Jangan lupa bawa sapu, kemoceng, sikat atau apalah. Soalnya cerita ini udah berdebu, ada sarang laba-labanya, bahkan lumutan karena udah lama banget gak aku tengokin. 😭🤙🏼
.
.Jahad banged 😔🤏🏼
.
.
.Baca part sebelumnya kalau tiba-tiba nge-blank dan gak ingat apapun tentang Mas Gilang
.
.
.Jika boleh memilih, Kinan lebih memilih untuk tidak menuruti ajakan Rangga dan Diana. Dua manusia itu membujuknya dengan sedemikian rupa, sehingga dia terpaksa ikut. Terkutuk lah dua orang itu, sudah pasti akan dimusuhi oleh ayah dari bayi.
"Nanti biar Rangga yang telepon suami lo, beneran kok. Lagipula kita cuma sebentar."
Sebentar itu adalah terkena macet berjam-jam, lalu berkeliling mall entah berapa kilometer jika diukur dan masih banyak lagi. Itu sebentar. Lalu kalau lama kira-kira yang seperti apa?
Kinan sudah lelah. Menjelaskan dengan terbata, tapi tidak ada sahutan apapun dari Gilang. Laki-laki itu hanya diam, menatapnya lekat.
"Aku minta maaf."
Gilang mengangguk dan membawa tangan Kinan ke dalam dekapannya. Tangan itu begitu dingin. "Kamu memang salah karena enggak minta izin. Tapi di sisi lain, kamu dibohongi. Kalau mereka enggak maksa dan bohong, kamu juga enggak bakalan kayak gini."
"Aku juga enggak ngomong apapun ke mereka. Tentang kita," ungkap Kinan. Menggenggam erat tangan Gilang.
Kinan tidak menginap di rumah sakit. Setelah diperiksa dan menghabiskan sebotol infus, dia langsung pulang. Yang kata Nova adalah darah, itu sebenarnya motif gamis Kinan. Bunga-bunga merah. Gilang lega saat mengetahui kenyataan itu. Meskipun begitu, Gilang tetap membawa Kinan pergi, ke rumah kakaknya.
Dua malam Kinan berada di rumah itu, tidak boleh didatangi siapapun meskipun itu adalah Aka atau Nova. Untuk kali ini, Gilang ingin egois. Dia ingin jahat, dengan mengabaikan Rangga. Tidak menganggap keberadaan laki-laki itu di sekitarnya.
"Kinan, aku pulang dulu, ya? Setelah acara silaturahmi keluarga besar sekolah dan yayasan selesai, aku jemput kamu. Di sini sendirian, berani, kan?" tanya Gilang hari itu. Duduk berhadapan dengan Kinan dan menggenggam erat kedua tangan perempuan itu. Menatap Kinan seolah-olah perempuan itu adalah anak umur empat tahun yang akan ditinggal merantau.
Ketika Gilang meninggalkannya, yang Kinan lakukan hanyalah diam di rumah. Makan, tidur, bermain dengan Keanu, mengobrol dengan Keyna, bergosip dengan Kiara, mendengar keluh kesah Aka, sesekali membantu Nova mengerjakan tugas, dan kadang membantu Mama membersihkan makanan di piring alias makan.
Kinan bosan.
Lima hari berpisah dengan Gilang. Jarang berkirim pesan, karena keadaan tidak memungkinkan. Bisa-bisa benda itu direbut Keanu atau adiknya. Bahaya. Susah-susah orang tua mereka menjauhkan benda bernama ponsel, dirinya malah dengan santainya memperlihatkan benda ajaib itu.
Saat malam, Kinan lebih memilih untuk diam di kamar. Menanti panggilan masuk dari Gilang, menanti pesan dari laki-laki itu yang berisikan, "Udah makan belum?"
"Lagi apa?"
Dulu Kinan tidak suka dengan pertanyaan aneh seperti itu. Tapi kali ini, dia benar-benar menanti. Kalau sedang bucin, batu kali pasti dianggap berlian langka.
"Kin, aku boleh di sini?"
Kinan menoleh ke pintu yang dibuka dari luar, kepala Kiara menyembul masuk. "Boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Album Foto
Romance#4 Kinan menemukan sebuah album foto, berisi dokumentasi dari setiap momen yang tak akan pernah dia dan suami lupakan dalam hidup. Ada yang tak terlihat di lembaran foto berikutnya, ada juga yang terus ada sampai lembaran foto yang terakhir. Foto it...