Aku datang seperti biasa tapi aku mencoba memberi jarak, tidak ingin ada problem dengan dia karena ini masalahku sendiri dan memilih untuk merahasiakan faktaa jika aku menyukai Avril.
Aksi hari diamku berlanjut sampai tiga hari. Rasanya aku tidak tega akan dia yang sering mengajakku berbincang di sela belajar ataupun tidak. Bahkan ketika dia bertanya tentang tugas aku hanya bisa membalas dengan anggukan atau jika bisa dikerjakan sendiri maka aku akan memiliknya.
Sulit menghindarinya, kami satu meja. Bukan maksud tidak ingin berbincang dengan dia tapi aku sendiri sedang menahan diri untuk tidak berkata jujur.
Rasa kecewa akan mantan kekasihku itu membuatku enggan menjalin hubungan tapi jika mengingat dia dekat dengan pria lain rasanya aku tidak suka.
Bahkan Putri sahabat dia saja sampai menayakan aksi diamku yang sangat mengherankan tapi aku hanya bisa menjawab tidak apa-apa. Tidak mungkin aku jujur pada orang lain. Rasa percaya sudah hilang dan hanya bisa percaya pada diri sendiri.
Mungkin batas kesabaran Avril sudah habis, bertanya. "Jay gue mau bicara." Aku masih bergeming.
Avril langsung menarik tanganku yang entah akan dibawa kemana.
Aku hanya bisa pasrah, tidak ingin membuat keributan lebih karena semua satu kelas berbisik bahkan keluar dari kelas pun beberapa siswa-siswi menatap kami heran. Tapi aku dan dia mengabaikannya.
Tautan kami terlepas begitu sampai di taman yang aku lihat dia bersama Bintang bersama. Mengingat hal itu aku kembali kesal sendiri. Tidak suka akan fakta yang mungkin saja mereka sudah menjalin hubungan.
"Kalau gue punya salah, ngomong. Jangan diemin gue kaya gini!"
"Gue gak bakal tahu salahnya dimana."
Aku masih bertahan tidak menjawab pertanyaan yang begitu banyak dilontarkan padaku, aku juga berusaha tidak melihat ke arah dia yang menunggu jawaban.
"Jay jawab!" teriak dia dihadapanku.
"Jawab gue Jay, kenapa?"
Aku tidak tega lagi melihat dia tampak frustasi dengan sikapku dan tidak kunjung menjawab. Mungkin ini salah, seharusnya aku bisa bersikap dewasa dan seperti biasa aja. Tapi egonya yang sedang kecewa membuatku kekanak-kanakan.
"Gue cemburu." Dia kaget, mungkin dia bertanya-tanya sejak kapan aku mengetahui hubungan dia dengan si ketua.
"Gue cemburu saat lo pelukan sama Bintang."
"Gue juga gak tahu kenapa. Gue juga gak ngerti sama perasaan gue. Yang gue mau lo selalu disamping gue, gak boleh deket cowok lain. Ketika liat lo sama yang lain, yang pengen gue lakuin itu misahin lo dan mukul dia saat itu juga. Tapi gue sadar, lo siapa dan gue siapa sampai harus melakukan itu semua dan melarang lo melakukan apa yang lo mau. Gue Siapa?"
"Yang gue mau lo jadi milik gue seutuhnya, tanpa dibagi sama siapa pun." Sifat posesifku keluar dengan nada yang dingin. "Gue suka sama lo Vril."
Tidak ada tanda-tanda dia merespon aku kembali bertanya mengutakan kata hati. Setelah ku pikir mungkin emang harus mencoba karena memang semuanya butuh penganti untuk melepaskan yang lalu.
"Vril lo mau gak jadi cewek gue?" Akhirnya mengungkapkan perasaan yang mau dibicarakan dari dua hari yang lalu dengan rasa bimbang.
Kini, bukan rasa takut kecewa tapi rasa takut kehilangan. Setelah kupikirkan berulang-ulang melihat sikap dia aku tidak memiliki kepercayaan lagi selain pada dia.
"Maaf gue gak bisa."
"Gue punya perinsip. Yang udah gue buat tekad dari dulu, bahwa gue gak akan pacaran atau menjalin hubungan dengan lawan jenis seperti pacaran atau pun yang lainnya sebelum gue sukses. Yang gue pikirkan hanya masa depan gue, yang harus digapai cita-cita gue tanpa penghalang. Siapa pun orangmya dan apapun masalahnya."
Mendengar alasan ya aku lega, yang kupikir berarti si ketua juga tidak memiliki hubungan spesial tapi aku kecewa karena telah di tolak. Tidak menampik rasanya sakit di dada.
"Gue mau sukses dengan gapai cita-cita gue, banggain orang yang gue sayang tentunya membahagiakan kedua orang tua gue dulu."
"Menurut gue, kalau gue mementingkan hubungan dengan lawan jenis seperti menjalani hubungan pacaran akan buat prinsip gue berubah dalam sekejap karena akan mementingkan pasangan kita dan gue ingin menjalani hubungan sekali yaitu langsung menikah."
Dia menjelaskan dengan disetiap perkataan yang tegas. Seolah apapun itu tidak akan ada yang bisa meruntuhkan prinsip dan keinginannya. Apalagi dia menekan jelas kata sahabat.
Yang dia inginkan hubungan kami tidak pernah lostcontak atau merenggang akan hubungan asmara. Dirinya akui karena mantan kekasihnya dulu adalah sahabat sedari kecil. Aku, sahabatku dan mantan kekasih.
"Lo bebas mau melakukan semua apa yang lo mau dan dekat dengan orang lain. Jika kami punya hubungan maka semuanya akan berbeda."
"Gue gak bakal kekang lo," tolakku seakan paham apa yang dia takutkan akan hubungan spesial itu jika terjadi. Masih mencoba membujuk dia agar bisa menyetujui untuk menjalin hubungan.
"Tapi tetep gue gak bisa," balas dia, tetap pada pendiriannya.
"Lo belum mencobanya." Aku masih bertahan akan keinginanku. Kami saling mempertahankan apa yang kami inginkan.
"Setidaknya beri gue waktu buat buktiin, gak semua hubungan harus menuruti pasangan salah satunya."
"Dan setidanya kalau lo bener-bener sayang sama gue lo gak akan maksa orang itu buat menjadi pacar lo kan, cinta gak harus memiliki!" balas Avril, mendengar yang diucapkan dia, aku terdiam skakmat. Tersenyum tipis akan tolakan dia yang tidak ragu.
"Lo bener-bener gak mau?" tanyaku sekali lagi, mencoba untuk terakhir kalinya.
Kata maaf itu sudah menjawab pertanyaan yang dilontarkan, mungkin aku tak memiliki kesempatan itu.
Oke aku akan berusaha menghapus rasa sayang dalam artian mencintai karena sejujurnya dia takkan bisa hidup tanpa di samping Avril.
Karena, memang perasaan ini tidak harus ada. Harusnya dari awal aku bisa mencegah perasaan ini tidak tumbuh semakin lama. Sejak awal dan aku berharap berjumpa dengan dia untuk mengucapkan terima kasih dan akan terus menjadi orang yang bisa melindungi dia karena telah membuatku bertahan sampai saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Love Jay
Short StoryPOV 1 dari Cool vs Cold Apa salah diusia remaja ini membutuhkan kasih sayang dari orang tua? Setelah kepergian sang ibu tercinta aku kembali kehilangan sosok pria nan kukagumi. Seakan kehadiranku tidak ada, dalam satu hari aku mendapatkan hari terbu...