Takdir memang Tuhan yang menentukan
Kedekatan aku dan dia berlanjut sampai beberapa tahun kemudian dengan perasaan yang tidak pernah berubah. Setelah kupikir dan dan semua lika-laku aku akhirnya berani melamar dia untuk terakhir kalinya. Semuanya dengan rencana yang terinci.
Aku sebenarnya menyiapkan untuk acara dia yang bertambah umur, tapi aku ingin ada pengingat hari lain di tanggal yang sama. Yaitu melamarnya.
Setelah beberapa tahun bersama, kami masing single setelah mencapai cita-cita kami. Aku yang telah mengambil alih perusahaan ayah dan oma dan dia juga yang telah menjadi pemilik butik yang memiliki profesi lainnya sebagai penulis.
Alam terbuka menjadi tempatku melamarnya, setelah tadi malam merayakan dengan keluarga aku memboyong semuanya untuk menjadi saksi lamaranku yang tentu sudah kuberi tahu kepada kedua keluarga beserta teman-teman yang selalu mendukungku.
Aku tersenyum melihat dia senang dengan dekorasinya. "Ini bukan inti kejutannya," beritahuku pelan di telinga dia.
Entah apa yang dia pikirkan melihat responsnya sangat diluar nalar, setelah menggelengkan kepala dia memundurkan tubuhnya dengan aku mendekat.
"Lo gini karena marah sama gue? Maapin gue yang udah bikin lo susah. Atau lo marah karena gue tolak lo?" pertanyaan beruntun dengan suara terbata-bata. Kakinya masih berjalan mundur tetapi aku belum membuka suara, hanya berjalan mendekat.
Hampir saja jatuh jika aku tidak cepat menahan pinggangnya, aku ketakutan akan tingkah dia yang dikuar nalar "Plis maapin gue, sebenernya gue suka sama lo tapi gue malu ungkapinnya karena gue selalu tolak lo dan kalau pun status kita berubah ...,"
"gue mau lo yang rubahnya." lanjut dia memejamkan kedua matanya dengan terisak. Aku terkejut akan kejujurannya. Padahal aku akan melamarnya dengan di saksikan oleh semua tapi mengetahui isi hatinya. Aku senang. Semakin percaya diri akan lamaran ini tidak akan ditolak.
Tidak perlu lagi status pacaran karena melamar lebih baik, apalagi umur kita sudah bukan lagi remaja tapi sudah dewasa.
Dirinya takut dan malu sudah mengakui apa yang sudah disembunyikan selama ini.
Terdengar suara petasan dengan tulisan Happy Birthday itu mengudara dilangit menghiasi dengan ciptaan Tuhan.
Dia menatap ke atas sana dengan terbengong sampai suara Putri mengagetkan suasana romantis.
"Gila, kenapa gak dari dulu lo buat rencana gini biar bisa pacaran sama Avril Jay?"
"Lo yang rencanain ini?" Dia menatap ku dengan berbagai emosi. Setelah melihat semuanya telah keluar dari persembunyiannya.
"Emang, but ucapan itu gue gak tahu lo bakal bilang."
Dia menghampiri nek Laraswati ketika dengan jeli mengenali beliau, bercakap sebentar. Aku senang dia bahagia dan tidak marah akan membuatnya terkejut.
"Dah-dah, katanya Jay mau ngomong serius." Aku yang disebut menatap Mega, kemudian menghela napas. Memang jangan ditunda lagi.
Aku mendekat berdiri di hadapan dia yang kini di tepi karena menghampiri nenek Laraswati.
Menggenggam tangan mugil dia yang terasa dingin. "Vril, lo kan tahu gue suka sama lo udah lama? Perasaan gue gak hilang meskipun segala tingkah dan sifat lo yang ada malah bertambah. Di usia dua tiga tahun sekarang lo yang udah dapet gelar sarjana, gapai cita-cita lo punya butuk." Aku menghentikan kalimatnya. Menarik napas dengan kuat.
"Gue Jayyen Axelder cowok yang sudah lima tahun sama lo, udah di tolak tiga kali mengatakan ..., will you merry me?" lanjutnya dengan mengeluarkan cincin yang sudah sebulan lalu dipesan.
"Gue mau lo jawab yes and yes karena gue yakin sama ucapan lo tadi," kataku mengingatkan adengan yang membuat Avril membocorkan rahasia dirinya sendiri.
Dan pada akhirnya dia tidak bisa menolak lagi dengan semuanya bertepuk tangan bahagia.
Makasih Avril Candise Aster telah hadir dan menyembuhkan lukaku, terima telah menerima kekuranganku dan akanku balas dengan kesetiaan
Jayyen Axelder
bumishilen...
EndThankyou yang udah baca ceritaku. Semoga suka dan selalu bahagia. Jangan lupa tidur karena udah malam
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Love Jay
Short StoryPOV 1 dari Cool vs Cold Apa salah diusia remaja ini membutuhkan kasih sayang dari orang tua? Setelah kepergian sang ibu tercinta aku kembali kehilangan sosok pria nan kukagumi. Seakan kehadiranku tidak ada, dalam satu hari aku mendapatkan hari terbu...