0-3

187 6 0
                                    

Selamat membaca ....
.
.
.
.

Kinan perlahan membuka matanya, sejak kemarin badannya terasa pegal. Dia mengedipkan mata beberapa kali dan menghela napas. Sepertinya hari sudah sore, karena sinar matahari masuk melalui jendela yang menghadap barat. Perlahan dia turun dari kasur, mungkin karena nyawanya belum terkumpul, tak sengaja dia menginjak sesuatu. Sontak kedua matanya membulat saat mengetahui apa yang baru saja dia injak. "Mas, aku enggak sengaja."

Gilang langsung meringkuk di lantai, terdengar dia mengerang pelan. Segera Kinan berjongkok dan menyentuh bahunya. "Sakit banget ya? Maaf banget, Mas, aku enggak lihat kalau ada kamu di bawah. Enggak sengaja juga injak ... itu kamu."

Kinan meringis, merasa sangat bersalah. Seharusnya tadi dia duduk-duduk dulu di kasur sebelum memutuskan untuk pergi ke kamar mandi. Atau seharusnya dia menatap sekeliling dulu, bukannya malah langsung melangkah begitu saja dan tak sengaja menginjak bagian bawah perut Gilang, suaminya sendiri.

"Sakit banget?" Kinan semakin dilanda rasa bersalah saat suaminya hanya diam, masih di posisi tadi, meringkuk. Mending kalau yang diinjak adalah kaki atau tangan atau mungkin badan. Ini malah ....

"Enggak apa-apa, Kin, salahku sendiri tiduran di bawah."

"Enggak bahaya, kan? Aku beneran minta maaf."

Gilang mengangguk dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Sana kalau mau ke kamar mandi."

"Tapi aku dimaafin, kan?" tanya Kinan, Gilang sama sekali tidak mau melihatnya.

"Dimaafin."

"Tapi kenapa wajahmu merah, Mas? Marah, kan?" Kinan berpindah ke depan Gilang, menatap laki-laki itu. Tapi Gilang malah berdiri dan melangkah ke kasur. Melihat itu, Kinan melangkah lesu ke kamar mandi. Dia melakukan kesalahan besar.

Usia wudhu, Kinan segera salat Asar. Sepertinya Gilang sudah salat, karena laki-laki itu tadi masih memakai sarung dan rebahan di atas sajadah. Usai salat, Kinan baru menyadari jika suaminya tidak ada di kamar. Perempuan itu menunduk. Baru kemarin menikah, dirinya malah membuat laki-laki itu marah besar.

Bahkan sampai malam, Gilang terus menghindar dan baru masuk kamar sekitar pukul sepuluh. Kinan masih duduk di kasur, membaca sebuah novel yang tadi dia temukan di ruang tamu. "Mau istirahat sekarang, Mas?"

Gilang bergabung di kasur dan duduk di samping Kinan, mengambil guling dan memeluknya. "Iya, kamu sendiri kenapa belum tidur?"

"Nungguin kamu, takutnya masih marah," jawab Kinan. Dia menatap Gilang yang sekarang malah membuang muka, wajahnya kembali merah, bahkan sampai telinga. "Aku minta maaf."

"Aku enggak marah, Kin, tapi malu."

"Ma ... lu?"

Tidak ada sahutan dari Gilang, laki-laki itu justru malah menyenderkan kepala di bahu Kinan. Kinan menutup novelnya dan dia singkirkan. "Malu kenapa? Aku kira kamu marah, Mas, gara-gara itunya aku injak."

"Enggak marah, enggak sakit. Tapi aku malu banget, Kin."

Kinan meraih tangan kiri suaminya, dimainkan jari-jari yang kalau di Wattpad katanya estetik. Tak sengaja matanya malah tertuju pada sesuatu, karena Gilang sedang duduk bersila. Perempuan itu langsung menatap ke arah lain dengan wajah merona. Apakah semua pengantin baru otaknya mesum seperti dirinya tadi? Membayangkan yang iya-iya.

"Kenapa tiba-tiba ketawa? Lihat apa?" tanya Gilang, dia menarik kepalanya dan menatap Kinan dengan kening berkerut.

"Bukan apa-apa kok." Kinan langsung masuk ke dalam selimut dan merebahkan tubuhnya, menatap Gilang yang masih terus menatapnya.

Album FotoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang