apakah masih punya muka?

21 7 1
                                    

Selamat malammm, maaf baru bisa update. Semoga part ini gak mengecewaka and happy reading guys!
..

Jam 1 pagi aku segera pergi kediaman oma saat mendapatkan pesan jika kepergian sang ibu telah sampai ke sana. Aku yang baru tertidur tidak membuatku mengurungkan niat untuk mengunjungi kediaman keluarga satu-satunya yang menjadi harapanku.

Anak tunggal dan keluargaku tidak begitu akrab dengan para sepupu maupun keluarga sepupu dari pihak ibu begitu pun dari pihak ayah. Hanya oma yang menerima kami, aku tidak tahu apa permasalahan ini dikarenakan yang kupikir ayah, ibu sudah cukup bagiku.

Namun, disaat ini aku menyesal tidak mengenal keluarga lain. Aku memfokuskan diri agar tidak terjadi hal tidak terduga karena aku melamun di saat mengendarai kuda besi sendirian.

Setibanya disana aku disambut baik dengan pelukan hangat. Dalam hati, aku menguatkan diri. Ya, hampir saja aku mengeluarkan air mata namun, segera kuhapus sebelum semakin banyak.

Bagaikan hilang arah, aku menemukan sedikit cahaya setelah pertemuan kami. Rasa hangat dari pelukan sayang ini membuatku betah memeluk tanpa sadar kami masih di depan pintu belum memasuki rumah modern bertingkat.

"Ayok masuk," ajaknya dengan memeluk lengan kanan setelah pelukan terlepas. Pembantu di rumah oma membawakan air dan makanan ringan tanpa diperintah, aku bersyukur oma masih menyayangiku disaat harapanku tidak ada.

"Terima kasih Oma sudah mengundang aku kemari," ucapku lirih. Tapi berusaha baik-baik saja dengan menampilkan senyum tipis.

"Kamu ini bicara apa? Sudah seharusnya Oma ikut mengurusmu. Apalagi Oma juga sendirian di sini."

"Aku akan menemani Oma beberapa hari kedepan." Janjiku membuat oma tersenyum lebar. Beliau bahkan mengusap rambutku dengan hati-hati dan sayang. Aku nyaman merasakan usapannya.

Kami bincang hangat dengan pembahasan ringan, tidak ada topik ayah hanya aku kadang memulai topik ibu namun Oma kembali mengalihkan topik. Mungkin, beliau pikir aku masih tidak siap jika kehilangan sang ibu. Meski memang benar, tapi aku mencoba untuk mengikhlaskan karena kepergian ibu di sisi Tuhan lebih baik. Beliau tidak merasakan sakit dengan penyakit yang telah dideritanya.

Disiang sore harinya, oma memanggil untuk makan siang yang terlewatkan karena aku tidur. Setelah kedatanganku siang tadi aku disuruh istirahat untuk tidur. Aku juga tidak menolak karena semalam kurang tidur dan begitu mendapatkan pesan dari oma aku jelas senang.

Ayahku benar-benar hilang entah kemana, aku tidak mendapatkankan kabar apapun dari pesan yang beliau kirim maupun titipkan pada pembantu.

"Makanlah yang lahap, jika kurang nanti kamu bisa mengambilnya lagi." Oma menyodorkan sepiring penuh yang terisi segala macam makanan sehat. Aku mengangguk patuh.

Kami makan dengan tenang, hanya berdua karena oma juga sendiri tinggal di rumah setelah kepergian kakek bertahun-tahun lalu.

...
Aku menepati janjiku untuk tinggal bersama oma beberapa hari kedepan. Selama ku tinggal di kediaman oma, aku menyibukkan diri dengan membantu pekerjaan oma yang merawat tanaman dan bunga di halaman rumah.

"Omaaa!" panggilku ketika oma akan mengangkat barang seruanku yang sedikit kencang berhasil mengurungkan niatnya lalu menatapku yang berjalan dengan langkah seribu agar segera sampai.

"Untuk urusan mengangkat barang berat, biar aku yang tangani," ucapku menawarkan diri.

Melihat oma membungkuk, hampir aku jangtungan karena oma sudah tidak fit lagi tenanganya. Aku kasihan nantinya akan merasakan sakit di malam hari.

"Manisnya," puji oma mendengar perkataanku. Tangannya dengan lembut mengusap lenganku yang tidak terhalang apapun lantaran aku mengenakan kaus oblong pendek.

Aku menunduk malu-malu, merespons. Tidak kusangka aku bisa melontarkan hal seperti itu, mungkin hanya replek saja sebagai seorang pria dan melihat wanita baya melakukan hal berat.

"Yaudah, oma serahkan urusan ini padamu. Sekalian tolong sirami tanaman dan bunga ya?" tanya oma yang seakan meminta persetujuan akan suruhannya. Aku mengangguk patuh kemudian beliau pergi masuk ke dalam rumah meninggalku dengan segala pekerjaan ini.

Aku mulai mengangkat satu per satu pot untuk dirapikan agar tidak terlihat berantakan, entah bagaimana caranya pot-pot tanaman ini bisa tidak beraturan di tempat. Aku mulai mengerjakan dengan tenang dan bergumam menyanyikan lagu agar tidak begitu sepi. Kemudian, aku melanjutkan menyirami semua tanaman tanpa terkecuali.

Selepas pekerjaanku selesai, aku mengistirahatkan diri di sofa ruang keluarga seraya memainkan ponsel yang sudah seharian tidak kumainkan. Aku membuka aplikasi sosmed berwarna pink untuk menghilangkan kesuntukan karena tidak yang harus dikerjakan.

Beberapa vidio telah kulihat, mendapatkan notifikasi pesan dengan rasa penasaran, kubuka yang membuatku terdiam.

Melihat postingan dari orang yang kukenal. Foto itu menunjukkan mereka yang sedang berbahagia sementara aku?

Saat kulihat lebih dalam, ternyata tidak hanya satu melainkan beberapa dan menunjukkan kemesraan mereka. Aku melihat kolom komentar karena nama akunku disebut-sebut. Rata-rata, berkomentar menayakan hubunganku dengan mantan.

Tidak ada balasan. Hanya banyak tanya tanpa jawaban. Aku juga tidak ada niatan untuk menjawab meski begitu banyak dirinya ditandai agat bisa mengklarifikasi topik ini.

"Nyali yang sangat besar," gumamku berkomentar.

"Tapi, jika kupikir lagi ini lebih baik. Dari pada aku terlihat bodoh karena tidak mengetahui perselingkuhan ini dan masih menjalin hubungan dengan dia."

"Bisa jadi, ini bukan pertama tapi sudah sering? Apa mereka sudah lama menjalin hubungan di belakangku?" tanyaku sendiri yang tidak tahu jawabnya. Aku kesal mengetahui kabar ini. Dan semakin kesal mereka bisa saja menertawakan karena aku terlihat bodoh akan sikap mereka.

"Harusnya aku menyadari keganjalan hari itu."

Setelah ku ingat-ingat, ternyata mereka beberapa kali kupergok berkomunikasi tanpaku dan terlihat akrab. Padahal setahuku sebelum kami jandian dengan dia hubungan sahabatku dengan mantan tidak dekat. Malah, mereka bisa saling kenal karena aku mengenalkan kepada sahabat kecilku yang kuanggap sodara.

"Takdirku memang tidak baik, aku pikir harus menghindar mereka karena aku juga sudah tidak ingin berhubungan lagi dengan mereka yang telah menyakiti perasaanku."

"Apakah mereka masih punya muka untuk bertatap denganku?" Tiba-tiba aku terpikirkan pertanyaan itu begitu saja.

Journey Love Jay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang