0-2

208 5 1
                                    

Gilang akhirnya menginjakkan kaki di kota kelahiran. Tadi dia menghubungi orang tuanya dan ternyata mereka ada di rumah sang kakak. Segera Gilang menyusul ke rumah yang terletak di seberang. Sesampainya di rumah itu, dia disambut suara tawa adiknya. Anak yang sebentar lagi naik kelas empat SD itu sekarang semakin ceria, bahkan Nova semakin terlihat gendut.

"Mama, ini cobain lagi."

"Enggak mau ah, bekas giginya Papa. Dia enggak gosok gigi tadi pagi."

"Ya udah, biar Papa yang habisin."

Gilang menghentikan langkah, menoleh pada Nabilla yang tertinggal jauh di belakang. "Enggak perlu takut."

"Gil, aku malu. Belum pernah ketemu sama mereka secara langsung. Takut mereka enggak suka sama aku."

"Santai aja kali, dulu Diana juga diterima dengan baik. Bahkan adikku langsung bestie-an sama dia."

"Siapa Diana?" tanya Nabilla penasaran. Belum pernah Gilang menyebut nama perempuan itu.

"Tunangannya abangku. Dia sekarang di Surabaya, kuliah di sana. Ayo kita masuk." Gilang masuk lebih dulu, begitu mengucap salam, Mama langsung mendekat dan mencium pipinya bolak-balik.

"Akhirnya jagoan Mama pulang. Bau asem, tapi enggak apa-apa."

"Ma," protes Gilang saat pipinya terasa basah. Dia kemudian mendekat pada Papa, memeluknya sebentar. Dilanjut dengan memeluk kakaknya yang sedang memangku keponakannya, kakak iparnya yang sibuk menyeruput kuah soto, dan adiknya yang semakin cerewet.

"Mas Gilang pulang sendiri? Itu siapa?" tanya Nova, dia menunjuk pintu.

Mama berdiri dan menggendong cucunya. "Kamu jadi bawa teman, Mas? Sini, ajak dia masuk."

"Sebentar ya, Ma, aku samperin dulu. Dia malu soalnya." Gilang keluar dan kembali masuk bernama Nabilla, gadis itu langsung menyalami satu-persatu orang yang ada di sana.

"Kok dia enggak pakai kerudung, Ma?" tanya Nova.

Gilang meringis, dia melotot pada adiknya yang langsung diam. Kemudian mempersilakan Nabilla agar duduk. "Ini temanku kuliah, namanya Nabila."

"Abang, boleh minta tolong ambilin baju gantinya Keanu? Tadi sewaktu cebok basah kena air."

Gilang sontak menatap perempuan asing itu. Menggendong keponakan pertamanya, Keanu. Tidak biasanya anak itu mau digendong orang asing, tapi kenapa dia terlihat begitu nyaman?

"Oke, sebentar." Bang Aka kemudian meninggalkan ruang tamu, perempuan tadi duduk di dekat Mama yang sedang memangku Keyna. "Kin, sana kenalan sama temannya Gilang," perintah Mama.

Perempuan itu menatap Gilang dan Nabilla bergantian, dia tersenyum manis. Lalu mendekati Nabilla dan mengulurkan tangannya. "Kinan."

"Nabilla."

Gilang terus menatap perempuan itu. Tiba-tiba terbesit sebuah pertanyaan di kepalanya, "Apa perempuan ini yang mau dijodohin sama aku?"

Malamnya, rumah terasa ramai. Meskipun Rangga tidak bergabung karena sedang membantu calon mertuanya pindah rumah ke Solo. Gilang bergabung dengan para laki-laki, sedangkan Nabilla dia minta agar bergabung dengan Mama dan kakaknya, juga perempuan bernama Kinan tadi.

"Lang, udah lama pacaran sama Nabilla?" tanya Papa. Sontak Gilang menggeleng. "Pacaran apa sih, Pa? Enggak ada."

"Masa enggak ada rasa? Abang dulu jatuh cinta sama kakakmu yang nyebelin itu," sahut Bang Aka. Menggigit kue di tangannya. Tukang makan.

"Beneran, Bang, enggak ada perasaan apapun ke dia."

"Yakin? Rangga aja suka sama Diana."

Gilang berdecak dan memangku Keyna, mengusap-usap rambutnya. "Beneran. Aku palingan cuma sekedar suka sama cewek. Suka ya suka. Udah. Itu juga jaman SMP."

Album FotoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang