terciduk

4 1 0
                                    

Aku tidak memberi kabar lebih dulu dan sudah menunggu dari beberapa jam lalu antisipasi jika dia berangkat pagi. Tiba-tiba ingin membuat dia kejutan.

Turun dari motor menghampiri dia dan menyapanya beliau yang menatapku lebih ramah tidak seperti awal bertemu.

“Pagi Om,” sapaku dengan mencium punggung tangan beliau.

“Pagi. Mau jemput Avril? Kenapa gak masuk?”

“Iya tuh, gak ada bilang juga jadi nunggu, gimana coba kalau ni anak jemput Avril, terus Avril ya udah berangkat? Kan percuma, mana udah nunggu lama lagi” cerocos dia, menjawab papahnya sendiri.

“Lo gak mungkin udah berangkat, biasanya juga telat, susah di bangunin.” ejekku karena sudah tahu tabiat dia.

“Bener tuh. Ini juga gak lama di bangunin sama Mamahnya, langsung mandi makan juga cuma dikit, tadinya juga mau nebeng sama Om biar gak telat,” timpal Angga-papah dia mengutarakan keburukan sang putri.

Kami berpamitan, lalu menjalankan kencang karena sebentar lagi jadwal ujian akan di mulai. Sesampainya di sekolah, aku memarkirkan kedaraan yang bersamaan dengan sahabat dia.

“Ciee, di jemput,” ledekan itu keluar dari bibir Putri yang baru saja turun dari motor besar Satria.

“Ganteng doang jemput cewek depan gang!” ujar dia ke Putri.

“Kok, lo tahu? “tanya Putri heran.

“Haha, bener nih? Padahal tadi gue asal tebak aja.”

“Ganteng doang, nembak cewek di tolak.”

“Cantik doang, di serius in gak mau nerima.”

“Kok jadi gue sih yang di ledek? Kan si Putri yang ledek lo ” seru dia saat aku membalas Putri karena aku tahu maksud dari sahabatnya meledek dia. Tapi aku abaikan dan segera masuk keruangan ujian yang disusul lainnya.

Saat ini kami semua kumpul di kantin mengisi perut dan memulihkan otak, setelah ujian matematika yang banyak menjebak.

Mereka saling mengeluh akan ujian perhitungan,  “Gimana kalau kita belajar bareng?” saran Avril.

“Boleh tuh,” imbuh Putri antusias. “Eh mau di mana?”

“Di caffe atau di tempat tongkrongan?”

“Di rumah gue juga gak masalah,” aku ikut bersuara setelah sedari tadi diam karena asik bermain game.

“Emang gapapa? Gue sih terserah tapi Kai bakal ikut di mana pun kita bakal belajar bareng,” kata Mega memberitahukan kekasihnya yang akan ikut mereka belajar bersama meskipun berbeda sekolah.

“Yaudah di tempat lu aja sekalian mau tahu rumah lu” seru Putri.

“Mau ngapain tahu rumah Jay?”

“Kalau udah tahu mau ngapain?”

Pertanyaan itu keluar dari mulut Avril dan Satria bersamaan.

“Kalau Satria nanya itu sih masih bisa gue pertimbangan karena Satria cemburu lah lo kenapa sewot gitu?” kritik Mega. Memicingkan matanya.

“G-gue cuma nanya aja?”

“Jadinya di rumah gue kan?” tanyaku memastikan dan mengalihkan topik dari pertanyaan Mega yang menyudutkan dia sampai membuatnya tidak nyaman.

Saat kami melanjutkan memakan makanannya, tiba-tiba gadis yang dulu aku hindari datang menghampiri meja kami. Jika tidak salah namanya Aulia, langsung mendorong dia agar terjatuh dari kursi tapi aku dengan sigap menahan.

Aulia yang geram melihat itu berucap. “Gue udah berapa kali bilang sama lo, jangan deketin Jay! Kenapa lo gak mau nurut hah? Emang lo merasa cantik dan pantes sama Jay gitu?” seru Aulia emosi.

“Dan udah berapa kali gue bilang, dia sendiri yang deketin gue. Kalau Jay emang milih gue kenapa? Gak suka? Emang lo pantes buat Jay?” balik dia bertanya. Aku terkagum melihat dia membalasnya tidak kalah sengit.

Semuanya hanya melihat tanpa mau melerai, aku tahu pasti sakit mangkannya aku segera melerai, menarik tubuh dia di belakang tubuhku, tanpa harus mengeluarkan suara yang hanya percuma tidak akan didengarkan.

Setelah memisahkan mereka, aku berdiri di hadapan Aulia melindungi dia di belakang. Aku bertanya terus terang karena dia mulai berani bertindak kepada dia apalagi di depan umum.

“Sorry, sebenernya gue bingung lo siapa? Lo ngikutin gue terus karena gue diem aja bukan berati gue suka lo yang ikutin, gue cowok dan gak mau berurusan sama cewek yang gak gue kenal apalagi harus ribut. Gak penting!" ucapku tegas, tidak peduli bersikap kasar pada Aulia karena sudah berani mengusik dia, sudah muak melihat tingkah laku yang sangat tidak beretika akhlak.

“Gilee,” teriak Putri heboh.

“Jadi selama ini lo digangguin sama orang yang lo gak kenal?” Mega memastikan yang tidak kuanggap. Biarkan semuanya memiliki opini akan pengakuanku.

Aku menatap Aulia dengan tatapan tajam, menatap dia tidak peduli dan bener-bener kesal ada orang asing yang merebutku dari dia yang aku klaim milikku.

“L-lo gak k-kenal s-ama gue?”

“G-u-e s-u-k-a s-a-m-a l-o,” beritahu Aulia dengan gugup dan perasaan kecewa campur sedih. “Karena lo dulu sering tolong gue yang di bully karena gue cupu dan miskin.” Membeberkan perasaannya tapi aku tidak merespons lebih. Aku mencoba mengingat apakah kami saling kenal?l

Selepas Aulia yang mengaku menyukai bahkan terobsesi mengatakan cinta, aku abaikan dan kembali melanjutkan makan begitu teman dan penghuni lain seakan tidak terjadi kejadian ini.

...
Kesepakatan untuk belajar bersama tetep berjalan, aku meninggalkan mereka untuk Menganti baju setelah berpamitan dan meminta bi Iyen untuk memberikan cemilan juga minuman.

Aku turun menghampiri mereka dengan memakai baju hitam juga celana training dan rambut yang masih basah menetes di baju.

Aku melihat kedua teman pria yang tidak lain Kai dan Satria yang menatapku buru-buru menutup mata mereka tapi mereka melupakan dia yang masih asyik memandangi ketampananku yang berlipat-lipat. Aku dengan percaya diri penuh duduk dihadapan dia dan berkata. “Terpesona eh?” Tepat di wajah dia yang berjarak tiga senti.

“A-ah itu g-u-e liat itu. Ya itu gambar di sana bangus banget,” Dia mengelak dan terkejut akan kedekatan jarak kami. Dia juga mendorong dadaku sambil berkata agar ada ruang jarak.

“Ngaku aja kali Ril!” suruh Kai dengan menahan tawa.

“Udah keciduk juga tetep aja ngelak,” seru Putri ikutan.

“Apaan sih. Ayo kita mulai aja keburu malem."

Aku menatap orang yang baru datang, ini bukan kali pertama. Beberapa kali aku melihat beliau yang sering datang ke rumah entah untuk apa.

“Itu bokap lo?” pertanyaan Mega mengalihkan tatapan dari beliau sekejap dan tidak hiraukan untuk membalas. Lama terdiam setelah melihat beliau pergi tidak terlihat lagi aku memfokuskan diri untuk kembali belajar bersama yang lain.

Tidak lama ruangan yang dimasuki beliau terbuka lagi dan berjalan menuju pintu utama tanpa berniat berpamitan, menyapa pun tidak.

Hari semakin malam sekarang sudah jam sembilan mereka pulang ke rumah masing-masing, dengan aku mengantarkan dia pulang karena tidak mau dia pulang naik kendaraan online di malam hari sendirian.

Journey Love Jay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang