan ngeh akan apa yang aku pikirkan dan mendengar balasannya aku semakin senang. Seakan memang berpihak untuk mengerjai dia.

"Taro."

"Taro," ujarku menggulang ucapan dia dengan menahan tawa yang siap meledak.

"Hah?"

"Iya taro,"

Dia tidak menjawab, diam seribu kata menatap Snack itu.

"Kata lo tarokan?"

"...." Dia semakin bingung, melihat Snack yang dipegang dan melihat ke arah ku bergantian. Tangannya menyimpan kembali Snack itu ke tempatnya dengan tatapan yang tidak bisa kubaca tapi paling jelas dia terlihat sedih.

"Hahaha, muka lo lucu." Aku 'tak bisa menahan tawa lagi, tertawa dengan keras, sampai-sampai orang yang ada di alfamart melihat ke arah kami. Puas banget hari ini bisa mengerjai dia apalagi lihat mukanya yang begitu.

"Ihh nyebelin!" dia menahan malu karena aku tertawa dan tidak melihat tempat. Dengan tangan yang aktif mencubit pinggangku dan memukul tubuh menggunakan Snack yang diambilnya lagi.

"Aww sakit Vril, sorry, sorry." Aku meringis dan menyuruhnya berhenti memukuliku karena terlalu lama dipukul ternyata ada rasa sakit juga.

"Sukurin," ledek dia dengan senyuman manis menahan tawa. Aku semakin candu akan senyuman dia.

...
Sudah hampir satu bulan aku menetap di sekolah ini, dan lebih senang lagi aku dan dia tidak canggung dan kadang bercanda di bangku yang menjadi favoritku.

Tapi, aku masih sulit percaya akan orang lain. Hanya bersama dia aku nyaman. Kami juga hanya dekat di bangku saja jika sudah waktunya istirahat maka dia akan pergi bersama kedua sahabatnya dan makan bersama di kantin. Aku tidak mungkin melarang dan menemaninya. Lagi pula aku sadar diri.

Seperti saat ini, aku yang sudah selesai makan di kantin sendirian berniat memboloskan diri ke belakang taman, agar tidak tahu kalau aku bolos karena hari ini aku sangat mengantuk dan tidak suka dengan pelajaran terakhir ini.

Sejarah. Ya karena menurutku masa lalu ya masa lalu maka harus di lupakan dan tidak usah dingat masa lalu sebab seharusnya menjalani kehidupan yang akan datang. Ini sangat cocok sekali dengan kehidupan realita dirinya sendiri. Melupakan mantan yang sudah berkhianat.

Sebenarnya dulu aku suka tapi, setelah kejadian itu aku jadi berpikiran sempit dan tidak menyukai sejarah apalagi sejarah kelam dikehidupan.

Guru yang mendukung, jika menerangkan suaranya pelan dan membosankan. Serta guru yang paling rajin masuk kelas. Semakin membuatku malas masuk ke kelasnya. Trauma mendengar cerita pak guru yang tidak sesuai dengan bab pelajarannya.

Setelah sampai di taman belakang yang jarak dikunjungi oleh siswa-siswi lain, langkahku terhenti di belakang pohon besar karena melihat ada orang yang sedang berpelukan di kursi taman.

Tadinya aku 'tak peduli, mungkin orang pacaran karena mereka terlihat mesra. Tetapi saat melihat sekilas perempuan itu yang dia kenal menarik cowok itu ke dalam pelukannya. Aku tidak suka.

Perasaanku entah kenapa panas dan kecewa karena melihat itu moodku jadi buruk, yang tadinya berniat menenangkan diri agar tidak ada yang mengganggu saat aku tidur pun tidak jadi melakukan niat awal.

Rasanya sesak melihat dia, aku memang kagum tapi belum sempat jujur, melihat mereka berpelukan setelah kupikir yang hanya sebatas teman seperti dia katakan kemarin saat ini aku tidak percaya lagi.

Aku langsung pergi dari sana. Menjauh dari mereka sekarang entah mau kemana dirinya untuk menenangkan perasaan yang aneh ini. Bel pulang sekolah sudah terdengar aku segera kekelas dan membereskan semua barang lalu pergi tanpa melihat dia.

POV penulis
Jayy habis potek nih karena dia deket banget sama cowok lain sementara Jay gak bisa kasih tahu perasaan karena pernah kecewa sama cewek. Gimana dongg?

Journey Love Jay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang