berangkat bersama

1 2 0
                                    

"Apa-apan ini Avril Candice Astar?"

Belum ada 5 menit aku dikagetkan akan teriakan yang sangat nyaring, hampir saja aku menjatuhkan dia yang masih tertidur dipangkuanku. Posisi yang telah aku ubah agar Avril nyaman dengan tidurnya.

"Ah maaf Om saya ketiduran disini yang nunggu Om dan Tante pulang dari toko. Saya tidak melakukan apapun kok Om sama Avril," ucapku lebih dulu setelah sadar akan kehadiran kedua paruh baya yang kutebak mereka orang tua dia. Aku juga tidak mau memberikan kesan buruk dihari pertama berjumpa. 

"Em kalau begitu saya izin pamit pulang Om dan Tante." Aku berdiri dengan mengangkat kepala dia pelan agar tidak menggangu tidurnya.

"Kamu boleh nginap di sini dan tidur di kamar tamu di bawah." Aku yang mendengar papah dia yang mulai calem mengangguk pasrah, lagi pula benar aku tidak akan kuat untuk pulang.

"Boleh minta tolong antarkan Avril ke kamar atas di tengah, ada namanya di depan pintu room princes." Beliau kembali berkata dengan nada lebih bersahabat.

Lalu aku mengangkat dia menuju petunjuk yang sudah dikatakan. Begitupun orang tua dia berjalan ke kamarnya.

Setelah menidurkan dia dikamar, aku segera turun ke bawah menuju kamar tamu karena tidak kuat menahan kantuk dan ingin segera menidurkan merebahkan badan dikasur.

Aku terbangun melihat jam yang sudah pagi, melihat sekitar kamar yang asing aku duduk di kasur dan melompat untuk turun karena baru sadar di rumah dia. Aku menginap di rumah dia? Sepertinya orang tua dia juga baik.

Meski sempat terkejut akan papah dia yang terlihat marah akan keberadaan semalam awalnya tapi setelah dijelaskan mereka paham dan tidak menyalahkanku.

Setelah aku membersihkan diri di kamar mandi dalam, aku terkejut akan kehadiran mamah dia yang sepertinya akan mengetuk pintu berbarengan aku keluar. "Udah bangun ya? Ayok ikut sarapan dulu."

Aku mengikuti dan melihat ada papah dia yang sudah duduk dengan memainkan handphone. Aku menyapa dan duduk di seberang dekat beliau.

Aku duduk dengan canggung menunggu dia yang belum turun, saat aku menunduk sibuk dengan pikiran untuk memulai perbincangan terkejut akan tepukan yang tidak main-main.

“Apa sih Vril?” aku mengaduh pelan. Rasanya memang sakit tapi tidak mau menyingung apalagi dihadapan orang tua dia, lagipula aku tidak berani berkata tinggi dengan dia.

“Apa yang kamu lakukan?” Alih-alih membela papah Avril berbicara dengan keras memarahi dia. Mungkin tidak enak hati kepadaku akan tingkah anaknya. Aku berkata baik-baik saja agar tidak ada permasalahan panjang.

Dia bertanya kaget dan juga pelan takut melihat tatapan papahnya.

“Lah kamu gak inget Ril? Kan Jay yang nemenin kamu semalem di rumah nunggu kita,” ucap mamah dia sembari menyiapkan sarapan untuk kami, aku, dia, papah dia dan beliau sendiri.

“Lo nginep Jay?”

“Yang lo liat?” jawab Jay cuek.

“Udah-udah kalian jangan banyak bicara. Avril kamu duduk, cepet makan!” papah Avril mencegah dia yang akan berbicara lagi.

Kami sarapan dengan hening sampai dia berkata selesai menghabiskan sarapannya.

"Mah, Pah Avril berangkat sekolah yah takut di hukum lagi." Izinnya, ia menyalimi kedua orang tuanya tidak lupa mencium pipi mereka.

"Lo bareng gue!" kataku. Tetapi dia tidak membalas dan aku ikut berpamitan dengan sarapan yang sudah habis.

"Om, Tante makasih udah izinin saya menginap di sini dan di kasih sarapan. Saya juga permisi, berangkat sekolah dulu, izin ya Avril berangkat sekolah bareng saya."

Aku dan dia berjalan beriringan, aku menaiki motor yang masih di tempat kami berangkat ke villa.

"Naik!"

"Gak usah deh, gue sendiri aja lo juga belum mandi ganti baju. Gue gak mau telat berangkat sekolah,"

"Gak terima penolakan!" Aku menarik pergelangan tangan dia agar naik ke motor.

Tapi karema dia diam dengan menatap roknya aku yang mengerti membuka jaket di dalam tas dan memasangkan ke pinggang dia yang masih menunduk.

"Udahkan?"

"Pegangan gue mau ngebut!"

"Ini kan udah pegangan?" kata dia yang memegang ujung kaos baju yang sedang dipakai.

Aku dengan iseng menarik pedal gas motor dengan cepat sehingga dia spontan melingkarkan tangannya di pinggang.

"Dasar modus," cibir dia.

"Kata lo gak mau telat." Aku mengelak.

Tidak mendapatkan balasan, aku mengebutkan kendaraan hingga sepuluh menit sudah sampai di rumah.

"Tunggu di sini, gue mau ganti baju!" Aku tidak menunggu dia membalas. Menaiki satu per satu tangga untuk sampai di kamar, meninggalkan dia di ruang tamu.

Aku turun dengan pakaian seragam lengkap 'tak lupa ransel dan sepatu yang sudah melekat diseluruh tubuh.

"Lama," ujar dia yang berjalan lebih dulu ke luar, aku tidak mengelak padahal hanya memerlukan waktu lima menit lebih.

Sampai di sekolah pun belum ada yang mengeluarkan suara. Kami berjalan beriringan ke kelas tidak memedulikan yang melihat kami sedang berbisik heboh.

Aku senang ada beberapa yang mendukung akan kedekatan kami, aku tidak peduli pendapat yang tidak suka akan kami. Hanya butuh dia dan pendapat positif saja udah cukup.

"Apa ini miskah? Kalian barengan? Lo di bonceng sama Jay?" pertanyaan itu meluncur tepat kami masuk ke dalam kelas yang sudah ada beberapa siswa-siswi berdatangan dan duduk di kursinya dengan tenang.

"Apa si lu Put heboh banget, kemarin juga liat mereka mesra di puncak b aja," kata Mega santai yang duduk di kursi Putri menghadap kami yang maish duduk bersama.

"Ihhh gak suka gelayy," kata Putri membalas perkataan Mega.

"Dasar lebay."

"Pokoknya gak suka gelayyyy."

Kedua sahabat dia itu saling berdebat ringan sampai dia ikutan bersuara. "Apa sih dari tadi ngomong gelay gelay? Tumben juga Lo anak IPA ada di sini?" tanya dia heran melihat sahabat yang beda kelas itu duduk bersama Putri.

Jika dia sudah berbicara maka sahabat akan bungkam dan mereka membicarakan topik lain sampai jam pelajaran dimulai.

Journey Love Jay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang