Kira-kira besok Gilang sama Kinan dipanggil apa ya sama anaknya?
.
.
."Suara detak jantungnya terngiang-ngiang terus. Kira-kira anak kita laki-laki atau perempuan ya, Mas?"
Pernyataan dan pertanyaan Kinan yang penuh keceriaan itu sayangnya hanya dijawab dengan kebisuan oleh lawan bicaranya. Selalu seperti ini, jika diajak bicara tentang anak mereka, pasti Gilang tidak merespon. Hanya diam.
"Mas?"
"Ada apa?" Gilang kembali fokus pada laptopnya. Padahal sudah pukul sebelas malam.
"Ayo tidur."
"Duluan aja, aku masih ngerjain neraca. Dari tadi enggak ballance."
"Rumah sekarang sepi, deh. Udah pada pulang," ungkap Kinan. Merebahkan tubuhnya di kasur dan menatap suaminya.
"Kan mereka sibuk sendiri-sendiri. Besok lebaran kan kita kumpul lagi."
Kinan hanya bergumam, dia telentang dan mengusap-usap perutnya. "Enggak sabar lihat perutku makin besar, sakit pinggang, nyeri punggung, susah—"
"—Tidur." Gilang mengambil bantal dan menutupi wajah istrinya. "Katanya besok bikin bolu kukus seratus buah."
"Ya makanya istrinya ditidurin. Enggak peka banget, sih. Capek aku ngasih kode dari tiga minggu lalu."
"Kode apa? Tidur diusap-usap, dipuk-puk, dinyanyiin, udah semua. Bagian mana yang aku enggak peka?"
"Diusap perutnya, bukan punggung."
"Tidur."
"Usap dulu perutku."
"Aku gigit ya kamu lama-lama, tidur. Aku masih ada kerjaan. Kalau enggak dikerjain, kita enggak bisa beli beras sama bayar listrik. Tuh, meterannya udah bunyi dari beberapa hari lalu."
Kinan mengangguk, dia masuk ke dalam selimut dan memejamkan matanya. Meskipun begitu, dalam hati dia terus bertanya-tanya.
Kenapa Gilang tidak antusias jika mereka bicara tentang anak mereka?
Kenapa Gilang tidak mau mengusap perutnya?
Ah, tapi Kinan tidak ingin terlalu memikirkannya. Yang penting, token listrik bisa terus diisi tanpa menunggu meterannya berbunyi. Itu yang akan membuatnya sulit tidur.
Kegiatan sehari-hari Kinan adalah bermain tepung. Meja dan kursi makan digeser ke pojokan. Jadi, saat membuat kue dia duduk lesehan di karpet. Gilang sama sekali tidak mempermasalahkan kegiatannya itu, karena laki-laki itu mengatakan jika dia juga terbantu. Kadang, jika tidak ada pesanan maka Kinan akan membuat donat dan bomboloni, lalu dia bawa ke sekolah. Jika sedang tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan segera, Gilang juga akan ikut membantu.
Seperti saat ini, Gilang sedang menggoreng donat dengan mulut yang terus mengunyah bolu.
"Mas, ini pesanan orang." Kinan wajahnya sudah memelas, dia menjauhkan potongan bolu dari jangkauan suaminya. Sejak tadi tegurannya dianggap suara dengingan nyamuk.
"Maaf, ya? Kurang gak? Aku khilaf." Gilang mencuri-curi pandang pada loyang persegi itu. Aroma bolu buatan Kinan sangat menggoda hidungnya.
"Udah, jangan ambil lagi. Ini udah pas."
Gilang mengangguk, tangannya kini meraih potongan lapis legit. Tapi langsung dipukul dengan sendok oleh istrinya. "Khilaf aja terus. Ini enggak ada sisanya ya, takaran pas sesuai pesanan."
"Yah ...." Bahu Gilang merosot. Donat yang sedang dia goreng juga tidak mungkin dimakan, yang sudah matang dan dilumuri cokelat juga sudah dimasukkan ke dalam kotak oleh Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Album Foto
Romansa#4 Kinan menemukan sebuah album foto, berisi dokumentasi dari setiap momen yang tak akan pernah dia dan suami lupakan dalam hidup. Ada yang tak terlihat di lembaran foto berikutnya, ada juga yang terus ada sampai lembaran foto yang terakhir. Foto it...